DEVISIT ANGGARAN DEVISIT PRESTASIlis

QOMARUDDIN
Pasca Sarjana UI, Jurusan Kesejahtraan Sosial
Konten dari Pengguna
24 September 2020 10:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari QOMARUDDIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis : Qomaruddin SE. M. Kesos. Pengurus DPP PD dan DPN BMI
zoom-in-whitePerbesar
Penulis : Qomaruddin SE. M. Kesos. Pengurus DPP PD dan DPN BMI
ADVERTISEMENT
Keahlihan dalam menampilkan leadership dan management adalah variabel penting dalam menghadapi wabah covid-19 agar negara ini tidak masuk dalam kubangan keterpurukan, segalah kebijakan pemerintah harus dihitung secara matang dan tepat untuk menghindari kesalahan. Ketidak tepatan kebijakan akan bisa berdampak pada destruktifikasi pengolahan pemerintah dan kehidupan sosial. Apapun argumentasinya,faktanya republik ini mengalami keterpurukan akibat pandemi covid-19. Sendi-sendi ekonomi mengalami degradasi pada titik minus 5%. Kematian terus terjadi akibat ganasnya pandemi covid-19. Bila langka kebijakan pemerintah tidak tepat dalam menangani wabah pandemi covid-19 ini, maka bisa dipastiakan akan memperburuk keadaan yang sudah pada titik yang mengkhawatirkan ini.
ADVERTISEMENT
Semakin ganasnya pandemiCovid-19 membuat pemerintah seolah gamang dalam mengambil kebijakan. Ketidak konfidenan pemerintah sangat terlihat akibat kebijakan yang diambil selama pandemi covid-19 ini dinilai oleh publik kurang tepat. Tujuh bulan masyarakat hidup dengan rasa ketakutan dan dihantui berita kematian karena covid-19 yang selalu muncul dilayar televisi dan media sosial, ekonomi juga mengalami pelemahan bahkan terpuruk karena produktifitas yang tidak terjaga dan cenderung menurun terus sampai pada level minus. Situasi yang tidak menentu ini memaksa pemerintah harus cerdas dan solutif dalam mengambil kebijakan agar situasi bisa tertangani dengan baik.
Perekonomian yang ditargetkan tumbuh namun faktanya melemah diangka minus 5%. bahkan kementerian Keuangan sekarang telah memberikan pernyataan bahwa di quartal III Indonesia dinyatakan resesi. Bila keadaan ini tidak berangsur membaik Indonesia akan mengalami depresi, dimana keadaan yang ada lebih buruk dari pada resesi. Alih-alih masyarakat menunggu perbaikan keadaan sampai bulan ke 7 ini, baik perbaikan ekonomi maupun kesehatan namun realitas yang ada adalah resesi dan kematian karena covid-19 semakin bertambah.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan menargetkan pendapatan Negara pada RAPBN 2021 mencapai Rp1.776,4 Triliun.dari anggaran diatas pos yang paling besar ada pada pos anggaran pembangunan Infrastruktur dengan nilai sebesar Rp 414 Triliun. Kebijakan anggaran ini sangat disayangkan, menjadi kurang adil dalam kondisi kesehatan yang terpuruk ini pemerintahan masih kekeh memprioritaskan program pembangunan infrastruktur daripada anggaran kesehatan dan penanganan covid-19. Selain kebijakan anggaran yang tidak memprioritaskan kesehatan, postur RAPBN tahun 2021 juga mengalami pelebaran Defisit anggaran sekitar 5,5% dari PDB atau sebesar Rp971,2 triliun.
Model penganggaran yang dinilai kurang proposional dan tidak prudent menimbulkan banyak polemik dikalangan publik. Sehingga publik menilai bahwa poster anggaran pemerintah tahun 2021 diangap tidak adil, selain ketidak adilan anggaran RAPBN 2021 juga mengalami pelebaran defisit dan pemerintah masih juga menangung bunga utang dari surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang sekarang kian membengkak. Jika kondisi yang krodit seperti ini pemerintah tidak mampuh mengambil kebijakan yang tepat maka bias dipastikan kondisi akan semakin memburuk.
ADVERTISEMENT
Pelebaran defisit sampai pada range 4,5%-5,5% menjadi pilihan kebijakan pemerintah dalam menghadapi krisis akibat pandemi covid-19, reasoning dari kebijakan defisit tersebut terjadi karena pendapatan fiskal pemerintahan menurun bersamaan dengan krisis akibat pandemi covid-19. Namun disaat yang sama kebutuhan atau belanja Negara mengalami kenaikan. Konsekwensi dari defisit anggaran, pemerintah dipaksa untuk berhutang kembali, dengan demikian porsi hutang negara akan membengkak kembali dan Debt to PDB naik lagi. Hal tersebut akan menjadi wajar bila pemerintah mampuh mengambil kebijakan yang berdampak pada produktifitas dan pertumbuhan ekonomi sehingga masyarakat juga dapat merasakan langsung manfaat dari kebijakan yang diambil oleh pemerintahan pusat. Namun bila kebijakan yang diambil tidak dibarengi dengan produktifitas maka kita bisa menilai bahwa pemerintah mengalami devisit anggaran juga devisit prestasi.
ADVERTISEMENT