Riset: Solusi Atasi Makarel dan Sarden Kalengan Bercacing Pita

Dr R Haryo Bimo Setiarto SSi MSi
Peneliti madya bidang ilmu dan teknologi pangan memfokuskan riset ke arah mikrobiologi pangan khususnya di bidang pengembangan produk pangan fungsional berbasis fermentasi tradisional, teknik modifikasi pati resisten, probiotik, prebiotik, sinbiotik
Konten dari Pengguna
4 April 2018 14:01 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr R Haryo Bimo Setiarto SSi MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ikan makarel kalengan. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ikan makarel kalengan. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Oleh: R. Haryo Bimo Setiarto, S.Si, M.Si
Peneliti Mikrobiologi Pangan Pusat Penelitian Biologi LIPI
ADVERTISEMENT
Beberapa hari belakangan ini kita semua dihebohkan dengan permasalahan disitanya produk ikan sarden dan makarel kalengan karena ditemukannya cacing parasit. Beberapa brand ternama yang selama ini dikenal aman memproduksi produk ikan kalengan pun tidak luput dari penyitaan dan recall (penarikan) produk yang dilakukan oleh Badan POM RI.
Masyarakat awam menjadi heboh dan takut untuk mengonsumsi produk ikan sarden dan makarel kalengan. Permasalahan ini juga sangat dikhawatirkan mampu mempengaruhi angka penjualan produk ikan kalengan di Indonesia sehingga akan berimbas pada menurunnya tingkat perekonomian nasional. Hasil penyelidikan Badan POM RI menyebutkan bahwa cacing parasit dari genus Anisakis ditemukan pada beberapa produk ikan makarel dan sarden kaleng.
Permasalahan terkait cacing parasit pada produk perikanan sebenarnya bukanlah masalah baru. Hal ini sudah ditemukan sejak lama, khususnya di negara Jepang yang dikenal sangat mengandalkan konsumsi produk ikan yang masih mentah atau setengah matang untuk membuat produk olahan seperti sushi, sashimi maupun fillet ikan melalui berbagai teknik pengolahannya.
ADVERTISEMENT
Cacing-cacing parasit tersebut sebagian besar banyak ditemukan di saluran pencernaan ikan seperti di bagian hati ikan dan usus ikan. Melalui teknik pembersihan, penanganan dan pemasakan yang tepat kontaminasi cacing parasit dapat diminimalisasi dan dikurangi. Cacing parasit yang pada umumnya sering ditemukan pada produk ikan selain Anisakis biasanya adalah cacing gelang (Ascaris lumbriciodes), cacing pita (Taenia sp.) dan cacing hati (Fasciola hepatica).
Cacing-cacing tersebut diketahui dapat menyerang saluran pencernaan sehingga dapat menyebabkan diare parah, feses berdarah. Dampak yang lebih fatal jika cacing tersebut menyerang bagian hati dapat menyebabkan hepatolisis yang mampu merusak sel-sel hati sehingga menyebabkan terjadinya sirosis hati yaitu pengerasan organ hati akibat timbulnya jaringan parut karena infeksi cacing hati. Cacing hati dan cacing pita tinggal, hidup, bertelur dan menjadi larva di dalam hati bahkan telur dan larvanya bisa menyebar melalui peredaran darah untuk menginfeksi organ-organ vital tubuh manusia.
ADVERTISEMENT
Cacing parasit ini umumnya berukuran micrometer sehingga sulit dilihat dengan mata telanjang dan perlu bantuan mikroskop untuk mengidentifikasinya. Hal inilah yang mungkin menyulitkan pihak Quality Control and Assesment dari pihak industri ikan kalengan dalam melakukan kontrol dan pengawasan produk akhir.
Terhadap masalah tersebut pihak industri pangan yang bergerak di bidang produksi ikan kalengan seharusnya perlu mengevaluasi beberapa langkah penanggulangan produksi dengan mengaplikasikan GMP (Good Manufacturing Practices), GHP (Good Handling Practices) dan prinsip HACCP (hazard Analytical critical Control Point). Berikut beberapa saran dan rekomendasi yang dapat diaplikasikan oleh pihak industri pangan diantaranya:
1. Pemilihan dan seleksi bahan baku ikan sarden dan makarel mentah yang belum diproses sesuai dengan ketentuan SNI. Caranya adalah dengan menganalisis sampel jaringan ikan tersebut untuk dianalisis keberadaan cacing parasitnya dengan menggunakan mikroskop.
ADVERTISEMENT
Jangan lupa lakukan pula analisis mikrobiologi TPC untuk menghitung total koloni mikroba karena produk ikan adalah produk dengan kadar air tinggi (Aw tinggi) yang sangat mudah sekali ditumbuhi bakteri pembusuk dan bakteri patogen yang membahayakan kesehatan seperti Pseudomonas, Vibrio parahaemolyticus, Escherechia coli, Flavobacterium, bakteri koliform, Salmonella typhi, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum.
Selain kontaminasi cacing parasit, resiko kontaminasi mikroba perusak dan mikroba patogen tersebut juga harus diminimalisir untuk menjaga mutu produk ikan kalengan.
2. Proses klorinasi yang tepat untuk mencegah pertumbuhan mikrob pembusuk dan mikroba patogen sehingga produk ikan kalengan tidak mudah rusak dan memiliki umur simpan yang lebih panjang. Ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu dengan tidak menggunakan konsentrasi klorin yang terlalu tinggi karena dapat membahayakan kesehatan manusia. Perhatikan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan RI terkait batas konsentrasi penggunaan klorin.
ADVERTISEMENT
3. Perlakuan blansir dan pasteurisasi ikan serta pemasakan bumbu ikan sarden dan makarel berupa saus tomat maupun saus cabai melalui proses pemanasan pasteurisasi pada suhu 72,7 derajat celsius selama 5 menit yang dikenal dengan istilah HTST (High Temperature Short Time) atau penggunaan suhu pasteurisasi 63 derajat celsius selama 30 menit yang dikenal dengan istilah LTLT (Long Temperature Long Time).
Proses blansir dan pasteurisasi selain bertujuan untuk menonaktifkan enzim protease yang dapat menyebabkan deaminasi pada ikan yaitu timbulnya bau amoniak (NH3) dan kebusukan pada produk ikan kalengan. Hal ini juga bertujuan untuk membunuh bakteri pembusuk, bakteri patogen dan kontaminasi cacing-cacing parasit yang tidak tahan panas yang mungkin terdapat dalam ikan maupun bumbu saus tomat dan saus cabai.
ADVERTISEMENT
4. Proses pemasakan ikan dengan pemanasan retort maupun teknik autoclaving (pemanasan bertekanan) pada suhu 121 derajat celsius selama 5 menit. Proses ini dikenal juga dengan sterilisasi komersial yang merupakan tahapan paling penting dan menjadi titik kritis dalam penanganan HACCP produk ikan kalengan. Analisis kecukupan panas dan nilai Fo (12 D) juga harus betul-betul terpenuhi sehingga dapat mematikan dan membunuh seluruh kontaminan mikroba patogen, mikroba perusak, spora tahan panas, cacing parasit maupun telur cacing yang mungkin masih ada dalam produk ikan.
Nilai kecukupan panas dianalisis berdasarkan hubungan antara suhu dengan waktu pemanasan (proses termal) sehingga diperoleh nilai D (waktu yang diperlukan untuk menginaktivasi pertumbuhan mikroba sebesar 1 log pada kondisi sterilisasi komersial) maupun nilai Z (nilai perubahan suhu termal/ panas yang diperlukan untuk menurunkan pertumbuhan mikroba sebesar 1 log). Secara umum mekanisme sterilisasi komersial tersebut dianggap sudah cukup bila mengaplikasikan prinsip kecukupan panas Fo dengan tujuan menurunkan pertumbuhan mikroba dan cacing parasit.
ADVERTISEMENT
Beberapa kasus yang terjadi di lapangan pada produk makanan ikan kaleng sering yang ditemukan selama ini adalah proses pemanasan di industri tidak cukup efektif untuk membunuh mikroba patogen, spora tahan panas, cacing paarsit maupun telurnya. Kurang terpenuhinya nilai kecukupan panas tersebut disebabkan karena selama ini industri ikan kaleng masih mengaplikasikan prinsip pemanasan pasteurisasi dalam proses pemasakan ikan. Pemanasan pasteurisasi hanya menggunakan suhu 72 derajat celsius sehingga hanya mampu memenuhi standar 5 D artinya tidak semua cacing parasit, telur cacing, bakteri patogen dan spora tahan panas bakteri yang dapat mati dibunuh melalui proses pasteurisasi.
Pihak industri masih menilai bahwa pemanasan dengan suhu tinggi dan waktu yang lama akan membutuhkan energi yang lebih besar, dan peningkatan energi ini bisa dikalkulasi nilainya dengan peningkatan biaya produksi. Hal inilah yang mungkin memberatkan pihak industri pangan untuk mengaplikasikan proses sterilisasi komersial.
ADVERTISEMENT
5. Melakukan sterilisasi pada kemasan kaleng dengan pemanasan retort maupun teknik autoclaving (pemanasan bertekanan) pada suhu 121 derajat celsius selama 15 menit. Proses sterilisasi kemasan kaleng selain dapat dilakukan dengan proses termal dapat juga dilakukan dengan teknik alternatif yaitu dengan iradiasi penyinaran sinar UV dengan dosis iradiasi 5 - 10 Kgy (kilogray). Penggunaan teknik iradiasi tersebut mampu mematikan cacing-cacing parasit, telur cacing, bakteri pembusuk, bakteri patogen, maupun spora. Pemilihan kemasan kaleng juga harus benar yaitu jangan memilih bahan kemasan kaleng yang mudah berkarat.
6. Pengisian (filling) ikan makarel maupun sarden dan bumbu saus ke dalam kemasan kaleng harus dilakukan secara aseptis (steril) dalam suatu ruangan maupun pipa pengisian khusus. Untuk menjamin hal ini pihak industri harus benar-benar memastikan aspek sanitasi dan kebersihan ruangan tempat pengisian produk dan selalu membersihkan pipa-pipa yang digunakan untuk pengisian produk.
ADVERTISEMENT
7. Pengemasan (packaging) dan penutupan produk ikan kaleng harus dilakukan secara praktis, hermetis dan septis (steril) serta jangan sampai terjadi kebocoran kemasan akibat proses pengemasan yang kurang tepat. Kebocoran kemasan dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang yang dapat menyebabkan masuknya spora kapang, dan spora Clostridium botulinum yang tahan panas ke dalam produk ikan kalengan melalui udara.
8. Penyimpanan produk di ruangan yang tepat baik kondisi suhunya maupun kelembabannya. Umur simpan produk sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu penyimpanan dan kadar air (Relative Humidity) ruang penyimpanan. Pihak industri harus menyediakan ruang storage khusus untuk menyimpan produk ikan yang telah dikalengkan sebelum didistribusikan kepada konsumen.
Para konsumen dan masyarakat jangan terlalu khawatir dengan adanya kasus ini. Konsumen yang baik harus tetap tenang dan cerdas dalam meilih dan mengolah produk pangan yang akan dikonsumsi. Rekomendasi kepada para konsumen dalam memilih produk ikan kalengan di pasaran adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Semoga dengan adanya kasus ini bisa memberikan pelajaran bagi kita semua untuk selalu waspada terhadap keamanan produk pangan yang kita konsumsi, sehingga untuk kedepannya kasus yang sama tidak lagi terulang. Keamanan produk pangan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini melalui Badan POM RI, namun juga menjadi tanggung jawab bersama dari kita semua yaitu baik sebagai produsen maupun konsumen. Jadilah konsumen yang cerdas dan produsen yang bertanggung jawab dengan selalu menerapkan GMP, GHP dan mengaplikasikan prinsip HACCP yang baik.