Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Hermanto Purba
Guru di SMP Negeri 2 Pakkat, Humbang Hasundutan
Konten dari Pengguna
12 Juni 2022 22:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hermanto Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sosialisasi Program Pendidikan Guru Penggerak dan Pembelajaran Berdiferensiasi (Gambar: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Sosialisasi Program Pendidikan Guru Penggerak dan Pembelajaran Berdiferensiasi (Gambar: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Dalam proses belajar-mengajar selama ini, saya cenderung melaksanakan pembelajaran dengan cara-cara konvensional. Cara-cara pembelajaran bahela masih menjadi pilihan utama: guru berceramah, siswa mendengar, lalu siswa disuruh mencatat, meringkas, dan mengerjakan soal-soal yang ada pada buku paket. Saya juga percaya bahwa guru merupakan sumber informasi utama yang mesti didengarkan oleh siswa.
ADVERTISEMENT
Saya lalu “bertemu” dengan Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP). Lewat program ini, saya disadarkan bahwa ternyata apa yang selama ini saya yakini sudah tak lagi relevan. Bahkan sudah sangat usang. Kenapa ada banyak siswa yang merasa tidak happy di sekolah sehingga ada banyak kasus siswa yang bolos sekolah, mungkin salah satu penyebab utamanya adalah ini: siswa dididik tidak dengan cara yang mereka inginkan.
Selain itu, siswa diperlakukan sama rata oleh guru. Siswa juga diuji dengan alat uji yang sama. Padahal setiap siswa berbeda. Setiap siswa memiliki keunikan masing-masing. Setiap siswa memiliki minat, potensi, dan bakat masing-masing. Dan setiap siswa memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Hal-hal semacam ini yang tidak diperhatikan oleh guru dan sekolah selama ini. Sehingga siswa kerap mengganggap sekolah seperti penjara.
ADVERTISEMENT
Mereka terkekang. Tidak bebas berekspresi. Mereka hanya akan mengerjakan maunya guru. Mereka hidup dalam sebuah komunitas yang begitu kaku. Akibatnya apa? Siswa hanya menjadikan belajar di sekolah sebagai sekadar rutinitas saja. Tidak lebih. Kreativitas mereka tidak berkembang. Mereka akhirnya hanya seperti robot yang hanya akan mengerjakan perintah dari guru-gurunya.
Menyadari hal itu, dan bermodalkan apa yang saya peroleh dari PPGP, setahap demi setahap saya mulai mampu mengubah paradigma lama saya. Cara saya memandang, memperlakukan, mengajar, dan mendidik siswa kian berubah. Bahwa ternyata saya harus membiarkan siswa bersuara dan mendengarkan suara-suara tersebut.
Saya juga harus memfasilitasi mereka untuk menentukan pilihan. Jika selama ini saya mengajar mereka berdasarkan apa yang telah saya rancang tanpa pernah melibatkan siswa-siswa saya dan tanpa pernah memperhatikan apakah mereka senang atau tidak dengan rancangan saya, saya mulai mencoba memberi mereka kesempatan untuk menentukan pilihan mereka: bagaimana sebaiknya mereka diajar, bagaimana mereka diberdayakan, bagaimana mereka terlibat dalam pembelajaran, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, tingkat rasa kepemilikan mereka atas proses belajar akan meningkat. Ketika rasa kepemilikan siswa tinggi, hal itu akan berbanding lurus dengan kemauan belajar mereka. Mereka tidak lagi belajar karena terpaksa, tetapi sebaliknya mereka akan belajar karena didorong kesadaran mereka yang tinggi. Kenapa bisa demikian? Karena suara mereka didengar dan mereka diberi kesempatan untuk menentukan pilihan.
Dalam Aksi Nyata Modul 3.3 PPGP, saya membuat rencana program pengembangan sekolah yang berdampak pada murid menggunakan kerangka BAGJA. Pendekatan BAGJA merupakan strategi perubahan kolaboratif yang berbasis kekuatan. BAGJA mengaktualisasi potensi masing-masing individu dalam kelompok menjadi kekuatan yang luar biasa dalam melakukan perubahan. BAGJA singkatan dari Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi.
ADVERTISEMENT
Rencana program pengembangan sekolah yang saya buat yakni tentang penerapan pembelajaran berdiferensiasi di sekolah tempat saya mengajar, SMP Negeri 2 Pakkat. Setelah menyusun rencana, saya lalu mensosialisasikannya kepada kepala sekolah dan rekan-rekan saya guru. Saya melihat ada rasa antusias dalam diri mereka.
Saya senantiasa mendorong rekan-rekan saya agar mulai mencoba menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Saya selalu menyampaikan bahwa strategi pembelajaran ini berbeda dengan strategi-strategi yang selama ini ada. Sebab dengan model pembelajaran ini, tidak ada siswa yang merasa dianaktirikan dan tidak ada pula siswa yang terabaikan. Sebab semua siswa dididik sesuai dengan kebutuhan belajar mereka masing-masing.
Penerapan strategi pembelajaran berdiferensiasi (Gambar 2: Dokumen Pribadi)
Pada gambar 2, terlihat jelas betapa murid-murid begitu menikmati proses pembelajaran berdiferensiasi yang kami laksanakan. Semua terlibat aktif di kelompok masing-masing. Mereka sibuk berdiskusi, bergerak ke sana kemari untuk bertanya kepada teman-teman mereka di kelompok lain, dan tidak sedikit pula yang berbicara degan nada yang sedikit tinggi hanya karena sedang berbeda pendapat tentang materi yang mereka diskusikan. Intinya, mereka belajar begitu asyiknya sampai-sampai mereka meminta waktu tambahan.
Siswa saling bertanya terkait hasil kerja yang mreka tempel di dinding (Gambar 3: Dokumen Pribadi)
Akhirnya, saya ingin menutup tulisan saya ini dengan sebuah pernyataan, bahwa pembelejaran berdiferensiasi sangat tepat dilaksanakan dalam pembelajaran di ruang-ruang kelas. Selain siswa yang begitu menikmati setiap detik pembelajaran yang ada, satu hal lagi yang sangat penting adalah bahwa dengan strategi pembelajaran berdiferensiasi tujuan pembelajaran lebih cepat tercapai.
ADVERTISEMENT
Hermanto Purba, Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Pakkat, Calon Guru Penggerak