Problematika Orang Tua dan Anak Menghadapi Pembelajaran Jarak Jauh

Qori Setianingrum
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang semester 7 yang sedang melangsungkan program KKN
Konten dari Pengguna
19 November 2020 14:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Qori Setianingrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
www.freepik.com

Sejak kemunculan kasus pertama Virus Covid-19 pada Bulan Maret 2020 Indonesia dihadapkan oleh masa pandemic. Hampir seluruh sector kehidupan terdampak, tak terkecuali sektor pendidikan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan kebijakan pelaksanaan belajar dari rumah. Pembelajaran konvensional atau pembelajaran tatap muka berubah menjadi pembelajaran jarak jauh yang mengharuskan menggunakan gadget untuk bisa melangsungkan kegiatan belajar mengajar.

ADVERTISEMENT
Sudah 7 bulan berjalan siswa sekolah mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini hingga perguruan tinggi melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Keresahan terjadi pada semua orang tua tak hanya di desa tetapi juga di perkotaan. Karena tidak semua anak memiliki kondisi yang sama, saya seringkali mendapatkan keluhan dari para orang tua dan siswa yang tidak tahan akan keadaan ini. Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh orang tua dan siswa. Serta banyak orang tua yang tertekan menjadi guru dadakan dan siswa mengeluhkan banyak tugas yang mereka terima.
Fakta yang ada di masyarakat sekarang, sebagian orang tua dan siswa tidak memiliki handphone android aatau computer guna menunjang kegiatan pembelajaran jarak jauh. Ada juga yang mempunyai handphone android tetapi tidak memiliki kuota internet yang membutuhkan biaya yang lumayan mahal terutama orang tua yang dari kalangan ekonomi ke bawah untuk membeli makan sehari-hari di masa normal saja mereka banting tulang mati-matian apalagi saat pandemic seperti ini sector ekonomi terdampak parah orang tua diharuskan untuk memenuhi kebutuhan pokok serta kuota internet untuk pembelajaran online. Sisi lain juga ada keadaan mempunyai handphone dan kuota tetapi terhambat oleh jaringan sinyal yang tidak lancar, karena kondisi geografis suatu tempat tidak sama semua sehingga mengakibatkan siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Saya menemukan problematika paling banyak dalam dunia pendidikan dasar mulai dari PAUD, TK, dan sekolah dasar. Di usia mereka jarang yang memiliki HP pribadi, hamper semuanya menggunakan HP orang tua bahkan malah jadi orang tuanya yang sekolah. Permasalahan lumayan serius saya jumpai pada anak-anak TK dan sekolah dasar yaitu mereka mendapatkan tugas untuk mengirim video dan menyelesaikan tugas menulis, tetapi dengan mereka sering diberikan tugas malah menjadi lupa nama huruf dantidak mengerti apa yang dijelaskan guru. Hal itu dikarenakan, yang menyelesaikan tugasnya yaitu orang tuanya. Mengapa hal tersebut terjadi? Karena orang tua tidak memiliki banyak waktu untuk mendampingi anak belajar lebih lama, pulang kerja pastinya sudah merasa sangat lelah, ditambah lagi pekerjaan di rumah, lalu diharuskan untuk mendampingi anaknya belajar. Disaat orang tua lelah saat sedang mendampingi anak belajar dan menyelesaikan tugas lalu penangkapan anak susah karena kurangnya skill mengajar hingga menjadikan orang tua emosi mengharapkan anak cepat menangkap apa yang orang tua sampaikan dan belajar cepat selesai hingga bisa melanjutkan istirahat jadi orang tua memutuskan untuk mengambil alih menyelesaikan tugas anak. Hal tersebut membuat anak mendapatkan nilai 100 tapi pengetahuannya 0.
ADVERTISEMENT
Awal pandemic saat pemerintah memutuskan kebijakan belajar di rumah, anak-anak merasa senang karena mereka bisa main sepuasnya. Tetapi setelah beberapa bulan berjalan anak mulai sadar jika mereka lebih suka untuk belajar secara langsung di sekolah dengan Bapak/Ibu Guru daripada di rumah sendiri atau bersama orang tua. Kurangnya komunikasi secara langsung dengan orang lain menjadi berkurang. Belajar bersama orang tua merasa tertekan karena orang tua berubah menjadi sangat galak ketika anak tidak mengerti. Tak banyak, anak-anak mengalami kekerasan secara verbal dan fisik saat belajar bersama orang tua hal tersebut bisa menyebabkan masalah mental pada anak.
Sandra Handayani Sutanto mengatakan pada media online alodokter.com, spesialis psikologi anak dan juga pengajar dari Universitas Pelita Harapan memberikan tips dan trik menghadapi anak saat belajar di rumah:
ADVERTISEMENT
1. Tempat belajar, agar anak semangat belajar, perlu perhatikan suasana belajar. Cari ruangan yang terang dengan suhu yang tidak dingin dan tidak panas.
2. Lama waktu belajar, siswa umumnya dapat berkonsentrasi penuh dalam belajar selama 10-30 menit. Agar tidak bosan, berikan istirahat.
3. Gaya belajar anak, orang tua perlu mengenali gaya belajar anak yang paling sesuai (gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik)
4. Perilaku orang tua, orangtua perlu mengendalikan sikapnya saat mendampingi anak belajar. Kebiasaan sseperti emosi dan membanding-bandingkan anak dengan yang lain, dapat mengganggu proses belajar anak. Untuk meningkatkan semangat belajar anak, orangtua bisa sesekali memberikan hadiah bila anak telah mencapai target. Misalnya, memberikan tambahan waktu bermain selama beberapa waktu. hal yang sangat penting yaitu pahami kemampuan anak, karena kemampuan anak dalam menyerap pelajaran memang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Momen pandemic seperti ini dengan keadaan pembelajaran onlines ebenarnya waktu yang penting bagi orang tua dan anak untuk lebih dekat, lebih mengenali karakter dan potensi anak serta lebih paham, bagaimana anak agar bisa berprestasi.