Review 'The Trial of Chicago 7: Aktivisme dan Pengadilan Politik yang Relatable

Konten Media Partner
18 Oktober 2020 8:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
The Trial of Chicago 7 (Foto: Netflix)
zoom-in-whitePerbesar
The Trial of Chicago 7 (Foto: Netflix)

Melihat The Trial of Chicago 7, kemudian menilik kembali unjuk rasa di Amerika, Hong Kong, Thailand, ataupun Indonesia, rasanya miris.

ADVERTISEMENT
The Trial of Chicago 7, dari sutradara Aaron Sorkin, adalah film courtroom drama terbaru Netflix yang secara konten, konsep, maupun konteks terasa relatable dengan situasi politik 2020. Terasa relatable karena walaupun film ini bercerita tentang aktivisme anti Perang Vietnam, berbagai masalah yang diperlihatkan terasa dekat dengan aktivisme yang terjadi akhir-akhir ini, baik itu soal Black Lives Matter, UU Cipta Kerja, ataupun isu lainnya.
ADVERTISEMENT
Berlatar di tahun 1968, yang diramaikan Generasi Bunga, kisah The Trial of Chicago 7 disampaikan dari sudut pandang tujuh aktivis kondang kala itu. Mereka adalah Abbie Hoffman (Sacha Baron Cohen), Jerry Rubin (Jeremy Strong), Tom Hayden (Eddie Redmayne), Rennie Davis (Alex Sharp), David Dellinger (John Carroll Lynch), Lee Winer (Noah Robbins) dan John Froines (Daniel Flaherty).
Pemimpin Partai Black Panther saat itu, Bobby Seale (Yahya Abdul-Mateen) sesungguhnya masuk dalam kelompok aktivis (terdakwa) tersebut. Trial of Chicago 7 awalnya disebut sebagai Trial of Chicago 8. Seale "dipaksa" masuk ke dalam barisan para terdakwa oleh Attorney General's Office (Kejaksaan Agung) agar ada "perwakilan" Black Panther yang anti-pemerintah. Belakangan, dirinya dipisahkan dan tersisa "Chicago 7".
ADVERTISEMENT
Ketujuh aktivis, Hoffman dan kawan-kawannya, diperkarakan oleh Kejaksaan Agung AS atas tuduhan memicu kerusuhan dan konspirasi. Hal tersebut berkaitan dengan unjuk rasa mereka di tengah Konvensi Nasional Partai Demokrat. Kala itu, para Chicago 7 berharap bisa menyuarakan kegusaran mereka soal pengiriman warga ke Perang Vietnam. Sebagaimana kita ketahui, perang belasan tahun itu berakhir dengan ribuan korban dan kekalahan Amerika.
Niat awal untuk menggelar unjuk rasa damai tidak berjalan sesuai rencana. Perbedaan karakter di antara para Chicago 7 ditambah faktor-faktor eksternal membuat rencana mereka gagal total. Alhasil, unjuk rasa di Chicago berakhir menjadi peristiwa berdarah yang membuat Hoffman dan kawan-kawannya dibawa ke meja hijau oleh administrasi baru Presiden Nixon.
Sesuai dengan judul, proses peradilan para Chicago 7 menjadi daging utama film ini. Proses peradilan yang memakan waktu ratusan hari, dari April 1969 hingga Februari 1970, diringkas oleh Aaron Sorkin menjadi potongan-potongan pendek. Tiap potongan pendek tersebut kemudian dipaparkan secara paralel dengan peristiwa kerusuhan di Chicago.
The Trial of Chicago 7 (Foto: Netflix)
Sorkin bisa dibilang membuat langkah jenius. Dengan memfokuskan pengadilan pada bagian-bagian yang penting, lalu diparalelkan dengan peristiwa Chicago, ritme film ini terasa cekatan. Tiap momen tidak terasa membosankan, dengan kesakisan demi kesaksian selama persidangan diperjelas dengan situasi di lapangan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, hal itu membuat The Trial of Chicago 7 kaya akan perspektif. Perspektif aktivis, aparat, hingga warga, semua ditampilkan apa adanya agar penonton bisa menilai sendiri apa yang sebenarnya terjadi di Chicago. Sorkin mencoba menunjukkan bahwa fakta dan persepsi bisa begitu kabur tergantung dari siapa yang melihatnya.
Hal itu, salah satunya, ditampilkan secara apik ketika Hoffman bersaksi soal pemukulan oleh polisi di puncak kerusuhan Chicago. Mengiringi kesaksiannya, Sorkin memperlihatkan dua sisi dari satu peristiwa yang sama.
Di satu bagian, aksi pemukulan tersebut ditampilkan dari sudut pandang Hoffman cs. Di bagian lain, aksi pemukulan ditampilkan dari sudut pandang peserta konvensi yang melihatnya dari balik jendela tempat mereka berpesta. Ternyata, jendela tersebut telah dipasangi kaca film sehingga apapun yang terjadi, peserta konvensi dan pengunjuk rasa tidak akan pernah sepandangan atas peristiwa Chicago
ADVERTISEMENT
Teknik editing tersebut dipercantik dengan dialog-dialog tajam, cepat, dan jenaka ala Sorkin yang juga menjadi penulis naskah. Dia tidak membuat persidangan Trial of Chicago 7 yang represif menjadi depresif. Dia membuatnya menjadi fun lewat gaya dialognya yang khas sejak serial West Wing. Penonton akan menemukan banyak bagian jenaka dari dialog-dialog anggota Chicago 7, termasuk ketika mereka saling bersautan dengan Hakim Julius Hoffman di persidangan.
Tentu dialog-dialog yang menonjol datang dari karakter Hoffman, diperankan oleh komedian Sacha Baron Cohen. Dia lah hati dari The Trial of Chicago 7. Perspektifnya akan peristiwa Chicago mendapat porsi paling banyak yang sebagian besar disampaikan dengan stand up comedy.
Terlepas dari gaya pemaparannya yang fun, The Trial of Chicago 7 tidak mencoba menampilkan peristiwa Chicago secara tidak serius. Film ini tetap kritis, membedah masalah peradilan yang tunduk pada agenda pemerintah dan berujung pada pengadilan politik untuk Chicago 7. Sorkin menampilkan dengan apik seperti apa kegundahan, frustasi, amarah, pesimisme, serta sikap sinis Chicago 7 terhadap sistem peradilan ketika mendapati semua langkah keluar telah ditelikung atau bahkan "disabotase" Pengadilan dan Pemerintah AS. Pada dasarnya vonis untuk mereka sudah diketuk jauh sebelum sidang dimulai.
The Trial of Chicago 7 (Foto: Netflix)
Di sisi lain, masalah yang ditampilkan juga sedikit banyak paralel dengan situasi politik di berbagai negara saat ini. Ada alasannya kenapa film ini dirilis ketika pemerintahan berbagai negara berhadapan dengan kekuatan rakyat dan berusaha membungkamnya dengan berbagai cara, mulai dari jalur hukum hingga kekerasan.
ADVERTISEMENT
Melihat The Trial of Chicago 7 kemudian menilik kembali unjuk rasa di Amerika, Hong Kong, Belarus, Thailand, ataupun Indonesia, rasanya miris. Dunia sudah berkembang jauh sejak 5 dekade yang lalu, namun masih ada problem-problem klasik yang bertahan hingga sekarang. Daftarnya panjang, namun semua berpusat pada sikap tidak sensitif pemerintah terhadap suara rakyat. Mungkin telinga dan mata sudah ditutup dengan kepentingan politik sehingga mereka yang berbeda pikiran dianggap lawan, bahkan kebohongan.
"Jika pemerintah bilang itu hoaks ya berarti hoaks," ucap salah satu menteri Indonesia yang terasa paralel dengan problem-problem yang dihadapi para Chicago 7. Hoffman, di salah satu bagian, sampai berkata, "Saya tidak menyangka suatu hari akan diadili kerena pemikiran saya".
ADVERTISEMENT