Kisah Sarno Sukses Bangun Bisnis Lab Pramita, Dulunya Hanya Cleaning Service

Konten dari Pengguna
1 Maret 2021 13:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sarno Eryanto saat menerima penghargaan atas Lab Pramita-nya. (Foto: Instagram/@sarnoeryanto).
zoom-in-whitePerbesar
Sarno Eryanto saat menerima penghargaan atas Lab Pramita-nya. (Foto: Instagram/@sarnoeryanto).
ADVERTISEMENT
Bisnis laboratorium klinik merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat, khususnya bagi penderita suatu penyakit tertentu. Di Indonesia, cukup banyak laboratorium klinik yang tersebar di berbagai tempat, salah satu yang sukses adalah Pramita Laboratorium (lab) milik Sarno Eryanto.
ADVERTISEMENT
Lab ini didirikan oleh Sarno untuk pertama kalinya pada 1987 di Jalan Dharmawangsa, Surabaya. Lab yang terkenal banyak diminati karena menawarkan berbagai inovasi buah pikiran Sarno, pendiri sekaligus menjabat sebagai Presiden Direktur Pramita Lab.
Sarno Eryanto, lahir pada 1959 di sebuah desa terpencil di daerah Brebes, Jawa Tengah, Desa Penanggapan namanya, desa yang secara budaya masih cukup tertinggal pada masa itu karena faktor geografis yang agak sulit dijangkau dari pusat. Sarno bahkan mengaku saat itu belum pernah melihat langsung seperti apa bentuk mobil atau kereta api. Pada saat menginjak umur 7 tahun, barulah ia diajak hijrah ke Kota Surabaya oleh Ibu tirinya.
Di Surabaya, kehidupan keluarganya sangat terbatas, terkadang tidak mencukupi. Ibunya buta huruf, dan ayahnya hanya seorang tentara berpangkat rendah yang hanya lulusan SD. Akan tetapi, keprihatinan hidupnya itulah yang menjadikan dirinya untuk berkepribadian tangguh, mandiri, dan pekerja keras.
ADVERTISEMENT
Pertengahan 1970-an, saat di mana Sarno menduduki bangku SMA-nya adalah saat dimana segalanya bermula. Ia mulai mengais nafkah lewat kegiatan wirausaha, seperti dengan berjualan jamu temulawak yang ia distribusikan ke toko-toko, atau berjualan obat di pinggir jalan dengan sebuah rombong. Sampai akhirnya ia merasa berwirausaha dengan cara seperti itu kurang menguntungkan, karena terkadang tidak sepadan dengan tenaga yang dikorbankan. Akhirnya, ia mencoba untuk melamar bekerja di sebuah apotek di daerah Bangunharjo, Surabaya. Ia diterima oleh bos apotek tersebut untuk menjadi seorang Cleaning Service.
Seperti Cleaning Service pada umumnya, pekerjaannya adalah membersihkan segala fasilitas apotek. Bedanya, etos kerja yang ditunjukkan Sarno tidak main-main, inisiatifnya begitu tinggi. seringkali saat bekerja di apotek tersebut, ia menawarkan bantuan kepada para pekerja bagian lainnya. Ketekunan inilah yang membuat bos apotek tersebut tak segan untuk mengangkat posisinya.
ADVERTISEMENT
Ia sering membantu pekerjaan asisten apoteker hingga berhasil membangun relasi yang baik. Ia tidak mengeluh apabila disuruh-suruh untuk mengambilkan obat, bahkan ia mengerjakannya dengan sangat baik. Ia hafal nama dan ukuran obat yang jumlahnya ribuan, hingga akhirnya ia diangkat menjadi bagian resepsionis. Lalu ia dipindahkan ke bagian gudang. Ia yang juga sering membantu pekerjaan administrasi sehingga diangkat menjadi kepala administrasi.
Berkat kepiawaiannya dalam bekerja di apotek tersebut, pada akhirnya ia berhasil diangkat menjadi asisten apoteker. Melalui jabatan ini juga ia banyak belajar banyak soal dunia medis. Ia mulai mengetahui berbagai macam hal tentang obat-obatan, mulai dari resep jenis-jenis obat seperti sirup, drop, injeksi dihafalnya. Padahal, ia tidak pernah mengenyam pendidikan kuliah di bidang ini.
ADVERTISEMENT
Sampai akhirnya, ia berhasil menjalin relasi dengan eks-rektor Universitas Airlangga (Unair), Dr. Puruhito. Dr. Puruhito menyarankan Sarno untuk berkuliah di Unair dengan mengambil Diploma Analis Medis. Selulusnya dari SMA, ia mengikuti saran Dr. Puruhito. Namun, saat itu pula ia sadar bahwa biaya kuliah semakin membebani dirinya.
Guna mengatasi tuntutan finansial tersebut, Sarno kembali memutuskan untuk berdagang. Sehubungan ia tinggal di Surabaya, ia acapkali datang ke pelabuhan Tanjung Perak untuk mengambil barang-barang impor yang masuk yang kemudian ia jual. Ia kemudian meneruskan kuliah di Fakutas Hukum (FH) Unair sembari bekerja di lab klinik milik dosennya. Saat bekerja disini, ia melihat alat-alat lab bekas yang tidak digunakan dan masih dapat bekerja dengan baik milik sahabatnya yang juga seorang dokter. Atas izin sahabatnya tersebut, ia bisa menggunakan alat-alat itu untuk membuka usaha lab sendiri.
ADVERTISEMENT
Lewat kebaikan sahabatnya tersebut, pada 1985, Sarno kemudian membuka Lab Klinika bersama 7 temannya di Analis Medis, berbekal modal Rp 8 juta hasil patungan dengan 7 temannya itu. Ia diangkat menjadi direktur lab tersebut. Namun akibat kekacauan internal, yakni berebut posisi direktur, ia keluar dari sana dan kembali melanjutkan kuliahnya di FH Unair. Ia akhirnya berkenalan dengan Kyai Sulton, suami sahabatnya yang kemudian mengajak membuka bisnis lab bersama dengan nama Lab Sima yang berlokasi di Malang agar tidak dianggap menyaingi Lab Klinika. Lab tersebut perlahan sukses hingga akhirnya terdengar juga oleh pihak Lab Klinika. Atas dasar dengki, teman-temannya di Lab Klinika mempersulit dividen saham Sarno sebagai salah satu pemegang saham Lab Klinika yang tercatat.
ADVERTISEMENT
Kecewa, akhirnya Sarno 'mengamuk,' pada 1987, lahirlah Lab Pramita di Surabaya, tepatnya di Jalan Dharmawangsa. Ia sengaja mendirikannya di kota tersebut guna menantang teman-temannya di Lab Klinika yang sudah berbuat jahat kepadanya.
Hanya dalam setahun berdiri, Lab Pramita cepat dikenal namanya. Hal ini tidak lepas dari inovasi Sarno untuk mendirikan sebuah lab klinik yang bersahabat dengan pelanggan, khususnya secara pelayanan. Lab Pramita menawarkan jam operasi yang fleksibel, buka tiga kali dalam sehari dari pukul 6.00 hingga 21.00 . Hal ini bertujuan agar pelanggan yang sibuk pun bisa lebih leluasa untuk melakukan cek kesehatan. Selain itu, pelayanan yang diberikan juga sangat bersahabat dan sangat modern. Hal ini disambut positif oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berkat kesuksesan tersebut, maka sepanjang 1987 hingga 2019, Sarno berhasil membuka cabang Pramita hingga 34 kantor lab di berbagai daerah seperti Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Medan, hingga DKI Jakarta. Karyawan Lab Pramita saat ini mencapai ribuan di seluruh cabang, belum termasuk dokter, profesor, dan tenaga lainnya.
Berbagai penghargaan juga berhasil diraih Sarno dan PT. Pramita (nama baru Pramita pada 2007) seperti TOP Brands Awards, ISO 9001, CXSQ Awards, dan banyak lagi.