Kisah Prajogo Pangestu, Orang Terkaya Ketiga di RI yang Pernah Jadi Sopir Angkot

Konten dari Pengguna
2 Juni 2020 12:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, nama Prajogo Pangestu mungkin belum terlalu dikenal. Namun, perlu diketahui, pria yang lahir di Sungai Betung, Kalimantan Barat ini bukan laki-laki biasa. Pada tahun 2019, Majalah Forbes memasukkan namanya sebagai orang terkaya ketiga di Indonesia. Hingga tahun tersebut, diketahui Prajogo memiliki kekayaan sebanyak US$ 7,6 miliar atau setara Rp106,4 triliun.
ADVERTISEMENT
Namun, alih-alih membahas jumlah harta yang terlalu banyak tersebut yang mungkin bisa membuat kita pusing, ada baiknya mengetahui kisah perjuangan Prajogo dari nol. Menjadi manusia super kaya, ia telah membayar segalanya lewat perjuangan dan kerja keras.
Jauh sebelum menjadi lelaki selayaknya saat ini, Prajogo menjalani hidup yang prihatin. Pada tahun 1960 di kampung halamannya di Kalimantan Barat, ia tak mendapati hidup yang menjanjikan sama sekali. Lantaran gelisah tak mendapat pekerjaan, ia merantau ke Jakarta untuk bertaruh nasib.
Sesampainya di Jakarta, hidup ternyata belum juga berpihak padanya. Rencananya berjalan tak sebagaimana yang diharapkan: di Jakarta, Prajogo gagal mendapatkan pekerjaan. Maka dengan membawa kegagalan itu, Prajogo lantas kembali ke Kalimantan Barat dan menjadi sopir angkot.
ADVERTISEMENT
Namun, sebagaimana nasib ke depan yang tak ada seorang pun yang tahu, kegagalan dan profesi sopir angkot ternyata menghadapkan Prajogo pada kemungkinan lain. Pekerjaan itulah yang jauh ke depan mengantarkan Prajogo pada kondisi sukses seperti sekarang.
Di sela-sela pekerjaan itu, Prajogo bertemu dengan seorang pengusaha kayu asal Malaysia, Bong Sun (Burhan Uray). Dari pertemuan itu, pada 1969 Prajogo lantas memutuskan bergabung di perusahaan milik Bong, yakni PT Djajanti Grup.
Singkat kata, tujuh tahun kemudian, lantaran kariernya yang bagus di bidang industri kayu, Prajogo lantas menjadi General Manager pabrik PT Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur.
foto: barito-pacific.com
Namun, menjadi seorang General Manager, Prajogo tak lantas berpuas diri. Tak berlangsung lama, ia lantas memutuskan keluar dari perusahaan tempat ia bekerja dan mendirikan perusahaan kayunya sendiri, CV Pacific Lumber Coy, yang kemudian sempat diganti nama menjadi PT Barito Pacific Timber.
ADVERTISEMENT
Berawal dari didirikannya perusahaan itu, hidup terlihat mulai berpihak pada Prajogo. Tahun 1993, perusahaan itu mulai dikenal masyarakat luas dan pada tahun 2007 namanya diubah menjadi Barito Pacifik.
Pada tahun yang sama pula, Prajogo mengakuisisi 70% perusahaan petrokimia, Chandra Asri, yang berdagang di Bursa Efek Indonesia. Dari akuisisi tersebut, kekayaannya semakin melimpah ruah.
Tak cukup sampai di situ, selanjutnya Prajogo mendirikan PT Chandra Asri Petrochemical yang merupakan hasil gabungan dengan Tri Polyta Indonesia. Perusahaan tersebut menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Dari perjuangannya yang beruntun, hidup telah menghadapkan Prajogo pada banyak macam pencapaian. Tak hanya menjadi seorang konglomerat yang namanya masuk dalam daftar orang terkaya Forbes, pada Agustus tahun lalu, Prajogo mendapatkan penghargaan dari Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Pria yang kini berusia 76 tahun itu mendapatkan Bintang Jasa Utama lantaran dedikasinya terhadap Industri Petrokimia dan Panas Bumi di Indonesia. Lewat penghargaan itu, selain menjadi lelaki super kaya hingga banyak orang menyebutnya sebagai taipan, kini Prajogo juga menjadi warga sipil yang memperoleh kehormatan atas pelayanannya yang istimewa pada negara.
*** Saksikan video menarik di bawah ini: