5 Aksi Fredrich Yunadi Bela Mati-matian Setya Novanto

13 November 2017 11:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fredrich Yunadi (Foto: Instagram @yunadi)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi (Foto: Instagram @yunadi)
ADVERTISEMENT
Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP. Ini adalah kali kedua Ketua DPR itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Setya Novanto pun tidak tinggal diam atas penetapan tersangkanya itu. Melalui pengacaranya, Fredrich Yunadi, Setya Novanto pun melakukan berbagai upaya hukum untuk melawan langkah KPK itu. Baik menggugat status tersangka hingga mempermasalahkan pencegahan Setya Novanto ke luar negeri.
Lantas apa saja langkah yang dilakukan Fredrich dalam membela kliennya itu?
1. Melaporkan Pimpinan KPK Agus Raharjo dan Saut Situmorang.
Fredrich Yunadi mendatangi Bareskrim Polri pada Senin (9/10) untuk melaporkan pimpinan KPK, Saut Situmorang dan Agus Raharjo, terkait dugaan pemalsuan surat masa perpanjangan pencegahan Setya Novanto ke luar negeri.
Fredrich menuding keduanya melakukan tindak pidana membuat dan menggunakan surat palsu serta penyalahgunaan wewenang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
ADVERTISEMENT
"Membuat surat keterangan seolah olah benar, kemudian penyalahgunaan kekuasaan. Dan dalam menjalankan tugas tindak pidana korupsi melanggar Pasal 421, ancaman hukumnya 6 tahun penjara," kata Fredrich di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/11).
Polisi sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait laporan Fredrich tersebut.
2. Melaporkan Beberapa Pimpinan, Dirdik, dan Penyidik KPK Terkait Penetapan Novanto Kembali Menjadi Tersangka.
Tak lama setelah Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kembali, Fredrich kembali melaporkan KPK ke Bareskrim. Tidak tanggung-tanggung, ia melaporkan 4 petinggi KPK, yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Aris Budiman, dan A. Damanik.
Dijelaskan Fredrich, alasan dilaporkannya 4 orang tersebut karena mereka merupakan pejabat KPK yang menandatangani SPDP untuk Setya Novanto terkait kasus e-KTP pada Jumat (3/11) lalu.
ADVERTISEMENT
Ia menilai penetapan tersangka kembali Setya Novanto itu tidak bisa dilakukan sebab kliennya sudah memenangkan praperadilan. Menurut dia putusan praperadilan menegaskan bahwa KPK tidak bisa menjerat lagi kliennya.
"Jadi kami tim kuasa hukum telah resmi melaporkan ke Bareskrim dengan tindak pidana pasal 414 jo 421. Jadi kami sudah memberikan bukti-bukti di mana SPDP yang tadi diumumkan itu adalah bukti di mana oknum KPK, bukan lembaganya ya, melakukan penghinaan terhadap putusan peradilan," ujar Fredrich di Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (10/11).
3. Minta KPK Izin Dulu ke Presiden Jokowi Sebelum Periksa Novanto
Fredrich Yunadi bersikukuh bahwa KPK harus minta izin dari presiden untuk memeriksa kliennya. Hal itu menurutnya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 76/PUU-XII/2014.
ADVERTISEMENT
Putusan itu menyatakan pemanggilan terhadap anggota DPR yang terlibat kasus hukum atau penyidikan untuk dimintai keterangannya, harus melalui persetujuan tertulis presiden, bukan Majelis Kehormatan Dewan yang sebelumnya tercantum dalam Pasal 245 UU MD3.
"KPK wajib tunduk pada putusan MK. Kecuali dia mendeklarasikan dirinya inskonstitusional atau tidak mengaku konstitusi Indonesia. Itu sudah alasan kami sangat kuat," kata Fredrich, Senin (6/11).
Ia mengaku juga sudah mendapat masukan dari sejumlah ahli terkait putusan itu. "Bahwa wajib mendapatkan izin tertulis dari presiden," ujar Fredrich.
"Gini saya hanya memberikan masukan bahan. Saya kan bikin LO (Legal Opinion) saya kan serahkan LO seperti Prof Margarito kasih saya kan LO. LO you mau terima monggo, enggak ya enggak apa-apa, kan minta pendapat hukum saya," papar Fredrich.
ADVERTISEMENT
4. Laporkan Pembuat Meme Novanto ke Polisi
Tidak hanya terkait kasus e-KTP di KPK, Fredrich selaku kuasa hukum Setya Novanto sempat melaporkan sejumlah pihak dalam kasus pencemaran nama baik kliennya itu.
Fredrich Yunadi melaporkan 32 akun yang mengunggah meme Setya Novanto terbaring sakit, saat menghadapi penetapannya sebagai tersangka e-KTP yang pertama kali.
"Karena itu kan sudah pencemaran nama baik, sepeti contoh, beliau itu kan sedang sakit lagi diinfus, kemudian dibikin tampangnya tengkorak. Terus kemudian ada Presiden Jokowi di sebelahnya seolah-olah presiden kita juga terlibat, gitu kan, juga ikut-ikutan, ini kan penghinaan pada kepala negara," jelas Fredrich.
"Jadi harus tahu bahwa, posisi Pak Novanto sebagai ketua DPR itu satu level dengan presiden kita, sehingga dalam hal ini kita mengharapkan janganlah terjadi sesuatu penghakiman yang tidak benar. Apa pun yang dilakukan di sana itu kan kata-katanya banyak yang sangat jahat, sangat tidak baik," sambungnya.
ADVERTISEMENT
5. Menyarankan Novanto Mangkir Pemeriksaan KPK
KPK memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai saksi kasus e-KTP pada Senin (13/11). Namun Fredrich Yunadi menyarankan agar Ketua DPR itu tidak hadir.
"Menurut pertimbangam kami saya belum tahu beliau hadir apa tidak. Tapi kami memberikan saran tidak mungkin bisa hadir karena KPK tidak punya wewenang," kata Fredrich di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Minggu (12/11).
Fredrich masih bersikeras bahwa pemanggilan harus disertai dengan izin Presiden Jokowi. Dia juga menyebut anggota DPR seperti Novanto punya hak imunitas dan KPK sama sekali tak memiliki wewenang untuk memanggil kliennya.
Hak imunitas yang dimaksud Fredrich itu, diatur dalam Pasal 20 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
"UUD 1945 pasal 20 A bahwa tiap anggota dewan itu punya hak imunitas, berarti dia tidak bisa disentuh, yang dijabarkan pada putusan MK itu adalah kalau memanggil wajib meminta izin dulu kepada presiden. Berarti kalau dia (KPK) memaksa, dia melawan konstitusi atau melakukan makar pada negara," papar Fredrich.