Saya tahu kita lelah. Kekerasan seksual terjadi lagi, terjadi terus, dan situasi hari ini sama celakanya dengan satu dekade lalu: korban tetap sengsara, sedangkan pelaku melenggang tanpa konsekuensi yang berarti. Setiap kali ada kasus kekerasan seksual yang dibeberkan atau di-spill di media sosial, khususnya Twitter, kita tak bisa lagi terkejut. Hanya kekecewaan dan rasa getir kian menumpuk.
Pernah lihat meme “Top Collection” atau kolase foto-foto pelaku kekerasan seksual yang beredar luas di Twitter? Saban ada kasus baru, bertambah satu potret dalam koleksi tersebut. Entri terbarunya adalah wajah Gofar Hilman, seorang selebritas internet. Gofar, bagi para penggemarnya, merupakan seorang “anak nakal.” Mereka memaklumi, bahkan mungkin menikmati, pembicaraan Gofar dengan pemandu siniar AMWAVE yang mengundangnya. Episode itu dijelaskan sebagai “obrolan penuh testosteron,” “cita-cita masa muda [se]mesum,” “meniduri 100 betina,” dan frasa-frasa carut lainnya. Padahal, dengan rekam jejak seperti itu, mudah saja membayangkan laki-laki seperti apa Gofar, dan kita hanya perlu menunggu sesuatu terkuak. Sekaranglah saatnya.
Spill kasus kekerasan seksual di Twitter sering digunakan untuk menyebutkan nama sembari menegur dan mengkritik pelaku karena berbagai alasan. Salah satunya adalah ketidakpercayaan kita terhadap sistem yang timpang, tak berpihak pada korban, tak menyediakan ruang aman, dan tak mampu menuntut pertanggungjawaban pelaku. Sistem ini bisa berupa lingkungan terdekat korban yang meragukan ceritanya, lingkungan pertemanan pelaku yang melindungi kawan predatornya, hingga sistem hukum yang tak pernah becus menangani kasus kekerasan seksual dan kerap mempersalahkan korban.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814