Kisah Preman Pasar Senen Insyaf Beralih ke Usaha Tambak, Kini Omzetnya Miliaran

Konten dari Pengguna
11 Juni 2021 14:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Youtube.com/Helmy Yahya
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Youtube.com/Helmy Yahya
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kehidupan memang sangatlah keras. Manusia nyaris tak bisa bertahan jika ia sendiri tak bisa keras kepada hidup itu sendiri. Salah satu contohnya seperti yang dilakukan oleh Muhammad Iksan.
ADVERTISEMENT
Jika berjalan-jalan di Youtube, Anda akan menemukan banyak video yang menceritakan tentang Iksan. Mengapa demikian? Ya, ia kini merupakan seorang pengusaha tambak yang super sukses.
Ikhsan merupakan pengusaha tambak yang memiliki lahan tambak seluas 700 hektar. Di dalamnya berbagai hewan ternak air, seperti rumput laut, bandeng, hingga udang hidup dan menjadi komoditas pria yang akrab disapa Bang Mandor.
Dalam satu bulan, Iksan mampu mendatangkan omzet Rp 40 miliar hingga Rp 50 miliar. Tambak luas yang berada di kawasan Muaragembong, Bekasi, Jawa Barat itulah yang kemudian mengubah jalan hidup Bang Mandor.
Padahal, jika melihat masa lalunya, keadaannya sekarang jelas tak mencerminkan jalan hidup seorang Iksan. Boro-boro memiliki tambak ratusan hektar, untuk tidur saja, Iksan perlu memutar otak setiap malam.
ADVERTISEMENT
Iksan sebenarnya merupakan putra Muaragembong asli. Namun, di kampung halamannya, Iksan bukanlah orang baik-baik. Banyak kasus penganiayaan pernah ia lakukan.
Suatu hari ia pernah berantem dengan dua orang pemuda sekampung. Tak main-main, Iksan dan dua pemuda itu berduel dengan menggunakan senjata tajam.
Kejadian itu tak cuma sekali terjadi, Iksan berkali-kali pernah menghadapi pemuda-pemuda lainnya untuk berduel. Akar masalahnya sebenarnya tak jelas. Gengsi anak muda menjadi sebab utama perkelahian tersebut.
Berkali-kali polisi mendatangi rumahnya karena berbagai masalah yang ia lakukan. Berkali-kali pula ibunda Iksan menangis karena sedih melihat tingkah anaknya.
Karena sudah merasa tidak enak dengan orang tua di kampungnya, Iksan pun pergi ke daerah Pasar Senen, Jakarta pada kisaran tahun 1998 untuk menghindari masalah. Lari dari masalah, tak membuat masalah Iksan yang lainnya selesai.
ADVERTISEMENT
Berpindah ke Pasar Senen justru membuat jalan hidupnya semakin keras. Baru beberapa hari tinggal di sana saja, Iksan sudah dipukuli oleh preman-preman setempat.
Untuk bertahan hidup, Iksan terpaksa berprofesi sebagai pengamen. Dari Muaragembong, ia memang sudah sengaja membawa sebuah gitar milik temannya dan uang seribu rupiah.
Dari bus ke bus, rumah ke rumah, kios ke kios, ia datangi. Bernyanyi di belantara Jakarta, di bawah terik matahari, juga bayang-bayang kejahatan yang mengintai setiap saat, tak membuat Iksan mundur.
Jika malam tiba, ia terpaksa mencari-cari lorong-lorong kosong di daerah Pasar Senen agar tak kedinginan saat malam. Ketika pagi tiba, ia mesti bergegas kembali mencari penghidupan.
Bertahun-tahun cara hidup demikian dijalani Iksan. Sampai-sampai ia bersulih menjadi salah satu preman paling disegani di terminal. Banyak area ia kuasai. Kali ini, Iksan tak lagi mengamen demi mencari makan.
ADVERTISEMENT
Namun, menjalani hidup seperti itu ternyata tak membuat ia puas. Hati kecil Iksan selalu berkata bahwa ia tak selalu harus begini. Akhirnya, bertahun-tahun profesi sebagai preman dijalani Iksan, ia berhenti juga.
Bermodalkan keberanian dan sedikit modal yang ia kumpulkan, Iksan berhasil membebaskan 700 hektar lahan di kampung halamannya sendiri.
Kini ia kembali ke rumah masa kecilnya, bukan lagi sebagai preman, tetapi sebagai seorang pengusaha sukses yang menginspirasi banyak orang.