Aku masih menatap wanita di hadapanku. Raut wajahnya penuh rasa sakit, air matanya terus mengalir deras. Wajahnya membuatku mematung, mencoba melawan apa yang kulihat. Perempuan ini bukan Esih, dia bukan Esih, bukan. Bau anyir darah malah semakin menguat.
“E—Esih, ini bukan kamu, kan?” ucapku setelah bisa membuka mulut.
Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya berkali-kali tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814