Kuliah atau Main HP?

Poppy Fadhilah
Seorang mahasiswa Jurnalistik PNJ semester 5 yang sebentar lagi magang. Suka Reporting, Menulis, Fotografi, dan Kuliner. Berpengalaman bekerja lepas sebagai Reporter, Penulis, dan Fotografer sejak tahun 2015. Pernah bekerja di dunia Entertaiment.
Konten dari Pengguna
10 Mei 2020 8:39 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Poppy Fadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Kamu itu kuliah atau main hp?" begitulah kira-kira ucapan orang tuaku saat aku fokus pada layar ponsel. Bukan tidak berdasar, para orang tua yang bisa dibilang generasi tua, tidak terlalu akrab dengan teknologi. Ucapan ini mulai muncul sejak imbauan Presiden Joko Widodo untuk semua masyarakat Indonesia bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah dari rumah.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, dunia sedang gempar dengan wabah korona yang semakin menggila. Jutaan nyawa sudah terinfeksi dengan ratusan ribu nyawa melayang percuma akibat ulah virus yang pertama ditemukan di Wuhan, China pada akhir 2019 ini. Tim medis kemudian bergerak cepat menjadi garda terdepan untuk berperang melawan virus ini. Kemudian diketahui, penyebaran virus ini melalui droplet atau percikan air dari bersin atau batuk.
Melihat fakta tersebut, Dunia pendidikan Indonesia pun mendukung imbauan pemerintah pusat dengan mengganti pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh. Hal ini kemudian menjadi perkara baru di masyarakat.
Orang tuaku berasumsi bahwa orang yang hanya duduk atau tiduran sambil memainkan ponselnya hanya sedang bermalas-malasan. Karena itu, sering kita diomeli orang tua saat bermain ponsel yang alih-alih melakukan kegiatan lain. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Ponsel dapat digunakan untuk banyak kegiatan. Mulai dari bercakap-cakap, bermain, belajar, diskusi, hingga bekerja.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) sendiri menimbulkan berbagai reaksi, ada sikap negatif dan sikap positifnya. Aku dan kebanyakan mahasiswa tidak menyukai kuliah jarah jauh karena dianggap mendapat tugas yang lebih banyak daripada tugas tatap muka. Tidak hanya itu, mahasiswa dan dosen juga beranggapan penyampaian materi dan diskusi dalam pembelajaran secara daring kurang efektif dan nyaman dibanding dilakukan secara tatap muka.
Para mahasiswa juga mengeluhkan banyaknya kouta yang harus digunakan untuk PJJ. Memang ada bantuan untuk kouta. Namun, tidak semua mendapatkannya. Terlebih mata kuliah yang menggunakan telekonferensi dalam pembelajarannya. Karena tidak semua mahasiswa memiliki akses internet yang baik atau fasilitas wifi di rumahnya, termasuk aku.
Belum lagi kasus penjualan data pengguna yang dilakukan aplikasi Zoom yang marak diberitakan. Bahkan, akun media sosial teman dekat akupun diretas oleh orang tidak dikenal, yang kemudian saat dilacak berasal dari negara Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Namun, ada juga kalangan mahasiswa yang menyukai sistem pembelajaran baru ini. Mereka menganggap kuliah menjadi lebih santai, tidak perlu bergegas berpakaian rapi, dan menempuh perjalanan ke kampus setiap hari. Tidak seperti kuliah tatap muka, mahasiswa pun dapat kemungkinan untuk kuliah senyaman mungkin bahkan menggunakan piyama yang nyaman saat kuliah. PJJ memang memberikan kenyamanan, namun jangan sampai menjadi kesempatan tumbuhnya sifat malas.
Perubahan sistem pembelajaran ini tentu menuntut semua pihak untuk cepat beradaptasi. Mulai kesiapan perangkat penunjang, jadwal yang tetap dan tegas, mengubah stigma negatif orang tua, hingga aplikasi yang menjamin keamanan data pribadi penggunanya. Hal ini tentu tidak mudah, namun tetap dapat dilakukan perlahan-lahan atau integrasi.
Kita sebagai mahasiswa dapat memberikan penjelasan kepada orang tua secara perlahan bahwa menggunakan ponsel itu tidak hanya untuk bermalas-malasan. Bahkan kita dapat memperlihatkan proses pembelajaran dengan menggunakan ponsel sehingga orang tua dapat lebih memahami mahasiswa dibanding sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Untuk perangkat penunjang, baik mahasiswa maupun dosen dapat menyiapkannyan dengan mengisi daya baterai dan kouta untuk pembelajaran. Jadwal pun dapat didiskusikan bersama sebelumnya. Sedangkan untuk aplikasi yang membahayakan perangkat penggunanya, baik mahasiswa maupun dosen dapat berdiskusi kembali untuk mencari alternatif aplikasi yang lebih aman, sehingga tidak ada lagi pihak yang dirugikan.