Napak Tilas Babad Pasirluhur: Variasi Legenda Raden Kamandaka

PUAN ALYA RACHMAH
Saya mahasiswi dari Universitas Jenderal Soedirman prodi Sastra dan Bahasa Indonesia.
Konten dari Pengguna
21 April 2022 18:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PUAN ALYA RACHMAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cerita rakyat adalah pengindonesiaan dari kata berbahasa inggris folklore yang berasal dari dua kata yaitu folk dan lore. Folk berarti gabungan kebudayaan yang sama, sedangkan lore adalah kebudayaan folk, yaitu kebudayaan yang diwariskan secara lisan dan atau melalui contoh gerak isyarat tertentu atau alat bantu mengingat.
ADVERTISEMENT
Babad Pasirluhur merupakan karya sejarah tradisional yang berkembang di daerah aliran sungai (DAS) Logawa-Mengaji-Serayu. Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa merupakan dua tokoh utama cerita rakyat yang berasal dari naskah cerita rakyat tersebut. Romansa kedua tokoh tersebut, kesaktian, dan kekuatan supranatural menjadi salah satu daya tarik cerita.
Pasirluhur merupakan kerajaan yang peninggalannya dapat ditemui dan dikunjungi, salah satunya adalah petilasan atau makam Patih Carangandul yang terletak di desa Tamansari, Banyumas. Beberapa bekas peninggalan lain dipercaya sebagai kediaman keluarga Adipati Kandadaha atau Arya Bangah yang merupakan ayah dari Dewi Ciptarasa. Adanya situs peninggalan tersebut membuat cerita rakyat Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa dianggap sebagai sejarah yang benar terjadi dan bukan hanya cerita rakyat atau legenda belaka.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana cerita rakyat yang memiliki variasi alur cerita.
Babad Pasirluhur memiliki 21 versi yang terdiri atas tembang dan gancaran atau prosa. Menurut Ryolita (2018), cerita tersebut tiga variasi berdasarkan transmisi masyarakat pendukungnya. Apa saja tiga versi dari kisah Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa?
1. Babad Pasirluhur Menurut Sri Yulianingsih, Juru Kunci Petilasan Patih Carangandul
Diceritakan bahwa Banyakcatra menyamar menjadi rakyat jelata bernama Raden Kamandaka. Ia merupakan putra mahkota dari Prabu Siliwangi, penguasa Pajajaran yang memiliki misi untuk mencari pasangan. Ia berkelana hingga Kerajaan Pasirluhur untuk memenuhi misinya dan menjadi pewaris Kerajaan Pajajaran.
Dalam pengembaraannya, Raden Kamandaka mendapatkan murka dari Adipati Kandadaha, penguasa dari Pasirluhur. Ia yang dikenal berstatus rakyat biasa, diam-diam menemui Dewi Ciptarasa, putri bungsu Adipati Kandadaha. Oleh karena itu, sang ayah menggelar sayembara untuk memburu Banyakcatra.
ADVERTISEMENT
Perburuan tersebut diikuti oleh salah satu adiknya yaitu Banyakngampar. Selama masa pengejaran, Banyakngampar yang tidak mengetahui bahwa buronan tersebut adalah kakaknya, berhasil melukai Raden Kamandaka. Daerah-daerah yang dilalui oleh keduanya kemudian dinamai sesuai dengan peristiwa yang terjadi, salah satunya adalah desa Kebocoran. Desa tersebut merupakan tempat Banyakngampar berhasil melukai Banyakcatra, sehingga ia mendapatkan luka parah dan banyak mengeluarkan darah dengan derasnya seperti bocor.
Kesaktian dan kekuatan supranatural pula diceritakan pada bagian ini yaitu berubahnya Banyakcatra menjadi kera atau yang dikenal sebagai Lutung Kasarung. Ia bersembunyi di Gua jatijajar selama diburu oleh pasukan Adipati Kandadaha. Dalam persembunyiannya, Banyakcatra mendapat kekuatan perubahan wujud menjadi kera.
Kesaktian lain menurut Sri Yulianingsih adalah pasangan Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa tidaklah meninggal, melainkan murca atau melakukan pertapaan agar jasad keduanya hancur sebagaimana manusia pada umumnya, tetapi jiwa masih dapat mendatangi anak keturunan serta abdinya.
ADVERTISEMENT
Terdapat 39 pupuh versi tembang pada naskah yang dimiliki oleh juru kunci petilasan Patih Carangandul. Selain menceritakan perjuangan dan keberhasilan Banyakcatra mempersunting Dewi Ciptarasa, tembang tersebut juga mengisahkan anak dan keturunan dari pasangan Raden Kamandaka dengan Dewi Ciptarasa.
Raden Banyak Belanak merupakan keturunan Raden Kamandaka yang pertama kali memeluk agama Islam dan mengganti agama resmi kerajaan Pasirluhur yang sebelumnya masih merupakan kerajaan bercorak Hindu-Budha. Agama Islam disyiarkan oleh 3 utusan Kerajaan Demak yaitu Patih Heidin, Patih Husein, dan Syekh Makdum Wali.
Di dalam naskah tersebut, dikisahkan pula pemberontakan yang didalangi oleh Banyak Thole dalam rangka mengembalikan kembali kepercayaan yang dipeluk oleh masyarakat. Perseteruan tersebut berakhir setelah terkalahkannya Patih Carangandul, panglima dari Banyak Thole yang memiliki ajian Rawarontek.
ADVERTISEMENT
Perjuangan cinta Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa, perebutan tahta, dan penyebaran agama merupakan tiga konflik utama dari kisah tersebut. Kisah romansa dengan penguatan kesaktian, versi ini lebih dikenal oleh masyarakat luas.
2. Versi Budi Sasongko
Budi Sasongko merupakan keturunan dari kerajaan Pasirluhur yang memberikan pendapat atas variasi cerita rakyat tersebut. Variasi yang dituturkannya lebih menguatkan atas silsilah kerajaan Pasirluhur. Menurutnya, Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa bukan hanya sekadar legenda, melainkan sejarah konkret. Beliau juga menyalin silsilah kerajaan Pasirluhur milik ayahnya, R. Soemarto Adhisaputro.
Menurutnya, mistis atau kesaktian yang dialami dan diperoleh Raden Kamandaka serta Dewi Ciptarasa hanya berfungsi untuk meningkatkan wibawa kebangsawanan.
3. Versi Carlan
Carlan merupakan seorang pegiat seni asal Banyumas. Beliau menganggap bahwa cerita rakyat Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa hanyalah legenda atau tuturan cerita yang berkembang di daerah Banyumas saja. Adanya bukti otentik seperti makam dan silsilah hanyalah pendukung dari legenda tersebut.
ADVERTISEMENT
Cerita rakyat yang tidak bisa dianggap sebagai sejarah konkret masih memiliki nilai estetik yang dapat dikembangkan sebagai kesenian dan menjadikannya sebagai daya tarik wisatawan. Oleh karena itu, Carlan memanfaatkannya sebagai alur cerita dalam pertunjukan tari.
Babad Pasirluhur termasuk ke dalam folklor lisan yang secara turun temurun diceritakan baik oleh juru kunci, maupun oleh para tetua. Cerita ini memiliki tiga variasi berdasarkan pendukung yakni juru kunci, Sri Yulianingsih, penjaga sekaligus pencerita Babad Pasirluhur yang memandang bahwa pelestarian cerita dapat menunjang pertumbuhan daerah sebagai daerah wisata, Budi Sasongko sebagai keturunan kerajaan yang tersisa, memandang bahwa Pasirluhur bukan hanya legenda saja, melainkan sejarah yang harus dijaga dan diestarikan, serta Carlan sebagai seniman yang memandang bahwa cerita rakyat memiliki estetika yang dapat menarik wisatawan.
ADVERTISEMENT