Kesultanan Bacan, Pusat Produksi Cengkeh dan Pala di Maluku

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
25 Mei 2018 14:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cengkeh. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cengkeh. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Kesultanan Bacan atau kerajaan Bacan adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang berpusat di wilayah Pulau Bacan, Kepulauan Maluku. Diperkirakan kerajaan Bacan didirikan pada 1322. Raja Bacan pertama yang memeluk agama Islam adalah Raja Zainulabidin pada 1521.
ADVERTISEMENT
Wilayah kerajaan Bacan pada masa kejayaannya mencakup daerah yang cukup luas, hingga ke Papua Barat. Tercatat beberapa suku di wilayah Waigeo, yang terletak di Raja Ampat dan beberapa daerah lainnya berada di bawah pemerintahan Kerajaan Bacan. Wilayah Pulau Bacan sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam proses produksi cengkeh dan pala di wilayah Maluku. Pulau Bacan menjadi pusat produksi dan distribusi cengkeh dan pala di Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Halmahera.
Wilayah Kepulauan Maluku terdapat empat kerajaan yang masing-masing memiliki pengaruh dan kekuasaan yang awalnya sama besar, yaitu kesultanan Ternate, kesultanan Tidore, kesultanan Jailolo, dan kesultanan Bacan. Keempat kerajaan ini bersaing menyebarkan pengaruhnya di wilayah Maluku. Namun Ternate menjadi kerajaan yang paling kuat, berkat perdagangan rempah-rempahnya yang membuat perekonomian di wilayah tersebut sangat maju. Akhirnya Ternate pun melakukan serangkaian ekspansi untuk memperoleh kekuasaan lebih besar di wilayah Ternate.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut membuat tiga kerajaan lain merasa terancam sehingga mereka melakukan sebuah persekutuan dan memandang kesultanan Ternate sebagai musuh bersama yang harus dihentikan. Perang pun tidak dapat dihindarkan antara kesultanan Ternate dengan tiga kerajaan yang bersekutu. Karena perang yang berkepanjangan mengakibatkan kerugian yang besar di semua pihak, maka munculah upaya damai yang diprakarsai oleh Sultan Ternate ke-7, Kolano Sida Arif Malamo.
Sultan Ternate itu kemudian mengundang raja-raja dari seluruh kerajaan yang ada di Maluku untuk bermusyawarah mencari kesepakatan damai. Hasilnya, terbentuklah sebuah persekutuan antara raja-raja Maluku, yang kemudian dikenal dengan Persekutuan Moti atau Motir Verbond. Persekutuan ini juga dikenal dengan “Moloku Kie Raha”, yang berarti “Empat Gunung Maluku”, karena pertemuan ini dihadiri oleh empat raja Maluku yang paling kuat pengaruhnya. Salah satu poin penting dari pertemuan itu adalah adanya penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku.
ADVERTISEMENT
Tahun 1558, bangsa Eropa mulai memasuki wilayah Pulau Bacan yang dikuasai oleh kesultanan Bacan. Bangsa Portugis lantas membangun sebuah benteng di pulau tersebut, bernama Benteng Bernevald Fort. Pada 1609, VOC datang dan mengambil alih kekuasaan dari tangan bangsa Portugis. Mereka berhasil menguasai ekonomi dan politik di wilayah kesultanan Bacan. Pada 1889, sistem monarki kesultanan Bacan diganti dengan sistem kepemerintahan di bawah pemerintah Hindia Belanda.
Sumber : Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta : Brilliant Book