Perlindungan Bagi Hak Pekerja yang Terkena PHK Akibat Pandemi Covid-19

Prisca Maylinda
Mahasiswa jurusan S1 Ilmu Hukum, UPNV Jakarta
Konten dari Pengguna
19 Desember 2020 11:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prisca Maylinda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja yang di PHK akibat pandemi Covid-19
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja yang di PHK akibat pandemi Covid-19
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendahuluan
Berdasarkan data terbaru yang tercantum di dalam situs resmi milik World Health Organization (WHO), secara global, pada tanggal 4 Desember 2020, terdapat 64.603.428 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dengan angka kematian sebesar 1.500.614 jiwa. Sementara itu, di Indonesia, terdapat 557.877 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dengan angka kematian sebesar 17.355 jiwa (World Health Organization, 2020). Dengan terus meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (selanjutnya disebut sebagai PSBB) dengan tujuan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Dengan adanya pembatasan aktivitas dan himbauan untuk bekerja dari rumah (work from home) menimbulkan suatu masalah baru bagi perusahaan mengingat tidak semua jenis pekerjaan bisa dikerjakan di rumah oleh pekerja (Yusuf Randi, 2020). Akibatnya, perusahaan-perusahaan tersebut terpaksa mengambil langkah untuk mengurangi kerugian yang didapatkan, yaitu dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (selanjutnya disebut sebagai PHK) terhadap para pekerjanya (Imas Novita Juaningsih, 2020).
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, perusahaan tidak boleh melakukan PHK terhadap pekerja/buruhnya secara sewenang-wenang dalam situasi apapun, termasuk dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat. Sebagaimana ketentuan Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) telah dinyatakan bahwa pihak perusahaan, serikat pekerja, maupun pekerja dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (Veren Kris Gawati, dkk, 2020).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik permasalahan yaitu bagaimana perlindungan bagi hak pekerja yang terkena PHK akibat pandemi covid-19.
Pembahasan
A. Perlindungan bagi Hak Pekerja yang Terkena PHK Akibat Pandemi Covid-19
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) per 1 Mei 2020, jumlah pekerja sektor formal yang telah dirumahkan akibat pandemi Covid-19 sebanyak 1.032.960 orang dan pekerja sektor formal yang di-PHK sebanyak 375.165 orang. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak Covid-19 sebanyak 314.833 orang. Total pekerja sektor formal dan informal yang terdampak Covid-19 sebanyak 1.722.958 orang (Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, 2020).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK salah satunya disebabkan keadaan memaksa (force majeure). Tindakan efisiensi juga menjadi alasan yang digunakan oleh banyak pengusaha untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya di masa pandemi Covid-19 (Yusuf Randi, 2020). Secara eksplisit, UU Ketenagakerjaan tidak mengatur boleh/tidaknya perusahaan melakukan PHK atas pekerjanya atas dasar efisiensi, UU Ketenagakerjaan juga tidak melarang mengenai alasan efisiensi tersebut. Namun, PHK yang dilakukan oleh pengusaha terhadap para pekerjanya harus dengan alasan yang jelas, pesangon para pekerjanya harus dipenuhi, serta PHK dilakukan sesuai dengan tahap-tahap yang telah diatur dalam BAB XII UU Ketenagakerjaan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (Ahmad Zaini, 2017).
ADVERTISEMENT
Terkait banyaknya korban PHK di masa pandemi merupakan sebuah polemik baru, mengingat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 Pasal 28D Ayat (2) yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Maka dari itu, adanya PHK secara sepihak dapat dikatakan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga apabila dikaitkan dengan adanya PHK yang dilakukan oleh perusahaan, hal ini tentunya akan menimbulkan masalah antara pihak industrial, konflik antara pengusaha dengan pekerja/buruh, yang mengakibatkan terjadinya pengangguran (Ramlan Mosya, 2020).
Sekalipun dalam hal ini PHK yang dilakukan oleh perusahaan atas inisiatif pengusaha yang mana telah sesuai dengan alasan dan berbagai ketentuan, persyaratan dan prosedur sebagaimana yang telah ditentukan oleh undang-undang, akan tetapi hal tersebut agaknya tetap bertentangan dengan hak konstitusional warga di bidang ketenagakerjaan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak pekerja/buruh yang mengalami PHK adalah dengan menuntut upaya administratif yang penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara bipartit antara pekerja dan pengusaha sebagai pihak yang terikat dalam hubungan kerja (Muhammad Emil Kesuma, 2020). Selain itu, perusahaan yang telah melakukan PHK kepada pekerja/buruh juga memiliki kewajiban apabila sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan untuk memberikan pesangon kepada pegawai/buruh yang diberhentikannya. Selain uang pesangon, perusahaan juga harus mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan bahwa pegawai/buruh tersebut pernah bekerja di perusahaannya (Muhammad Emil Kesuma, 2020). Hal demikian dikarenakan pengalaman bekerja menjadi salah satu syarat suatu perusahaan untuk dapat menerima calon pegawainya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya realisasi atas jaminan perlindungan tenaga kerja dapat menciptakan suatu koneksi kerja, baik antara pengusaha maupun pekerja. Koneksi tersebut merupakan bentuk hubungan kerja sebagaimana yang berasal dari perjanjian kerja. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (untuk selanjutnya disingkat UUK), telah disebutkan bahwa baik antara pekerja dan pengusaha memiliki hubungan sebagaimana yang tertuang dalam bentuk suatu perjanjian kerja, dan dengan memiliki unsur-unsur adanya pekerjaan gaji dan perintah (Patricia Mara’Ayni Neysa, 2020). Sehingga apabila terjadi PHK yang dilakukan oleh perusahaan, maka perusahaan bertanggung jawab dalam memberikan pesangon dan mengakui secara formal bahwa pekerja/buruh yang telah di PHK pernah bekerja di perusahaan tersebut.
Pada intinya, pelaksanaan PHK yang dilakukan oleh perusahaan harus disesuaikan dengan ketentuan yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan agar amanat dalam Pasal 28D Ayat (2) UUD NRI 1945. Hal tersebut, demi mewujudkan perlindungan hukum bagi pekerja yang mencerminkan adanya keadilan terhadap tiap-tiap pekerja. Sejalan dengan teori perlindungan hukum yang disampaikan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan dari orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum (Satjipto Rahardjo, 2000). Dalam hal ini, berlaku pula bagi pekerja yang terkena PHK akibat pandemi Covid-19 karena bagaimanapun juga hak-hak tenaga kerja yang terkena PHK berdimensi HAM dimana berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Gawati, Veren Kris dan Antari, Putu Eva Ditayani. “Sosialisasi Hak Tenaga Kerja yang Dirumahkan Akibat Pandemi Covid-19 di PT. Global Retailindo Pratama”. Jurnal Masyarakat Merdeka. Vol. 3. No. 1. 2020.
Juaningsih, Imas Novita. “Analisis Kebijakan PHK bagi Para Pekerja pada Masa Pandemi Covid- 19 di Indonesia”. Adalah: Buletin Hukum & Keadilan. Vol. 4. No. 1. 2020.
Kementrian Ketenagakerjaan. “Menaker Beri Bantuan bagi Korban PHK dan Dirumahkan”. Aqi.co.id. https://aqi.co.id/news/deretan-startup-berbasis-it-yang-lakukan-phk-karena-covid/. Diakses pada 7 Desember 2020.
Kesuma, Muhammad Emil. 2020. Analisis Pemutusan Hubungan Kerja secara Sepihak. Skripsi. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Mosya, Ramlan dan Fitri, Rizki Rahayu. “Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja dari Tindakan PHK Perusahaan di Masa Covid-19”. Suloh Jurnal Program Studi Magister Hukum. 2020.
ADVERTISEMENT
Neysa, Patricia Mara’Ayni dan Sarjana, I Made. “Pengaturan Pemberian Pesangon bagi Pekerja yang Mengalami PHK pada Masa Pandemi Covid-19”. Jurnal Kertha Semaya. Vol. 8. No. 11. 2020.
Randi, Yusuf. “Pandemi Corona sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja oleh Perusahaan Dikaitkan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Yurisprudensi. Vol. 3. No. 2. 2020.
Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti Bandung. Bandung.
World Health Organization. “WHO Coronavirus Disease (Covid-19) Dashboard.” Covid19.who.int. https://covid19.who.int/table/. Diakses pada 5 Desember 2020.
Zaini, Ahmad. “Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menurut Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan”. Al – Ahkam. Vol. 13. No. 1. 2017.