Polemik Meroket dan Melorot

QOMARUDDIN
Pasca Sarjana UI, Jurusan Kesejahtraan Sosial
Konten dari Pengguna
9 Agustus 2020 7:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari QOMARUDDIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Politik Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Politik Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di akhir_akhir ini publik telah di suguhkan polemik antara diksi meroket dan melorot, polemek ini muncul ketika Bapak Edhi Baskoro Yudhoyono yang sering disapa dengan sebutan (Mas Ibas) berpidato didepan para anggota DPR RI FPD, mas Ibas menyampaikan pidato didepan forum silaturahim antara ketua DPP PD Mas AHY dengan anggota DPR RI FPD, dimana sebetulnya pidato Mas Ibas tidak ada kalimat yang menyerang apalagi mendiskreditkan pemerintah. Menjadi tidak logis kalau ada sebagian tokoh politik yang merasa sensi dan melakukan penyerangan serta tuduhan pada mas Ibas.
ADVERTISEMENT
Kalau kita amati secara cermat Pidato yang disampaikan oleh Mas Ibas sebetulnya pidato yang syarat akan motifasi dan arahan yang positif kepada anggota FPD agar senantiasa fokus dan konsekuen dalam menjalankan AD/ART dan isi Mukadimah Partai. Selain itu mas Ibas menghimbau pada anggota DPR RI FPD agar menjalankan tupoksi dan fungsi parlemen dengan amanah, baik dan benar. Pidato Mas Ibas yang ditunjukan pada para anggota FPD adalah bernuansa motifasi dan anjuran yg positif agar tertib berorganisasi dan berdemokrasi, dan memberikan laporan kegiatan fraksi pada Ketum DPP PD Mas AHY. Pidato Mas Ibas tersebut direspon secepat kilat oleh para tokoh politik yang pro pada pemerintahan. Dalam pendapat mereka begitu cepat menyimpulkan bahwa mas Ibas dikatakan sebagai tokoh politik yang kurang wawasan, pernyataan ini sangat kontradiktif dengan isi pidato yang di sampaikan mas Ibas, isi pidato yang disampaikan mas Ibas selain motifasi pada FPD juga subtansial tentang wawasan demokrasi, ketatanegaraan dan kepartaian. Bila faktanya begitu lalu pertanyaanya siapa yang sebetulnya menyerang dan diserang..?? Inilah yang sering ditunjukan kepublik oleh para politisi yang pro pemerintah, mereka begitu reaksioner bila ada sebagian masyarakat berpendapat di publik tentang pemerintahan sekarang. padahal belum tentu pendapatnya mengkritisi pemerintah, tapi dengan cepatnya meraka sudah mengasumsikan mengkritik bahkan diasosiasikan mendiskreditkan. Kalaupun iya benar melakukan kritik yang rasional dan berdasar meraka (pendukung pemerintah) mestinya harus sadar dan berpikir jernih kalau kritik itu diharuskan dalam dunia demokrasi sebagai checks and balances atau nutrisi yang dibutuhkan dalam sistem demokrasi.
ADVERTISEMENT
Sikap over reactionary para politisi pro pemerintah ini sama halnya menunjukan pendekatan kritis tapi dengan nalar sentimen atau bisa dikatakan mendahulukan kesimpulan ketimbang analisis. sebenarnya hakekat dari nalar kritis itu perwujudan dari freedom yang jau dari segala kepentingan. Bukan nalar kritis, kalau ada kepentingan diatas kepentingan. Kalau faktanya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II melorot diangka minus 5,32% mestinya fakta itu harus diterimah dan nalar kritisis kita diaktifkan untuk merespon kenapa ekonomi indonesia bisa minus disaat yang sama hutang negara digalakkan proposionalnya mestinya begitu. ‘Bukan dibalik, nalar kritis dilawan dengan sentimen. Selain itu nalar kritis para pendukungn pemerintah mestinya melacak “varibel apa saja yang mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi di negeri ini, kenapa kemiskinan dan penganguran naik signifikan, kenapa di negeri ini mengalami disparitas sosial. Bukan malah melakukan pendekatan kritis dengan nalar sentimen untuk menutupi keterpurukan. Itu sama halnya melakukakan upaya manipulasi secara sadar. Pemerintah dan pendukunya harus siap menjawab dengan baik dan bijak berbagai Pertaanyaan kritis dari publik dan pertanyaan itu wajar muncul ke publik disaat semua dalam ketidak pastian.
ADVERTISEMENT
Sudah bukan saatnya kita melakukan politik klise atau circular reasoning demi memenangkan polemik atau perdebatan, saatnya kita sadar diri dan sadar konteks bahwa resesi ekonomi sudah didepan mata. Hukum mengalami Keterpurukan, disparitas sosial dan polemik ideologi serta kemiskinan dan penganguran meningkat signifikan, daya beli juga menurun drastis. Ini problem riil yang ada republik ini, problem ini harus dituntaskan oleh pemerintah sebagai representasi penglolah negara ini. Disaat kondisi yang tidak menentu, pemerintah dan pendukungnya harus fokus mencari solusi-solusi terbaik untuk keluar dari gurita krisis yang melilit berbagai sendi kehidupan, dan kurang etis bila pemerintah dan pendukunya selalu membangun atau memproduksi polemik terus menerus yang sebetulnya publik juga sudah tau kalau itu kurang baik. Memang untuk bersikap bijak itu butuh kedalaman pikir dan rasa, tapi tidak ada salahnya untuk kita mencoba belajar kedalaman ilmu agar negeri ini bisa tumbuh kembali dengan baik.
ADVERTISEMENT
Kalaupun dalam pidato mas ibas ada kalimat pertumbuhan ekonomi pada zaman pak SBY meroket, itu fakta. BPS mengatakan pertumbuhan ekonomi zaman pak SBY rata-rata tumbuh diangka 6%. Kalaupun ada kekurangan iya' tapi pertumbuhan ekonomi meroket diangka 6% tidak bisa diingkari sebagai fakta sejarah. faktanya pertumbuhan ekonomi pada zaman pak SBY sangat baik. dan mestinya kalau pemerintah sekarang bijak harusnya mau belajar pada fakta sejarah dimana zaman pak SBY ekonomi tumbuh rata-rata diangka 6%. hal tersebut dilakukan agar pemerintahan sekarang mendapatkan kiat-kiat dalam menghadapi krisis dan menumbuhkan perekonomian Indonesia. Sejarah merupakan bagian dari sumber epistomologi/pengetahuan maka menjadi baik apabila kita belajar pada sejarah. Tidak elok rasanya kalau ada upaya untuk mengingkari fakta sejarah sebagai pengetahuan. Kalaupun ada yang berstatemen bahwa ekonomi pada zaman pak SBY tumbuh lebih baik faktanya memang begitu dan jadikan itu fakta sejarah, kalaupun ada yg kurang baik pada zaman pak SBY memang iya ada, tapi tidak harus menutupi prestasi-prestasi Pak SBY diberbagai bidang sebagai fakta.
ADVERTISEMENT
Secara prinsip kalaupun ada kritik atau pendapat yang berbeda dengan pemerintahan mari kita buka dialog yang baik untuk menemukan solusi, demi perbaikan di Negeri ini, jangan selalu memaknai perbedaan pendapat sebagai rivalitas yang memunculkan sentimen dan permusuhan. Pada dasarnya Semua masyarakat memiliki perhatian pada nasib bangsa dan negeri ini, mungkin caranya yang berbedah-bedah dan tidak baik kita memaksakan untuk seragam. Menghargai dan menghormati perbedaan pendapat merupakan keniscayaan di Negeri ini. Semoga negeri ini lebih baik dan maju. amin