news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pesugihan: Pohon Beringin Pengabul Permintaan

Konten dari Pengguna
27 Maret 2020 23:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pohon beringin (Foto: Dok. Thinkstock).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pohon beringin (Foto: Dok. Thinkstock).
ADVERTISEMENT
“Aku belum bisa bayar sekarang, mat!” jawab Bekti saat saat Mamat datang mendatangi rumahnya.
ADVERTISEMENT
Sudah 2 bulan Bekti belum mengembalikan utang yang ia miliki kepada Mamat, temannya. Bekti selama ini memang belum mendapatkan pemasukan karena gerobak kue pukis yang ia harus dorong setiap hari belum mendatangkan uang yang seberapa. Adapun jika memiliki lebih, Bekti tidak menabung atau mencicil hutangnya kepada Mamat melainkan mencari peruntungan pada judi kartu yang biasa diadakan tiap malam di pasar.
“Aku kasih waktu 1 minggu lagi, setelah itu aku gak mau tau!” ucap Mamat sambil memutar kunci motornya lalu berangkat kerja.
Bekti dan Mamat sebenarnya tingga satu atap. Mereka berdua memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah ketimbang pulang ke rumah masing-masing. Memberi kabar kepada orang tua dan keluarga bahwa anaknya pulang sebagai pengangguran karena mengalami pemutusan hubungan kerja adalah suatu hal yang menyakitkan hati. Maka dari itu, mereka memutuskan untuk pulang dan diam-diam mencari kerja di kampung halaman sendiri.
ADVERTISEMENT
Mamat bekerja di sebuah dealer sepeda motor, sedangkan Bekti berusaha untuk mengupayakan cita-citanya sebagai pebisnis sukses yang ia coba ia mulai sebagai pedagang kue pukis keliling dengan modal yang ia pinjam dari Mamat. Bekti berjanji kepada Mamat bahwa ia akan melunasi hutangnya, tetapi pada kenyataanya ia hanya mampu memberikan alasan dan kebohongan.
*
“Aku bingung mau bayar utang pake apa?” keluh Bekti ketika sedang mengobrol dengan Awang.
Semenjak permasalahan utang, Bekti selalu bercerita kepada Awang, pedagang telur gulung di sebuah sekolah dasar yang juga menjadi tempat bekti berjualan. Sebagai sesama pedagang kecil, Awang selalu mendengarkan juga memberikan saran kepada Bekti.
“Kamu mau aku kasih saran gak? asal jangan bilang siapa-siapa,” tanya Awang kepada Bekti dengan suara pelan.
ADVERTISEMENT
“Emangnya apa?” Bekti penasaran.
“Kamu tau gak pohon beringin yang ada di belakang kuburan?”
“Yang besar itu?”
“Iya, yang besar. Di situ kamu bisa minta apapun asal memenuhi syarat sang penunggu.”
“Ah, yang bener? masa iya hari ini masih ada yang gitu-gitu?”
“Beneran, sepupuku dating ke situ buat minta jodoh, 2 minggu kemudian akad. Terus juga tetanggaku dulu pernah minta anak juga ke situ, 3 hari langsung hamil istrinya.”
Karena mendengar testimoni dari Awang dan merasa tidak memiliki jalan keluar lain, Bekti akhirnya meminta tolong kepada Awang untuk diberitahu tentang cara melakukan pesugihan di pohon beringin yang diceritakan.
*
Berbekal lampu senter dari telepon selulernya, Bekti menelusuri kuburan untuk mencapai pohon beringin tersebut. Dingin yang menusuk malam dan keheningan yang menyumpal telinga Bekti membuatnya harus berusaha lebih ekstra untuk menahan dirinya sendiri agar tidak putar balik.
ADVERTISEMENT
Pohon ini selalu disebut-sebut sebagai pohon angker oleh warga desa, maka dari itu tidak ada yang berani mendekati pohon ini, selain letaknya yang berada di belakang pemakaman.
Bekti memperhatikan pohon itu, besar dan rimbun. Memperhatikannya terlalu lama membuatnya bergidik sendiri karena ia tidak tahu ada apa di balik pohon tersebut.
Bekti hanya datang ke situ dengan sejumlah pedoman yang diberikan oleh Awang. Ia mulai membuka kantung plastik yang ia ikat erat, lalu mengeluarkan menyan dan tempat khusus untuk membakarnya yang ia beli di pasar.
Aroma menyan yang dibakar membuat buluk kuduk Bekti berdiri sendiri. Ia kemudian mengeluarkan selembar kertas dari dalam kantung jaket. Kertas tersebut berisi mantra yang diberikan Awang. Bekti merapalkannya sebaik mungkin meski di dalam kepalanya terdapat keraguan bahwa upaya ini tidak akan berhasil.
ADVERTISEMENT
Saat ia sedang mengulang-ngulang mantra, tiba-tiba muncul sebuah kepala dari balik pohon. Matanya merah menyala , selebihnya tidak terlihat karena tidak ada penerangan sama sekali.
Jantung Bekti berdegup cepat, dan lebih cepat lagi ketika kepala tersebut mulai keluar dari balik pohon. Bekti bisa melihat jelas wujud makhluk itu akibat cahaya bulan. Tubuh makhluk itu ebih besar darinya, dan ditumbuhi rambut-rambut Panjang. Bekti mengurungkan niatnya untuk berlari karena merasa tidak ada peluang, juga takut jika makhluk itu menerjangnya.
Bekti diam sejenak untuk mengumpulkan keberanian. Lidahnya mendakak kelu, tapi ia tetap meminta kepada makhluk tersebut.
“Permisi, saya datang ke sini untuk meminta pertolongan. Nama saya Bekti. Saya datang ke sini karena hidup saya susah, juga terlilit utang. Jadi, saya mohon kepada kamu untuk memberikan saya rezeki yang melimpah,” Ucap Bekti dengan rendah.
ADVERTISEMENT
Makhluk tersebut mendengus kencang dan menggeram. Merasa tidak berhasil, Bekti terpaksa mengikuti pedoman terakhir yang diberikan oleh Awang.
“Sebagai gantinya, aku akan memberikan apa yang biasa orang beri kepadamu,” ujar Bekti sembari gemetar.
*
Makhluk ghaib itu memberikan apa yang diinginkan oleh bekti, rezeki yang berlimpah. Hal itu terbukti lewat judi kartu yang dimenangkan Bekti malam ini. biasanya Bekti selalu berujung sial, tapi sudah enam hari ini ia menang berturut-turut, dan hal itu terjadi setelah ia meminta kepada makhluk penunggu pohon beringin.
“Hei Bekti! bukannya bayar hutang, malah main judi di sini.”
Tanpa sepengtahuan Bekti, Mamat mendatangi tempat judi langganannya. Sebagaimana masalah di awal, Mamat kesal karena haknya tidak segera dibayarkan, dan lebih marah lagi ketika melihat orang yang meminjam uangnya malah bermain judi.
ADVERTISEMENT
Merasa dipermalukan di hadapan kawan-kawannya, Bekti sontak menghajar Mamat tepat dibagian wajah, lalu dilanjutkan dengan pukul lain di tempat yang sama dengan bertubi-tubi. Adapun Mamat yang kaget hanya bisa menahan sebisa mungkin, lalu terjatuh ke tanah.
Mamat yang sudah tergeletak bisa saja dibuat babak belur oleh Bekti jika kawan-kawannya tidak memisahkan mereka berdua.
“iya! Kau tidak usah ke sini, aku pasti bayar, kok!” ujar Bekti membentak Mamat.
Mamat yang masih terduduk di tanah mencoba untuk mengatakan sesuatu, tetapi tidak bisa. Matanya tiba-tiba membelalak dengan nafas yang terengah-engah.
Sejenak semua orang di situ kaget dan kebingungan di waktu yang sama ketika melihat Mamat yang seperti orang kehabisan nafas. Khawatir terjadi sesuatu yang mengerikan, beberapa kawan Bekti yang masih sadar langsung menggotong Mamat ke mobil pengangkut sayur milik salah satu dari mereka, lalu membawanya ke klinik terdekat.
ADVERTISEMENT
Malam itu, hanya tinggal Bekti sendiri yang belum pulang dari tempat kejadian perkara. ia hanya melamun memikirkan sesuatu yang kemudian pecah akibat oleh dering telepon seluler.
“Bekti, Mamat udah gak ada,” ujar salah satu kawannya di seberang telepon.
Bekti tenggelam di dalam pikirannya lagi. Ia tahu bahwa bukan pukulannya tidak akan menewaskan Mamat, melainkan keputusannya untuk menjadikan Mamat sebagai tumbal yang ia berikan kepada makhluk ghaib di pohon beringin, demi rezeki yang berlimpah.
Tulisan ini merupakan reka ulang dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.