Riset dan Manajemen Pengetahuan: Modal terpenting untuk jadi Negara Maju

SBM ITB
School of Business and Management ITB
Konten dari Pengguna
28 Februari 2021 15:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SBM ITB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Narasumber diskusi nusantara
zoom-in-whitePerbesar
Narasumber diskusi nusantara
ADVERTISEMENT
London (27/2) Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK) pada Sabtu (27/2) pagi waktu London gelar diskusi Nusantara Virtual Café yang diikuti oleh ratusan pelajar Indonesia di Inggris Raya. Termasuk yang hadir perwakilan pelajar, akademisi, dan pemerintah dengan pembahasan membedah peran penting manajemen pengetahuan bagi organisasi di tengah disrupsi pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Tidak ada negara yang memiliki masa depan tanpa melakukan inovasi. Dan kunci dari inovasi adalah kemampuan negara untuk mengelola riset dan pengetahuannya. Demikian kesimpulan diskusi nusantara tersebut.
Diskusi ini dimoderatori oleh Fanny Diandra, mahasiswi magister dari Sheffield Hallam University.
Dalam sambutannya, Gatot Subroto, Ketua PPI UK, mengungkapkan keinginan PPI UK untuk menawarkan gagasan baru tentang urgensi manajemen pengetahuan bagi pembangunan Indonesia.
Gatot Subroto, Ketua PPI UK
“Menurut kami ini adalah Blue Ocean Strategy bagi Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah,” ungkap Gatot yang juga merupakan mahasiswa doktoral di University College of London ini.
Hal senada diutarakan oleh Prof. Dr. Jann Hidajat Tjakraatmadja, Guru Besar di Sekolah Bisnis dan Manajemen - Institut Teknologi Bandung. Menurut Jann, saat ini kapabilitas proses penciptaan nilai tambah Indonesia masih lemah. “Seharusnya kita sudah beralih ke innovation based economy. Tanpa peranan pengetahuan, Indonesia hanya akan menjadi pasar potensial bagi produk global,” papar Jann.
Prof. Dr. Jann Hidajat Tjakraatmadja, Guru Besar di Sekolah Bisnis dan Manajemen - Institut Teknologi Bandung.
Jann menyoroti keberhasilan Korea Selatan yang bertopang kepada ekonomi pengetahuan. “Tahun 1960, Pendapatan per kapita Korea dan Indonesia sama besarnya. Saat ini ekonomi Korea tumbuh berbasis inovasi dan pengetahuan, sementara Indonesia masih mengandalkan sumber daya alam. Wajar apabila kemudian kita tertinggal jauh,” ungkap guru besar di bidang people and knowledge management tersebut.
ADVERTISEMENT
Ke depannya, untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan, Jann mengungkapkan agar Indonesia memiliki kebijakan riset yang fokus dan terintegrasi. Hal ini dimulai dari komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi yang fondasinya adalah manajemen pengetahuan.
Selain itu, Jann juga menekankan pentingnya implementasi pendekatan ekosistem pengetahuan. “Pengetahuan harus dikelola secara kolaboratif, melibatkan sektor publik, swasta, maupun universitas.”
Sementara itu, Rionald Silaban, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan menceritakan bagaimana Kemenkeu bertransformasi menjadi organisasi pembelajar di sektor publik dengan mengandalkan manajemen pengetahuan. Kemenkeu mengembangkan sistem manajemen pengetahuan untuk memastikan 82 ribu pegawai di dalamnya terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
“Jika sebelumnya pembelajaran hanya sebatas pada diklat dan pengetahuan hanya terdokumentasi dalam bentuk bahan ajar, maka sistem manajemen pengetahuan membuat pengetahuan lebih mudah diakses kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun,” papar Rionald.
ADVERTISEMENT
Namun, Rionald menekankan bahwa kunci keberhasilan dalam implementasi manajemen pengetahuan sebenarnya terletak pada budaya organisasi. “Pada akhirnya ini adalah soal budaya. Sistem yang baik tidak akan ada hasilnya tanpa adanya budaya pembelajar dan semangat untuk memanfaatkan teknologi yang telah tersedia,” ungkap Rionald yang juga merupakan Direktur Utama LPDP.
Di Kemenkeu, Rionald menjabarkan tiga hal yang dilakukan untuk membangun budaya pembelajar tersebut. “Pertama adalah adanya komitmen pemimpin unit untuk mendorong penerapan sistem. Kedua pembelajaran harus berbasis pengalaman kerja di lapangan, bukan hanya di dalam kelas pelatihan. Terakhir adalah pentingnya coaching dan mentoring antara atasan dan bawahan untuk membudayakan transfer pengetahuan.”
Pernyataan ini didukung pula oleh Prof. Jann Hidajat. Menurut Jann, salah satu stagnasi lahirnya ide dan inovasi baru adalah iklim kerja yang tidak mendukung. “Kita harus membangun organisasi yang menciptakan habitat bagi manusia di dalamnya untuk bebas berpikir dan berinovasi. Dan itu dimulai dari kepemimpinan.
ADVERTISEMENT
Pemimpin harus punya komitmen memberikan ruang bagi anggotanya agar mau berkembang,” ungkap Jann yang juga merupakan presiden Knowledge Management Society Indonesia itu.*