Kisah Anak Gurun Mohed Altrad, yang Miliki Kekayaan Rp 51 Triliun

Konten dari Pengguna
27 Juli 2020 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mohed Altard. Foto : Forbes
Perjuangan Mohed Altrad untuk menjadi pengusaha scaffolding ternama di dunia tidaklah mudah. 2018 lalu, namanya tercatat pada daftar 1000 miliuner Forbes pengusaha migran paling sukses. Kini, tahun 2020 ini, kekayaan Altrad mencapai 3,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 51 triliun. Altrad sendiri dilahirkan dari suku gurun ‘Badui’ Suriah. Suku ini dikenal dengan hidupnya yang nomaden, berpindah-pindah dari gurun pasir satu ke gurun lainnya.
ADVERTISEMENT
Ibunya merupakan seorang wanita miskin muda yang sejak 12 tahun sudah diperkosa oleh pemimpin sukunya. Sejak dilecehkan, sang ibu melahirkan dua anak. Pertama kali, ia melahirkan seorang bayi laki-laki kakak Altrad yang kemudian dibunuh. Yang dua, ia melahirkan Altrad. Meski begitu, ibunya kemudian meninggal ketika Altard masih balita. Altard juga tak mengetahui kapan tepatnya ia lahir. Altard memilih 9 Maret 1949 sebagai tanggal lahirnya.
Lantaran sang ibu meninggal, ayah Altrad, si pemimpin suku mengembalikan Altard ke neneknya. Ketika diasuh sang nenek, Altard tidak diperbolehkan sekolah. Ia harus merawat kambing, domba dan unta layaknya seorang Badui sejati.
Beruntung, seorang kerabat jauh mengadopsi dan membawanya tinggal di Raqqa, Suriah. Di sana, Altard menempuh pendidikan dan bahagia. Baginya ia dapat menemukan kebebasan jiwa ketika bersekolah. Altard juga mendapat nilai bagus disemua mata pelajaran sampai ia SMA. Kepintaran juga membawanya mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi di Prancis dengan jurusan fisika dan matematika.
ADVERTISEMENT
Ketika berangkat ke Prancis, dirinya sama sekali tidak mengerti bahasa Prancis. Selama enam bulan, Altard belajar bahasa Prancis di Montpellier. Ketika liburan antar semester, Altard mengisi hari-harinya dengan bekerja di perkebunan anggur. Ia juga sempat bekerja membersihkan jalan-jalan dan jalur perakitan pabrik.
Setelah menyelesaikan sarjana di Montpellier, Altard mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 pada program ilmu komputer pindah ke Paris. Di sana, ia bekerja paruh waktu sebagai insyinyur pemula sambil menempuh pendidikan.
Setelah menyelesaikan Ph.D, Altard kemudian bekerja di departemen informasi dan teknologi untuk perusahaan minyak nasional Abu Dhabi. Selama empat tahun, ia, sang istri dan kedua anaknya tinggal di Abu Dhabi. Pekerjaanya termasuk merancang jaringan telekomunikasi untuk berkomunikasi antara orang-orang di anjungan minyak lepas pantai.
ADVERTISEMENT
Ketika kembali ke Prancis, Altard kemudian memeli perusahaan mesin konstruksi yang nyaris bangkrut. Perusahaan itu hampir bangkrut lantaran para buruh terus melakukan mogok kerja. Ia juga mengajak temannya untuk bergabung, dengan Altard mengakuisi 90% saham perusahaan.
Altard memimpin perusahaannya dengan kesungguhan dan ketulusan. Ia mendapatkan kepercayaan buruh dengan tidak egois dan optimis. Altard bercerita kepada para buruh yang suka mogok itu. Ia mengataka bahwa dirinya mempertahurkan seluruh tabungan hasil kerja kerasnya selama empat tahun. Dengan rendah hati ia mengaku kepada para buruh bahwa ia tak tahu berbisnis dan tak mengerti mengurus pabrik. Meskipun demikian ia tetap optimis dengan bisnis ini. Ketulusan dan kerendahan hatinya ini mampu meluluhkan hati para buruh. Bila tidak dibeli Altard, pabrik juga bangkrut dan mereka terancam tak memiliki pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Bisnisnya sukses. Altard menjadi pengusaha scaffolding terbesar di dunia. Ia terus-terusan mengakuisi perusahaan scaffolding di berbagai dunia. Altard Group telah menjalin dengan 170 afiliasi di seluruh dunia dengan keuntungan tahunan lebih dari 200 juta dolar AS.