Pernah Jadi Pedagang Kaki Lima, Kini Buka Lowongan Kerja untuk Kaum Difabel

Konten dari Pengguna
4 April 2020 15:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi tuna daksa. Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi tuna daksa. Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
ADVERTISEMENT
Keterbatasan adalah apa yang biasa ditemui oleh tokoh-tokoh di dalam profil orang sukses. Mereka mendapati diri mereka sendiri memiliki keadaan yang tidak memungkinkan untuk dapat hidup dengan baik.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan tidak membuat mereka bisa bergerak lebih leluasa, sebagaimana orang yang berkecukupan. Mereka harus mendorong dirinya untuk berpijak pada pilihan-pilihan yang sebenarnya mereka tahu bahwa terdapat resiko yang dapat menjatuhkan mereka.
Semua itu menggambarkan perjuangan Mochamad Shobiq, pendiri kafe bernama Warunge Mbo Kom. Kafe ini sama seperti kafe-kafe pada umumnya, menyajikan makanan dan minuman, tempat yang nyaman hingga hiburan. Yang membedakan kafe milik Obiq ini dengan kafe yang lain adalah pegawai-pegawainya memiliki latar belakang yang beragam seperti penyandang difabel dan mantan narapidana.
Obiq mempekerjakan penyandang difabel dan mantan narapidana bukan tanpa sebab. Semua itu berkaitan dengan pengalaman hidupnya sebagai penyandang tuna daksa.
Berjuang meski dicemooh
Pria kelahiran Gresik, 17 November 1986 menyandang status sebagai tuna daksa sejak lahir. Hal itu membuat ia harus menerima hinaan dan cemooh dari orang di sekeliling maupun orang terdekatnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu ia tetap berani untuk menghadapi kenyataan. Obiq pergi dari Gresik menuju Surabaya untuk mencari peruntungan.
Awalnya, perjalanan Obiq di Surabaya tidak berjalan dengan baik. Karena hanya bermodalkan nekad dan doa, Obiq harus menjalani hari-hari di Surabaya seperti pengelana. Ia tidak memiliki kenalan siapa pun, sehingga harus beristirahat dan tidur di masjid atau mushola.
Keterbatasan yang ia alami selama di Surabaya tak menyurutkan semangatnya untuk menimba ilmu. Obiq mencoba untuk mendaftarkan diri di Universitas Negeri Surabaya. Memang saat itu Obiq tidak memiliki biaya, tapi dirinya beruntung karena ia memiliki seorang kerabat yang bersedia untuk membiayai uang kuliahnya.
Selama di Surabaya, Obiq juga berusaha mencari pekerjaan untuk menyambung hidup. Perjuangannya ini terbilang amat berat karena ia tidak ada lapangan pekerjaan yang bersedia untuk menerimanya. Kesulitan ini berasal status Shobiq sebagai tuna daksa sehingga orang-orang enggan untuk mempekerjakannya.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, Obiq memilih untuk memulai bisnis. Bisnis pertama Obiq adalah berjualan es kacang hijau. Ide ini datang dari penjual es kacang hijau langganannya Obiq di kampus.
Saat itu Obiq berada di posisi sulit karena untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja terbatas . Ia harus tinggal di sebuah gudang yang disediakan oleh temannya dan makan sehari sekali. Meski begitu tatap berkeinginan untuk merintis usaha es kacang hijau.
Walaupun menghadapi nasib yang tidak berpihak kepadanya, Obiq tidak menghadapinya sendirian. Obiq memiliki beberapa kawan baik hati yang selalu membantunya melewati berbagai kesulitan.
Obiq sempat membuat gerobak sendiri yang ia susun dari paku dan kayu bekas. Gerobak jelek itu kemudian diganti oleh temannya dengan gerobak bekas namun masih layak pakai juga peralatan untuk memulai bisnis es kacang hijau Obiq.
ADVERTISEMENT
Usaha Obiq tidak berhenti sampai situ. Demi mendapatkan modal untuk membeli bahan baku es kacang hijau, Sobiq rela bersih-bersih di sebuah kios es kelapa.
Bisnisnya berkembang
Upaya pertama yang dilakukan Obiq untuk menjalankan usaha es kacang hijaunya adalah menjajakannya dengan berkeliling. Ia mengarungi Surabaya dengan gerobaknya untuk bisa mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dalam berbisnis, selalu saja ada tantangan yang harus dihadapi, begitu juga yang dialami oleh Obiq. Percobaan pertamanya untuk menjajakan es kacang hijau tidak berjalan dengan baik. Meski berkeliling, Obiq tidak mendapatkan pelanggan.
Ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli bahan baku untuk hari esok, tapi, temannya kembali membantunya tanpa ia minta sama sekali, sebagaimana di awal ia mulai berjualan. Alhasil, Obiq bisa bertahan hingga menemukan pelanggan-pelanggannya.
ADVERTISEMENT
Terkadang, orang-orang yang Obiq temui ketika berjualan melihatnya dengan iba. Mereka membeli Obiq sejumlah uang tanpa membeli dagangannya. Perlakuan seperti ini justru tidak membuat Obiq senang. Ia merasa bahwa ia tak perlu dikasihani karena ia masih mampu untuk berjuang.
Perjuangan tersebut ternyata membuahkan hasil. Gerobak es kacang hijau yang awalnya ia bawa keliling berubah menjadi lapak dengan atap dan tempat duduk. Selain itu, Obiq juga menambahkan sajian lain seperti gorengan dan kopi.
Siap gagal membangun kafe
Warunge Mbok Kom milik Obiq. Foto: https: warunge-mbok-kom.business.site
Berawal dari satu kios, Obiq akhirnya mampu membuka kios-kios lain. Hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan bagi Obiq sehingga ia mampu membeli motor, mobil, bahkan sebuah rumah.
Semua yang dimiliki oleh Obiq sebenarnya sudah membuat hidupnya lebih baik dari sebelumnya, tapi ia memilih menggadaikan semuanya untuk membangun sebuah kafe.
ADVERTISEMENT
Obiq mengingat masa lalunya ketika ia merasa kesulitan dalam mencari pekerjaan dengan statusnya sebagai penyandang difabel. Pengalaman pahit ini ia jadikan landasan untuk mendirikan kafe yang nantinya mempekerjakan penyandang difabel. Obiq tidak ingin penyandang difabel merasa kesulitan seperti dirinya dulu, dan hal itu dapat terjadi jika ia memberikan kesempatan dengan membangun sebuah lapangan pekerjaan.
Langkah penuh resiko ini tentu saja mendapatkan tentangan. Penolakan dan cemoohan menerpa Obiq saat ingin membuka kafe yang diambil dari nama ibu kandungnya ini, tapi, baik hinaan dan penolakan baginya sudah seperti makanan sehari-hari sehingga ia tetap berpegang teguh kepada keinginannya.
Akhirnya, Obiq berhasil menjadi pengusaha yang mendirikan kafe dan mempekerjakan penyandang difabel. Pada tahun 2018, ia memiliki 37 karyawan dan mendapatkan omzet hingga 45 juta per bulan. Semua itu tidak bisa ia dapatkan seandainya ia sejak awal sudah pasrah terhadap keadaan dan nasib yang menerjangnya.
ADVERTISEMENT