Sisi Lain Detik-detik Proklamasi Menurut Kesaksian S.K Trimurti

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2017 11:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hati saya berdebar-debar ketika melihat sepotong Merah Putih jahitan Zus Fat itu berkibar
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 16 Agustus 1945 siang saya berjumpa dengan Sukarni di jalan Kramat Raya. Dia berkata kepada saya “Yu, nanti sore harap datang ke Jalan Kebon Sirih. Kami siap sedia disana” sesudah itu dia pergi meneruskan perjalanannya. Rupanya dia sangat sibuk ketika itu, sehingga tidak sempat untuk memberi jawaban kepada saya, untuk apa kami harus berkumpul di Kebun Sirih.
Saya bertanya kemudian pada Supeno “Menurut Bung Karni, kita semua akan merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Radio harus kita kuasai dulu dari tangan mereka, sebab ini adalah alat komunikasi yang penting” Kata Supeno.
Sore itu juga, Yuti berangkat menuju kelompok pemimpin tua sedangkan saya berangkat ke Kebon Srih, di sana saya melihat banyak pejuang berkerumun menunggu di pavilion sebelah kanan gedung. Geli juga saya melihat sebagaian besar membawa senjata tajam
ADVERTISEMENT
Namun revolusi yang sudah direncanakan malah terancam bubar karena Jepang yang masih ogah-ogahan. Ternyata baru pada menjelang terang tanah, Bung Karni, Yuti, dan Nisjijima datang dengan kawannya. Katanya, ia mendapat perintah untuk membubarkan kerumunan tersebut, karena perebutan kekuasaan tidak jadi dilakukan
Sukarni mengatakan bahwa sudah ada persiapan untuk mengadakan pemberontakan malam itu juga untuk menunjang pelaksanaan proklamasi. Laksamana Maeda menyarankan agar diusahakan supaya jangan terjadi, hal itu akan dapat menggagalkan proklamasi. Tentara Jepang akan mempunyai alasan untuk menangkapi para pemimpin Indonesia.
Maka berangkatlah Sukarni, saya yang mewakili dan sebagai pembantu Bung Karno dan Bung Hatta, dan Nijishima sebagai wakil Maeda. Malam itu kami bertiga berkeliling kota untuk membatalkakan pemberontakan yang telah direncanakan golongan pemuda.
ADVERTISEMENT
Kemudian, di kediaman Laksamana Muda Maeda sudah berkumpul Soekarno, Hatta, Ahmad Subarjo, Sukarni, dan Sayuti Melik. Hatta dan Ahmad Subarjo mengarag konsep, sementara Soekarno menulisnya di kertas. Soekarno kemudian menyuruh Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi tersebut.
Pada pagi hari 17 Agustus 1945, kawan-kawan saya datang beramai-ramai menjemput. “Yu Tri, ayo ke Pegangsaan Timur 56, ke rumah Bung Karno untuk mendengarkan proklamasi”
Segera saya berangkat ke Pegangsaan Timur. Jam 20 pagi, saya liihat sudah banyak orang berkumpul.
Segala berjalan spontan, tanpa persiapan apa-apa. Ketika kami berbaris, sempat juga saya melihat orang-orang Belanda di kiri-kanan rumah Bung Karno yang mengintip dari pagar. Mereka menyaksikan tingkah laku kami dengan sikap melecehkan. Barangkali mereka menyangka kami sedang bermain-main. Mereka melempar senyum ngenyek (merendahkan). Tapi saya tak peduli.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, Bung Karno, Zus Fatmawati, dan Bung Hatta datang. Pakaian dan wajah mereka sama lusuhnya karan semalam suntuk tidak tidur. Tiba-tiba tanpa komando apa-apa suasana menjadi hening. Tibalah saat sang Dwiwarna dikerek, kami saling memandang.
Saya berjejer dengan Zus Fatmawati, berdiri di depan bendera, berhadapan dengan Bung Karno dan Bung Hatta, yang berdiri di beranda yang lebih tinggi dari kami
Hati saya berdebar-debar ketika melihat sepotong Merah Putih jahitan Zus Fat itu berkibar. Teks proklamasi yang diketik oleh suami saya iitu akhirnya dibaca oleh Bung Karno dengan suara rendah perlahan-lahan, dan khitmat
S.K Trimurti merupakan salah satu pejuang perempuan Indonesia yang turut hadir dalam pembacaan proklamasi kala itu.
ADVERTISEMENT
Sumber : Trimurti, S.K. Sukarni yang Kukenal dalam Sumono Mustofa (penyunting). 1980. Sukarni dalam Kenangan Teman-temannya. Jakarta: Sinar Harapan
Jazimah, Ipong. 2016. S.K.Trimurti Pejuang Perempuan Indonesia.Jakarta: Kompas Gramedia