Sempat Hidup di Kandang Ayam, Ini Kisah Hermanto Jadi Konglomerat dari Jual Cat

Konten dari Pengguna
7 Desember 2020 13:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hermanto Tanoko. (Foto: Youtube/SuccessBefore30)
zoom-in-whitePerbesar
Hermanto Tanoko. (Foto: Youtube/SuccessBefore30)
ADVERTISEMENT
Hermanto Tanoko merupakan konglomerat di balik kesuksesan Tancorp, sebuah group yang menaungi berbagai brand aktif di Indonesia dan memiliki bermacam unit bisnis yang sukses, serta memiliki 15 ribu karyawan.
ADVERTISEMENT
Kesuksesan yang ia raih saat ini tidak terlepas dari kerja kerasnya sedari dini. Pria kelahiran Malang ini harus merelakan waktu bermainnya untuk bekerja membantu sang Ayah.
Hermanto merupakan anak bungsu dari mendiang Soetikno Tanoko, pendiri perusahaan cat Avian. Keluarga ini berasal dari latar belakang yang kurang mampu.
Dikutip dari YouTube Success Before 30, keluarga Hermanto mengalami masa sulit, pada tahun 1960-an di Indonesia sedang ada kasus politik bahwa keturunan Tionghoa yang WNA harus dipulangkan ke asalnya dan tidak boleh berdagang di Indonesia. Merasakan dampak dari kasus ini, akhirnya keluarga Hermanto harus berpindah-pindah tempat tinggal, seperti di emperan dan juga di vihara.
Tepat 1962, sang ayah akhirnya bisa menyewa rumah yang padahal itu adalah bekas kandang ayam dengan ukuran 1,5 m x 9 m beralaskan tanah. Saat tinggal di sana dan pada tahun yang sama, Hermanto pun lahir di kandang ayam itu. Ia bersama Ayah, Ibu, dan 4 saudara lainnya menetap di satu ruangan yang kecil.
ADVERTISEMENT
Dengan kehidupan yang serba pas-pasan, orang tua Hermanto tidak menyerah dan terus bekerja keras untuk mendapatkan hidup yang lebih layak. Saat itu, Ayahnya harus mengayuh sepeda ke Singosari untuk membeli hasil bumi dari para petani lalu dijual di kota Malang. Sementara ibunya, menjual pakaian bekas di depan rumahnya.
Suatu ketika, sang Ibu mendapatkan untung yang besar dari hasil jualannya, lau dibelikanlah ayam dan diolah menjadi opor untuk hidangan keluarganya. Namun, sang Ayah yang baru pulang dan melihat makanan “mewah” itu langsung marah ke Ibunya karena bagi Ayahnya, belum saatnya keluarga tersebut merasakan makanan “mewah” itu. Karena makanan sehari-hari mereka hanyalah beras jagung yang diolah menjadi bubur, sedangkan lauknya ikan asin dan sayur.
ADVERTISEMENT
Karena ketekunan dan kerja keras keluarganya, sang Ayah dapat membuka toko cat pada 1962, sedangkan Ibunya membuka toko kelontong pada 1964. Namun, kehidupan mereka pun masih dalam keadaan susah.
Hermanto sudah mulai belajar berdagang saat usianya menginjak 5 tahun. Ketika Imlek tiba, ia mendapatkan angpao. Uang yang ia dapatkan itu digunakan untuk berinvestasi sembako di toko kelontong milik ibunya. Ia membeli tepung saat harganya rendah, lalu ia jual kembali saat harganya naik. Dari situ ia mendapatkan keuntungan, walaupun sedikit.
Tak hanya itu, karena didikan kedua orang tuanya, Hermanto tidak mengeluh berada di keluarga yang kurang mampu. Ia semakin kreatif untuk mendapatkan uang sendiri.
Pada usianya sekitar 6 sampai 7 tahun, Hermanto tidak dapat membeli kelereng yang dimainkan oleh teman-teman sekolahnya karena uang saku yang diberikan Ibunya tidak cukup membeli jajanan yang ada di sekolahnya. Lalu, Hermanto berlatih main kelereng sendiri menggunakan batu-batu kecil di rumahnya, ia latihan terus menerus dan semakin jago.
ADVERTISEMENT
Ketika di sekolah, ia meminjam kelereng temannya untuk bermain, ia selalu memenangkan permainan itu dan mendapat kelereng yang sangat banyak dari hasil permainannya. Kelereng yang bagus-bagus ia cuci dan dijual di toko kelontong Ibunya lalu ia mendapatkan uang dari hasil penjualan kelereng itu.
Di usianya sekitar 8 – 10 tahun, Ayahnya mengajak Hermanto ke toko cat miliknya. Hermanto diminta untuk melayani pembeli. Dari menjaga toko cat ini, ia bisa belajar banyak tentang penjualan.
Kondisi keuangan keluarganya semakin membaik ketika usia Hermanto menginjak 14 tahun, Ayahnya bisa membeli toko apotek di dekat rumahnya. Lalu, Hermanto diminta kembali oleh sang Ayah menjadi penjaga apotek.
Di usianya yang masih belia, ia mengorbankan masa mudanya bermain dengan teman-teman sepantarannya karena harus bekerja untuk membantu sang Ayah sebagai penjaga apotek. Selain itu, ia sudah belajar mengatur waktu, ketika pagi sampai siang ia sekolah, siang sampai malam ia bekerja, dan pukul 4 sampai 5 pagi ia belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga memiliki impian ingin membuat apotek sang ayah menjadi ramai, Hermanto lalu mempelajari bagaimana cara kerja apotek di kota Malang yang ramai. Dalam waktu setahun, ia behasil membuat apotek milik ayahnya semakin laris.
Pada 1 November 1978, setelah Hermanto menikah di usia 19 tahun, Ayahnya kembali meminta dirinya untuk membantu di pabrik cat Avian, saat itu pegawainya hanya ada 18 orang.
Ketika dalam bisnisnya tersebut, ia selalu melakukan inovasi dan menghasilkan omzet yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.Kini, cat Avian sudah berdiri selama 40 tahun dan menjadi salah satu cat nasional terbesar di Indonesia.
Hermanto terus berekspansi dan kini ia menjadi pendiri Tancorp, sebuah group yang telah memiliki 15 ribu karyawan, menaungi 75 perusahaan, 300 brand, seperti cat Avian, No Drop, Cleo, Tanrise, hingga Vasa Hotel.
ADVERTISEMENT