Kama Sutra, Karya Sastra India Kuno Berisi Seni Bercinta

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
14 Juli 2020 8:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi erotisme pada ukiran Candi Sahastra Bahu di India dari abad ke-11 Masehi. Wikimedia Commons.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi erotisme pada ukiran Candi Sahastra Bahu di India dari abad ke-11 Masehi. Wikimedia Commons.
ADVERTISEMENT
Ukiran-ukiran erotis pada komplek Candi Khajuraho di Madhya Pradesh, India, menjadi salah satu peninggalan budaya klasik yang berisi ajaran seksologi Hindu kuno. Candi ini dibangun sekitar tahun 950-1050 Masehi oleh Dinasti Chandela.
ADVERTISEMENT
Namun, sejak abad ke-2 atau sekitar tahun 300 Masehi, India memiliki naskah klasik yang menjelaskan erotisme dan seksualitas dalam budaya Hindu. Teks tersebut bernama Kama Sutra dan ditulis dalam bahasa Sanskerta oleh seorang filsuf bernama Vatsyayana Mallanaga.
Kata Kama memiliki arti sederhana "keinginan" atau "gairah cinta (seksual)". Sementara kata Sutra berarti "risalah" atau "ajaran". Kata Kama juga digunakan sebagai nama dewa cinta dalam budaya Hindu.
Seksologi sudah menjadi salah satu ajaran Hindu kuno tentang kehidupan. Seorang manusia yang lahir ke dunia memiliki empat tujuan hidup yang disebut purusharthas, yaitu dharma atau hidup berbudi luhur, artha atau kemakmuran materi, kama atau kenikmatan seksual, dan moksha atau pembebasan dari kehidupan duniawi.
Dokumen asli teks Kama Sutra sudah sangat sedikit. Foto ini merupakan salah satu halaman Kama Sutra yang disalin dengan aksara Devanagari di Nepal pada abad ke 13 atau 14 Masehi. Foto: Dok. Wikimedia Commons.
Dalam Kama Sutra, Vatsyayana menjelaskan keempat tujuan itu hanya dicapai secara selaras dan tidak saling berbenturan. Jadi sebenarnya naskah ini tidak hanya menyoal seni bercinta, tapi juga ajaran filosofis untuk mengontrol diri sehingga perilaku seksual juga tidak boleh menyimpang.
ADVERTISEMENT
Naskah tersebut memiliki 36 bab yang disusun dalam tujuh bagian yang membahas ajaran seksologi secara bertahap:
1. Sadharana: Berisi informasi seputar tujuan dan prioritas kehidupan, mulai mengejar kebutuhan seksual.
2. Samprayogika: Tentang cara berhubungan seksual seperti menstimulasi gairah, tipe pelukan, cara berciuman, posisi bersenggama, hingga seks oral.
3. Kanya Samprayuktaka: Cara-cara menggoda wanita.
4. Bharyadhikarika: Tahapan ke pernikahan dan membangun rumah tangga untuk istri.
5. Paradika: Berisi perilaku suami yang mulai bosan dan menggoda istri orang lain.
6. Vaisika: Berisi tentang hubungan dengan wanita penghibur atau kekasih.
7. Aupamishadika: Ajaran soal seni daya tarik fisik dan ramuan herbal untuk membangkitkan gairah seksual.
Salah satu potongan halaman manuskrip Kama Sutra Vatsyayana. Foto: Dok. Wikimedia Commons.

Teks Terjemahan

Kama Sutra sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, dan salah satu terjemahan paling dikenal dibuat seorang perwira Inggris, Sir Richard Francis Burton pada 1883, dan diterbitkan di Amerika Serikat pada 1962.
ADVERTISEMENT
Namun, teks Kama Sutra lansiran Burton banyak menuai kritik dari sejarawan yang memandang terjemahannya menempatkan wanita sebagai pemuas nafsu pria. Menurut laporan psychologytoday.com, Sejarawan Burjor Avari mengatakan terjemahan Burton tidak memadai karena membuat buku ini hanya mendapat reputasi di dunia Barat sebagai karya erotisme.
"Kama Sutra yang sesungguhnya mengekspresikan sikap yang jauh berbeda—dan lebih kontemporer," kata Burjor Avari.
Kama Sutra terjemahan Sir Richard Francis Burton pada 1883. Foto: Dok. Wikimedia Commons.
Terjemahan terbaru dibuat oleh Indra Sinha pada tahun 1980. Pada awal 1990-an, bab tentang posisi bercinta mulai beredar di internet sebagai teks independen dan hari ini sering dianggap sebagai keseluruhan Kama Sutra.
Sementara Alain Daniélou menerbitkan terjemahan berjudul The Complete Kama Sutra pada tahun 1994. Terjemahan ini menampilkan teks asli yang dikaitkan dengan Vatsyayana, bersama dengan komentar abad pertengahan dan modern.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, profesor sejarah agama-agama di Universitas Chicago, Wendy Doniger, dan Sudhir Kakar, psikoanalisis India dan rekan senior di Pusat Studi Agama-Agama Dunia di Universitas Harvard, ikut menerjemahan karya klasik itu pada 2002. Terjemahan tersebut sudah dilengkapi interpretasi psikoanalitik teks.
***
Referensi: