Pekerja Berserikat, Pengusaha Naik Derajat

Riko Noviantoro
Pembaca buku dan pecinta kegiatan luar ruang. Bekerja sebagai peneliti kebijakan publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)
Konten dari Pengguna
25 Juni 2021 12:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riko Noviantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja berserikat sebagai sarana perkuat produktifitas pekerja (ilustrasi: shuterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja berserikat sebagai sarana perkuat produktifitas pekerja (ilustrasi: shuterstock)
ADVERTISEMENT
Entah dari mana kutipan itu lahir. Pokoknya terasa relevan. Beri gambaran relasi ketegangan pengusaha dan pekerja bagai drama tiada berujung. Hubungannya unik, jika tidak ingin disebut penuh intrik.
ADVERTISEMENT
Gejala inharmoni antara pengusaha dan pekerja sudah terbaca kalangan ilmuwan sosial. Jejak pemikiran para sosiolog telah tercatat sejak revolusi industri di abad 18 bergulir. Singkatnya ilmuwan menyatakan terjadi pergeseran relasi sosial yang awalnya berbasis kekerabatan, bergeser menjadi mekanistik.
Tentu bagi ilmuwan sosial pergeseran itu bukan tanpa konsekuensi. Pola kekerabatan menjadi meknistik berimplikasi panjang. Berupa tumbuh benih pertentangan kelas sosial yang berbuntut sampai sekarang. Hal itu juga kemudian dikenal sebagai relasi asimeteris pengusaha dan buruh, majikan dan pekerja atau sebagainya.
‘Uniknya’ relasi tersebut kian kuat dengan pemicu kecurigaan. Pengusaha curiga perilaku pekerja yang suka mencuri waktu bekerja, sering bermalas-malasan, tidak displin dan sebagainya. Namun selalu menginginkan pendapatan besar.
Sedangkan pekerja juga punya rasa curiga. Menduga pengusaha lakukan kecurangan. Mengambil untung besar dan membayar rendah jasa pekerja. Bahkan pengusaha dituding lakukan perilaku kesewenang-wenangan pada pekerja. Menambah jam kerja tanpa kompensasi ideal.
ADVERTISEMENT
Menjaga Keseimbangan Pekerja dan Pengusaha
Drama penuh ketegangan ini tidak boleh berjalan sendiri. Perlu ada pengendali. Sekaligus menarik kembali pada titik keseimbangan ideal. Agar relasi pengusaha dan pekerja dapat lebih memiliki nilai positif dan kekuatan perubahan.
Kemampuan mengendalikan drama pertarungan pengusaha dan pekerja ada pada pemerintah. Karena pemerintah punya ruang tak terbatas untuk mewujudkannya. Apalagi fungsi pemerintah secara konvesional adalah menjaga ketertiban dan memberikan perlindungan. Sekaligus sebagai pemberi stimulan untuk terwujudkan kesejahteraan.
Pada tingkatan ini pemerintah sudah banyak berikan perhatian. Untuk menjaga keseimbangan relasi pengusaha dan pekerja. Berupa seperangkat aturan, baik berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden sampai peraturan menteri.
Upaya menjaga keseimbangan pengusaha dan pekerja itu diwujudkan melalui UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, sebagai regulasi yang mengatur hak pekerja untuk berserikat. Sekaligus mengarahkan serikat pekerja sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Hal itu sebagaimana tertuang pada konsideran huruf (c).
ADVERTISEMENT
Tidak itu saja penetapan hari buruh sebagai hari libur nasional yang dituangkan melalui Keppres No.24 Tahun 2013, juga punya tujuan sama. Sebagaimana tertuang pada konsideran bahwa peringatan hari buruh berguna untuk membangun kebersamaan antar pelaku hubungan industrial agar lebih harmonis secara nasional.
Makna itu memberikan arahan peringatan hari buruh sebagai momentum untuk bergembira ria. Bukan hanya bagi buruh dan pengusaha saja, tetapi semua elemen sosial. Agar tidak ada relasi asimetris, sekaligus mengakhiri drama panjang intrik pengusaha dan pekerja.
**Penulis adalah peneliti kebijakan publik IDP-LP