news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Eksistensi Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan dalam Pandemi Virus Covid-19

Punta Yoga Astoni
Aparatur Sipil Negara dengan latar belakang keilmuan Magister Hukum lulusan Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
21 Mei 2020 19:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Punta Yoga Astoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bendera Indonesia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bendera Indonesia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi Virus Covid-19 yang sedang menyerang Indonesia membuat kita berfikir ulang atas kekuatan negara yang diberikan kepada warganya. Pemerintah sepertinya terlalu lambat dalam merespon pandemi ini, apalagi jika dikaitkan Negara Indonesia menyebut dirinya sebagai negara kesejahteraan (welfare state) sepertinya perlu dilihat dan diingatkan kembali. Keadaan ini terlihat adanya peningkatan kasus pandemi ini di Indonesia tidak diimbangi kesiapan pemerintah untuk melakukan upaya-upaya strategis cepat dan tepat agar sektor “kesehjahteraan” ini tidak hancur seutuhnya.
ADVERTISEMENT
Pandemi covid-19 yang ada di Indonesia sekarang ini secara garis besar dapat mengancam sebuah frasa yang menjadi tujuan Negara Kesejahteraan yang mana frasa yang dimaksud adalah negara memberikan jaminan sebuah kesejahteraan pada rakyatnya. Pertanyaan yang menarik adalah bagaimana langkah sebuah negara kesejahteraan untuk membentengi dirinya dari ancama seperti pandemic covid-19 ini. Kita akan mencoba melakukan simulasi secara teori cara kerja seharusna sebuah negara kesejahteraan menjalankan fungsinya. Pertama, Negara menjamin adanya kondisi sejahtera (well-being) tidak boleh hilang/rusak, keberadaan kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai keadaan terpenuhinya kebutuhan material dan non-material yang diperlukan oleh warga negara Indonesia.
Pada kasus pandemi ini kondisi sejahtera dapat dikatakan tidak terjadi karena kehidupan manusia sedang tidak aman dan tidak bahagia bahagia karena kebutuhan dasar warga negara yang dalam lingkup kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan pendapatan tidak dapat terpenuhi serta manakala keadaan ini membuat manusia tidak memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. Melihat keadaan tersebut tentu sektor-sektor kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan pendapatan harus menjadi fokus utama dijaga ketersediaan. Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya (lihat pasal 152 Undang-Undang Kesehatan) namun ternyata Pemerintah sepertinya terlalu gagap dan terkesan kurang sigap pada tahap pencegahan saat melihat fenomena pandemi ini secara global. Hal ini terlihat alih-alih mempersiapkan infrastruktur kesehatan untuk menjadi benteng pertahanan pandemi ini, pemerintah lebih memilih menjaga/menggaungkan promosi pariwisatanya dan ketika pandemi ini menyerang pemerintah seakan gagap. Kegagalan dalam tahapan pencegahan berakibat fatal pada tahapan pengendalian dan pemberantasan pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Pada sektor pendidikan pun pemerintah pusat seperti kalah saing dan mengekor dengan kesigapan pemerintah daerah yang mengambil kebijakan untuk pemberlakukan kegiatan belajar di rumah pengganti kegiatan di sekolah. Pada sektor tempat tinggal kita dapat melihat pemerintah sangat lambat dalam memberikan rasa aman atas tempat tinggal warga negara yang terdampak dari virus ini. Adanya simpang siur atas informasi pandemi ini pun menjadi masalah baru yang membuat warga negara tidak merasa aman dan bahagia, padahal bila kita lihat pasal 154 Undang- Undang Kesehatan seharusnya Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan dan penanganan dari tahapan pencegahan sampai pemberantasan pandemi harus berbasis wilayah. Pemerintah pada akhirnya memberikan informasi namun informasi yang diberikan dirasakan lambat dan terkesan menutupi fakta sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, Kondisi gagap ini berlanjut dimana tidak terlihat Negara hadir sebagai pelayanan sosial yang pada dasarnya menjamin terciptanya jaminan sosial (social security), adanya layanan kesehatan terhadap warga negara, adanya layanan pendidikan yang layak, tersedianya perumahan layak dan terwujudnya pelayanan sosial tiap warga negara (personal social services). Hal ini terlihat adanya kelangkaan masker, bahan makanan di pasar dan sampai terjadi kenaikan harga alat kesehatan dan bahan makanan yang tidak wajar, simpang siur informasi pandemi membuat masyarakat berbondong-bondong ke pusat kesehatan namun keadaan tersebut membuat rumah sakit kewalahan memberikan layanan bahkan pada pasien non covid-19. Kebijakan pembelajaran di rumahpun tidak diimbangi dengan kebijakan lanjutan apalagi pada bulan-bulan ini masa akhir sekolah yang mana akan ada ujian-ujian akhir di sekolah-sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Negara belum terlihat memberika jaminan adanya tunjangan sosial yang mana keadaan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada orang miskin. Pemerintah dalam tahapan pengendaliannya akhirnya menggunakan tes massal daripada lockdown, apalagi pemerintah memberikan himbauan untuk tidak keluar rumah bagi masyarakat yang wilayahnya dikatakan sebagai red zone namun kebijakan ini sepertinya tidak berlaku pada warga negara yang pekerjaannya di sektor informal dan memiliki perkerjaan dengan penghasilan harian. Pemerintah seharusnya mengantisipasi hal tersebut agar himbauan yang telah dibuat tidak merugikan mereka. Kebijakan seperti adanya tunjangan sosial pengganti penghasilan, pembekuan sektor-sektor ekonomi terkait pembayaran cicilan hutang, bahkan pada kelompok miskin dan rentan harus diberikan prioritas untuk tes pandemi ini selain tenaga medis. Kelompok miskin adalah kelompok yang rentan paling banyak terkena dampak dikarenakan kondisi mereka yang serba terbatas seperti terbatasnya pengetahuan akan pandemi ini, terbatasnya ekonomi, terbatasnya akses kesehatan dll, maka pada kondisi ini mereka harus dijadikan salah satu kelompok yang dijadikan prioritas pendataan dan tes virus covid-19.
ADVERTISEMENT
Keempat, Negara harus memiliki proses atau usaha terencana, kebijakan terencana yang dapat dilakukan oleh individu, kelompok sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk menanggulangi, menekan penyebaran dan pemberantasan pandemi ini. Kebijakan yang dapat dibuat adalah penghitungan dan penganggaran ulang APBN dan APBD secara cepat dan tepat untuk memfokuskan diri untuk memberantas pandemi ini. Peran pemerintah dalam menentukan kebijakan harus dibantu oleh legislatif maka seyogyanya legislatif yang sekarang pada masa reses memotong masa reses mereka bukan malah menambah masa resses mereka dikarenakan kebijakan politik harus dibuat secara komperhensif dan legitimasinya kuat. Perencanaan pemerintah juga tidak boleh hanya dibuat dalam jangka pendek saja namun harus ditarik ke jangka panjang karena adanya kegagalan dalam tahapan pencegahan seperti dijelaskan di atas harus dibayar lunas oleh negara untuk memberantas pandemi ini agar fungsi negara sebagai pemberi kesejahteraan tidak rusak atau hilang.
ADVERTISEMENT
Keadaan-keadaan di atas sepertinya tidak bisa kita dapati pada keadaan pandemi covid 19 pada kondisi saat ini. Hal itu berarti Negara harus berjuang untuk mengembalikan tujuannya sebagai negara kesejahteraan ditengah pandemi ini. Negara Kesejahteraan sangat berkaitan dengan kebijakan sosial (social policy) yang meliputi adanya strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam mengembalikan kesejahteraan warganya ditengah serangan pandemi covid-19.