Corona dan Kredit yang Merana

Konten dari Pengguna
4 Juli 2020 15:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rufhan Yudiashari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto : freepik.com
ADVERTISEMENT
Dunia dihebohkan dengan munculnya virus dari awal 2020 ini. Virus yang disebut Corona yang kemudian secara ilmiah dinamai COVID-19. Penularan yang sangat mudah dan sulit dideteksi menjadikan virus ini sudah menginfeksi hampir seluruh dunia. Untuk menanggulangi penyebaran virus corona ini, pemerintah melakukan pencegahan dengan memberlakukan physical distancing hingga PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar). Hal tersebut kemudian menyebabkan masyarakat mengalami keterbatasan untuk melakukan kegiatan di luar rumah, termasuk untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Tidak bisanya masyarakat untuk bekerja, jelas sekali akan berdampak pada produktivitas dan penghasilan mereka. Yang mengakibatkan pelaku usaha kekurangan pekerja untuk melnjalankan usahanya. Kemudian akhirnya berdampak juga pada menurunnya omset yang dialami oleh sebagian besar pelaku usaha. Baik pada sektor industri maupun maupun perdagangan. Berkurangnya omset juga berdampak pada berkurangnya pendapatan yang berujung pada tidak mampunya usaha-usaha yang menggunakan cukup banyak tenaga kerja tidak bisa membayar upah dan berujung pada PHK.
Pada bulan Maret lalu, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan keringanan berupa relaksasi kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan merils Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. UMKM usahanya terdampak langsung maupun tidak langsung oleh Covid-19 akan mendapatkan relaksasi kredit. Relaksasi yang diberikan bisa dalam bentuk penurunan suku bunga, perpanjangan, pengurangan tunggakan bunga, perpanjangan jangka waktu, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, pengurangan tunggakan pokok dan konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara yang berlaku sampai dengan maksimal satu tahun.
ADVERTISEMENT
Dari kebijakan relaksasi ini, pemerintah berharap relaksasi kredit dapat meirngankan beban masyarakat khususnya pelaku usaha untuk tetap mempertahankan usahanya agar tidak gulung tikar. Selain itu, relaksasi kredit juga diharapkan bisa menjadi stimulus fiskal untuk mendukung perekonomian di masa pandemi ini. Selain itu dalam POJK tersebut dijelaskan bahwa bank dapat menerapkan kebijakan untuk mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi bagi debitur terdampak COVID-19.
Bank sebagai penerima limpahan tanggung jawab relaksasi ini menerima beban yang cukup besar. Dengan likuiditas yang terbatas, tentu saja kebijakan ini kurang membawa angin segar bagi bank. Bahkan terlihat memberatkan bank. Dengan kondisi saat ini di mana pemerintah juga mengalami kesulitan akibat pandemi, bank seperti harus menjalankan kebijakan relaksasi kredit ini dengan sedikit bantuan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dari pihak kreditur sendiri masih belum memiliki kepastian dalam pelaksanaan relaksasi kredit. Lembaga-lembaga kredit yang memiliki kewenangan untuk menentukan mana kredit yang bisa dan akan diberikan relaksasi kredit. Belum spesifiknya koridor pelaksanaan untuk program ini membuat bank dan lembaga-lembaga kredit lain kebingungan dalam menentukan keputusan kredit yang akan direlaksasi. Pada pelaksanaannya, program ini kurang memiliki kekuatan yang jelas sehingga kondisi ketidakpastian ini menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Kebijakan relaksasi berupa restrukturisasi kredit ini kerap menuai salah pengertian. Nasabah menilai bahwa dengan kebijakan restrukturisasi kredit ini mereka mendapat bebas cicilan untuk satu tahun. Hal tersebut membuat banyak masyarakat yang berbondong-bondong untuk mengambil kesempatan untuk restrukturisasi kredit. Anggapan bahwa dengan relaksasi kredit akan terbebas cicilan selama setahun ternyata salah. Restrukturisasi tidak menghilangkan kewajiban tetapi hanya mendesain kembali perjanjian antara kreditur dan debitur. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah untuk kebijakan relaksasi kredit ini ditengarai menjadi salah satu penyebabnya. Sehingga informasi yang ada di tentang kebijakan ini tidak tersampaikan secara lengkap kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pada eksekusi di lapangan, masih cukup banyak kendala yang dihadapi. Laporan bahwa masyarakat mengalami kesulitan dalam pengajuan untuk program restrukturisasi. Masyarakat kerap dipersulit dengan syarat-syarat saat melakukan pengajuan. Di tengah usaha pemerintah untuk meringankan beban kredit masyarakat, juga masih banyak ditemui debt collector yang melakukan penagihan ke rumah-rumah. Adanya debt collector ini tentu saja semakin meresahkan warga yang sudah berada pada kondisi sulit di masa pandemi ini.
Ilustrasi Kartu Kredit Foto: Shutterstock
Relaksasi kredit perlu pengawasan yang ketat. Dibutuhkan mekanisme dari pemerintah maupun OJK untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan ini di lapangan. Jika perlu pemerintah mengeluarkan aturan yang dapat berakibat sanksi bagi yang melanggar. Dengan begitu, maka pelaksanaan dari program ini bisa tepat sasaran dan tidak menjadi tunggangan oleh oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan di tengah masalah COVID-19 ini.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya dengan adanya restrukturisasi, bank mendapat keuntungan dengan menurunnya risiko kredit macet yang dihadapinya. Penurunan kredit macet ini dimaksudkan agar pada saat pandemi ini berakhir kondisi likuiditas perbankan kembali normal dan perekonomian berjalan. Sehingga dengan terjaganya likuiditas, stabilitas sistem keuangan dapat juga terjaga.
Kebijakan relasksasi kredit ini bertujuan utama untuk menyelamatkan kondisi ekonomi. Oleh karena itu, untuk menyukseskan program ini perlu dilakukan sosialisasi yang lebih menyeluruh kepada masyarakat agar apa yang menjadi tujuan utama program ini bisa tersampaikan baik kepada kreditur maupun debitur. Sehingga rakyat sebagai penerima manfaat dapat benar-benar mendapatkan manfaat dari program ini.
Selain itu, pemerintah dapat menambahkan regulasi berupa penjelasan dan ketentuan-ketentuan lainnya yang dapat dijadikan petunjuk untuk memperjelas prosedur pelaksanaan relaksasi kredit. Penjelasan seperti ini dirasa perlu mengingat perbankan dan lembaga-lembaga kredit juga mengalami kebingungan dalam implementasi kebijakan ini. Karena penentuan kredit yang mendapat relaksasi ada di tangan bank ataupun lembaga kredit lain. Dengan hilangnya kebingungan dari pihak kreditur, maka pelaksanaan program khususnya dalam penentuan kredit yang akan direstrukturisasi memiliki dasar yang kuat. Sehingga dapat memperlancar program untuk berjalan lebih baik sehingga dapat memperlancar eksekusi dari kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tentunya kita semua berharap dengan kebijakan relaksasi kredit ini benar-benar dapat membantu masyarakat dan juga dapat mengembalikan kondisi perekonomian nasional. Sebagai maysarakat, kita juga harus ikut menudukung terlaksananya program dari pemerintah. Semoga kondisi pandemi ini cepat pulih dan keadaan kembali benar-benar normal seperti sedia kala.
Oleh : Rufhan Fidhin Yudiashari (Mahasiswa PKN STAN)