Di Kampung Kota Jakarta, Perempuan Memajukan Mobilitas

Puan Puan Bersepeda
Puan-puan Bersepeda hadir sebagai salah satu wadah untuk terus membahas pelbagai isu terkait perempuan dan kota. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memperkenalkan figur perempuan di balik jenama/gerakan/organisasi dan inisiasi.
Konten dari Pengguna
16 November 2021 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puan Puan Bersepeda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
*) Foto merupakan dokumentasi pribadi ITDP Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
*) Foto merupakan dokumentasi pribadi ITDP Indonesia
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kampung kota merupakan fenomena kota yang juga merupakan cerminan kawasan permukiman yang padat, ragam guna lahan dan bangunan dengan keunikan yang muncul sebagai bentuk ekspresi sosial dari warganya. Selain kampung kota itu sendiri menjadi 70-85% tumpuan perumahan warga kota (Kementerian Perumahan Rakyat, 2009), 80% rumah di kampung kota dimanfaatkan untuk kegiatan produktif (ekonomi) oleh penghuninya (Setiawan, 2010). Menariknya, kampung kota dan warganya berada di antara bangunan pencakar langit, kawasan permukiman elite dan kawasan menengah serta bangunan-bangunan komersial lainnya, jalan-jalan di kampung kota ini menghubungkan jalan-jalan utama dengan jalan-jalan lainnya. Alhasil, banyak juga pengendara kendaraan bermotor yang mengambil jalan-jalan kampung ini sebagai jalan pintas untuk menuju ke tujuan mereka. Mereka seringkali mengambil ruang pejalan kaki di trotoar, hingga memenuhi jalan kampung. Andai saja dilakukan desain yang lebih baik, bisa saja jaringan jalan ini menjadi tulang punggung mobilitas perkotaan yang baru.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2018, ITDP Indonesia mencoba mengunjungi 3 RW Proklim (Program Kampung Iklim) yang ada di Jakarta, yakni RW 01 Sunter Jaya (Jakarta Utara), RW 01 Cikini (Jakarta Pusat) dan RW 05 Mampang Prapatan (Jakarta Selatan). RW 01 Sunter Jaya terletak berdekatan dengan danau terbesar di Jakarta, memiliki potensi pengembangan kawasan wisata berbasis jalan kaki. Sementara itu, RW 01 Cikini yang terletak di jantung Ibu Kota dan pusat sejarah ini memiliki potensi sebagai kawasan ramah pejalan kaki dan pecinta seni. Di RW 05 Mampang Prapatan yang di dalamnya terdapat sekolah dan fasilitas layanan publik, memiliki potensi sebagai kawasan ramah anak.
Dalam perjalanannya, di ketiga kampung ini, kami berdiskusi dengan kelompok baik perempuan dan laki-laki terkait isu akses, keselamatan dan transportasi publik. Isu keselamatan pejalan kaki, utamanya bagi kelompok anak-anak dan lansia yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, menjadi kekhawatiran yang muncul dari diskusi tersebut. Hal ini juga didukung oleh kurangnya fasilitas pejalan kaki, sepeda dan transportasi publik yang tersedia. Hal ini juga disepakati oleh kelompok lanjut usia yang juga turut menambahkan adanya kebutuhan penempatan kursi di ruang jalan kampung yang fungsinya tidak hanya sebagai tempat istirahat namun juga tempat untuk bersosialisasi antar warga. Kami juga melakukan pengumpulan data sampel terhadap 200 KK yang ada di RW 01 Sunter Jaya.
*) Foto merupakan dokumentasi pribadi ITDP Indonesia
Dari hasil kuesioner yang dibagikan, kami mendapati bahwa tiga hasil teratas yang menjadi kekhawatiran perempuan di kampung adalah tidak adanya trotoar, gang-gang atau ruang jalan yang tidak aman bagi anak-anak dan kurangnya layanan transportasi publik serta fasilitas parkir sepeda. Hal ini cukup berbeda dengan keresahan yang dimiliki kelompok laki-laki yang menyampaikan kemacetan di jalan utama, simpang yang tidak aman serta lalu lintas truk yang melalui kampung sebagai tiga besar kekhawatiran mereka.
ADVERTISEMENT
Dari hasil pendataan perjalanan harian dengan sampel yang sama, berjalan kaki dan bersepeda adalah pilihan populer warga untuk bisa bermobilitas di kampung, utamanya bagi perempuan, anak-anak dan lansia. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa di Asia Tenggara, perempuan di dalam keluarga memiliki akses kuasa yang lebih rendah atas kendaraan bermotor pribadi dibandingkan dengan anggota keluarga laki-laki (Ng and Acker, 2018). Kami juga mempelajari bahwa perempuan tinggal di dalam kampung lebih dari 12 jam, memiliki aktivitas domestik yang kebanyakan mengandalkan jalan kaki.
Untuk melibatkan lebih jauh partisipasi warga perempuan tersebut dalam penataan kampung, kami menyelenggarakan pemetaan partisipatif dengan dukungan UN Women sebagai fasilitator. Proses dimulai dengan mendefinisikan jalan aman dan selamat. Pada tahap ini, kelompok perempuan ini mendeskripsikan hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi keamanan dan keselamatan pejalan kaki. Masing-masing kelompok menempelkan tanda untuk memberi tingkatan keamanan pada peta jalan yang telah disediakan. Dari peta ini, dapat diketahui ragam masalah, titik rawan dan urutan kerawanan dari sudut pandang keamanan dan keselamatan pejalan kaki di ruang jalan di dalam kampung dan sekitarnya. Dalam pemetaan potensi wisata, kelompok warga perempuan juga sangat bersemangat untuk bercerita, menentukan lokasi dan merencanakan gambaran ragam produk dan aktivitas yang dapat ditawarkan nantinya.
ADVERTISEMENT
Untuk memastikan tingkat keberhasilannya, tentu saja pendekatan ini harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah yang berkolaborasi sepenuhnya dengan warga setempat, khususnya perempuan, sebagai pelaku setelahnya.
Kelompok warga perempuan memainkan peran yang sangat penting dalam perwujudan kampung, karena ia juga sebagai penyuara kelompok rentan lainnya. Di Jakarta, perempuan juga aktor penting yang mendorong perubahan wajah jalan menjadi ruang yang lebih ramah pejalan kaki, ruang kerja sekaligus ruang bermain bagi anak-anak.
*) Foto merupakan dokumentasi pribadi ITDP Indonesia