4 Faktor yang Menyebabkan Manusia Berbeda Satu Sama Lain

Quipper Indonesia
Distributors of wisdom | Membawa pendidikan terbaik ke seluruh penjuru Indonesia
Konten dari Pengguna
30 Juli 2020 16:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Quipper Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Quipper Blog
zoom-in-whitePerbesar
Quipper Blog
ADVERTISEMENT
Menurutmu, ciri fisik dan sifat kamu lebih mirip ayah atau lebih mirip ibu? Atau bahkan gabungan dari keduanya? Kemudian jika kita melihat orang lain, mengapa semua nampak berbeda? Anak kembar sekalipun tetap memiliki perbedaan spesifik, baik dari fisik maupun sifatnya.
ADVERTISEMENT
Elemen apa yang memengaruhi hal tersebut? Apakah para juara benar-benar mendapatkan gelarnya berdasarkan latihan atau sekadar bakat? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yuk simak penjelasan mengenai genetika di bawah ini!
1. Perbedaan Gen dan Alel
Semua ciri unik dan spesifik yang dimiliki manusia merupakan peran dari materi genetik yang dibawa dalam setiap inti sel tubuh masing-masing. Materi ini diturunkan dari generasi ke generasi melalui proses pembelahan sel. Setiap inti sel mengandung kromosom yang membawa kode genetik yang unik berupa gen.
Gen merupakan unit terkecil dari materi genetik yang mengendalikan sifat-sifat hereditas suatu organisme. Gen terdiri atas DNA yang terpintal oleh protein histon, terletak dalam lokus-lokus pada kromosom, serta tersusun dalam satu deret secara linear dan beraturan.
ADVERTISEMENT
Setiap kromosom memiliki ratusan lokus sehingga di dalam sel, terdapat ribuan gen. Pada sel tubuh manusia yang mengandung 46 kromosom, diperkirakan terdapat 26.000–40.000 gen. Setiap satu gen mengendalikan satu sifat tertentu sehingga satu individu memiliki ribuan sifat.
Sementara itu, alel adalah pasangan gen yang terletak dalam lokus yang bersesuaian pada kromosom homolog. Alel ini memiliki tugas yang sama atau berlawanan untuk suatu sifat tertentu.
2. Warisan Sifat dari Ibu
Mungkin sangat mudah bagi kita mengenali bahwa penampilan maupun sifat kita merupakan gabungan dari kedua orang tua. Akan tetapi, bisakah kita menentukan apa saja yang diwariskan ibu kepada kita dan apa saja yang datangnya dari ayah?
Misalnya saja sifat kebotakan atau rambut tipis. Jika kromosom ibu membawa genetik botak (misal XBXb) sementara ayah tidak membawa genetik botak (XbY), maka jika ibu melahirkan seorang anak laki-laki dengan kromosom XBY – yang tentu saja kromosom XB diperoleh dari ibu – maka dapat dipastikan bahwa anak laki-laki tersebut mewarisi kebotakan dari ibu.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tidak berlaku bagi anak perempuan karena untuk mewarisi sifat botak, seorang perempuan harus memiliki dua kromosom pembawa gen botak. Hal tersebut tidak mungkin terjadi karena sang ayah tidak membawa gen botak. Inilah yang menjelaskan mengapa kebotakan lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Akan tetapi, kondisi kebotakan juga bisa dipengaruhi oleh usia, tingkat stres, dan diet – jadi ibu tidak bisa sepenuhnya disalahkan, ya! Penelitian juga menemukan bahwa bentuk ujung hidung kamu, area di atas dan di bawah bibir, tulang pipi, dan sudut bagian dalam mata sangat dipengaruhi oleh genetika.
3. Warisan Sifat dari Ayah
Terdapat penelitian yang menarik mengenai sifat yang diwariskan oleh ayah. Hasil penelitian itu menyebutkan bahwa semakin seorang anak menyerupai ayahnya, semakin sehat juga anak tersebut. Mengapa?
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan percaya bahwa kemiripan ayah-anak menyebabkan ayah menghabiskan lebih banyak waktu untuk terlibat dalam pengasuhan yang positif dan pada akhirnya memberi kontribusi pada anak-anak yang lebih sehat.
Dari pembelahan sel embrio, bisa saja kita mengklaim bahwa kita memperoleh sebagian kromosom dari ibu sementara sebagian lagi dari ayah. Akan tetapi pada tikus, meski setiap induk memberikan kontribusi jumlah kromosom yang sama, faktanya sifat bawaan dari ayah 60% lebih aktif secara genetik dibandingkan sifat dari ibu.
Fenomena ini dikenal sebagai ketidakseimbangan alelik. Penelitian yang sama juga mencatat bahwa otak tikus-tikus ini lebih mirip dengan ayah mereka daripada ibu mereka. Namun pada manusia, justru sebaliknya. Otak kita lebih mirip dengan ibu kita, yang terutama berlaku untuk anak perempuan.
ADVERTISEMENT
Menariknya, wilayah otak yang sama sebenarnya terkait dengan kondisi depresi, yang menunjukkan bahwa gangguan mood dapat menurun dari ibu ke anak. Para ahli biologi dulu percaya bahwa semua DNA berasal dari nukleus.
Tetapi, kita sekarang tahu bahwa mitokondria (sebagai pusat kekuatan sel) juga memiliki DNA pembawa gen. Terlebih, DNA yang kita punya secara khusus pasti diwariskan oleh sel ibu karena DNA mitokondria ayah terdegradasi dalam proses pembuahan. Hal inilah yang membuat ikatan emosi antara ibu dan anak sangat kuat.
4. Atlet, Musisi, hingga Profesor: Latihan atau Bakat?
Untuk bisa menjadi atlet, musisi, atau profesor terbaik, kita harus berlatih tanpa henti. Tetapi sampai sejauh mana bakat ikut berperan? Apakah sebagian dari kita memang terlahir dengan kemampuan yang lebih baik dibanding orang lain?
ADVERTISEMENT
Demi mempelajari pertanyaan ini di bidang olahraga, para ilmuwan telah mencoba memposisikan individu yang tidak terlatih ke dalam bentuk latihan yang sama – untuk melihat apakah jumlah pelatihan yang sama akan memberikan hasil yang bervariasi.
Ternyata tidak begitu mengejutkan. Individu yang berbeda membentuk perkembangan yang juga berbeda – beberapa di antaranya meningkat pesat sementara yang lain tampak stagnan.
Hal yang menarik, individu yang memiliki hubungan darah menunjukkan perkembangan yang mirip. Hasil ini menunjukkan bahwa genetika turut memainkan peran dalam potensi atletik mereka.
Jika orang tua atau saudara kamu berprestasi di bidang olahraga, bisa jadi kamu juga memiliki bakat yang sama. Berdasarkan analisis, ditetapkan bahwa 50% peningkatan atletik terkait dengan genetika. Dengan kata lain, para atlet hebat terlahir dengan gen-gen hebat.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, jika gen kamu dianggap kurang mendukung kemampuan atletik kamu, bisa jadi ia berpotensi besar di bidang yang lain. Meski demikian, para ilmuwan memerhatikan sesuatu yang lain – dengan gen yang mendukung, tanpa latihan tetap tidak akan membuat kamu menjadi atlet yang hebat. Bagaimanapun juga, bakat tetap harus dilatih dan diasah.
Penulis: Laili Miftahur Rizqi