Rusunawa Marunda: Hunian Baru, Masalah Baru

Rachma Azahra Ramadhani
Mahasiswa aktif jurusan jurnalistik, Universitas Multimedia Nusantara
Konten dari Pengguna
22 November 2023 17:27 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachma Azahra Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aksi unjuk rasa masyarakat Rusunawa Marunda di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (14/3) Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aksi unjuk rasa masyarakat Rusunawa Marunda di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (14/3) Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak saat itu, kehidupan wanita usia 65 tahun tak lagi sama. Kini, ia harus pulang pergi ke rumah sakit yang berjarak sembilan kilometer dari tempat tinggalnya untuk melakukan pengobatan paru-parunya akibat debu batu bara.
ADVERTISEMENT
Wanita itu akrab disapa oleh tetangga kanan kiri unit rumah susun sederhana (rusunawa) dengan panggilan Bu Detty. Beliau adalah penghuni Rusunawa Marunda yang berdiri di atas tanah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan dijadikan tempat relokasi warga sekitar Jakarta Utara, tepatnya Kecamatan Cilincing, Penjaringan, dan Pademangan sejak 2007. Berlokasi di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Rusunawa Marunda sangat dekat dengan bibir pantai yang dihias dengan kawasan industri
Pada 2019, Bu Detty merasakan ada yang aneh dengan cara bernafasnya. Ia kerap mengalami batuk yang tak berkesudahan selama beberapa bulan. Ia menetap di Rusunawa Marunda, Blok D3 bersama dengan cucunya yang baru saja tamat SMA. Pada awalnya, ia menganggap batuk itu hanya hal yang biasa. Akan tetapi, karena batuknya tak berkesudahan, akhirnya ia memberanikan diri untuk memeriksa kondisinya dan hasilnya menunjukkan bahwa ia terkena penyakit hernia.
ADVERTISEMENT
Mengawali tahun 2022, kondisi paru-paru Detty semakin parah, ia pun mengunjungi puskesmas yang berada di Rusunawa Marunda Blok B. Namun, sayangnya fasilitas di puskesmas tersebut tidak dapat menjangkau pemeriksaan Detty lebih lanjut. Akhirnya ia dirujuk ke RSUD Kebantenan hingga berujung untuk berobat ke RS Koja, Cillincing.
Kami pun akhirnya mengunjungi Rusunawa Marunda secara langsung. Angin laut yang kencang dan cukup hangat menerpa wajah dan tubuh kami. Dari lobi rusunawa yang sunyi di Kamis siang itu, terdengar sayup-sayup suara anak kecil bermain di bawah teriknya matahari pukul satu siang.
Dari kejauhan, terlihat warung kecil yang menjual aneka minuman sachet. Sembari menunggu dan memerhatikan kedua tangan ibu penjual yang terampil membuat minuman, kami berbincang sedikit mengenai udara yang kami rasakan di kala itu. Ternyata, beliau merupakan salah satu warga yang direlokasikan dari Kecamatan Cilincing. Perbincangan itu pun ditutup dengan ucapannya yang dipenuhi dengan rasa kesal, seakan-akan tidak terima.
ADVERTISEMENT
“Saya enggak mau kalo nerima bansos terus, tapi debu batu baranya masih ada,” katanya.
Awal 2022, kawasan Marunda ramai disinggung internet dengan polusi debu batu bara yang terbang sampai ke kediaman warga dan membawa sejumlah masalah, terutama kesehatan bagi warga.
Cecep Supriyadi atau akrab disapa Ceppy merupakan seorang anggota di Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) menceritakan masalah seputar rusunawa dan membawa kami keliling sekitar rusun. Langkah demi langkah pijakan kaki, kami menaiki anak tangga sambil dituntun olehnya. Semakin tinggi tingkat lantai yang kami naiki, semakin banyak pula jaring-jaring hijau yang menghalangi tiupan angin yang kencang dari balkon rusunawa. Tak terasa, sampailah kami di atap gedung rusun.
Dari ketinggian gedung lima lantai ini, kami menyaksikan kesibukan di pelabuhan yang berdampingan dengan pemukiman warga lokal. Gumpalan asap hitam dari cerobong yang menjulang tinggi mengubah warna langit menjadi kelabu, perahu-perahu besar memenuhi permukaan air di pelabuhan, dan excavator yang sibuk meraup pasir di satu tempat dan menumpahkannya kembali ke tempat lain.
Kapal besar dan excavator di pelabuhan Marunda pada Jumar (04/11/2022). (Foto: Anggota kelompok/Muhammad Daffa Abyan).
Selain ketiga pemandangan tersebut, sebuah pelabuhan besar yang terletak di ujung tak kalah menarik perhatian kami. Ceppy menjelaskan, itu adalah pelabuhan perusahaan Karya Citra Nusantara (KCN), perusahaan besar di Marunda yang melakukan aktivitas bongkar muat batubara.
ADVERTISEMENT
Namun, pada saat kami melakukan kunjungan pada 4 November 2022, izin bongkar muat batu bara PT KCN sudah dicabut atas Surat Keputusan No. 21 Tahun 2022 yang resmi dikeluarkan oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara pada 20 Juni 2022. Sebelum itu, penumpukan batu bara sangat banyak hingga menyerupai siluet pegunungan.
Cerobong asap tinggi mengeluarkan asap yang tebal pada Jumat (04/11/2022). (Foto: Anggota kelompok/Muhammad Daffa Abyan).
Mengetahui rusunawa yang saat ini dihuni oleh sebanyak 10.000 jiwa, berlokasi di kawasan pabrik industri sangatlah tidak ideal. Belum lagi lokasi yang tidak mendukung untuk bekerja ataupun mendirikan usaha pribadi.
“Ya kalo untuk gedungnya sih, saya bilang sudah sangat standar huni yah, cukup lah. Dalam arti masyarakat yang disebut layak huni di sini ‘kan bukan arti tempatnya aja, tapi keseluruhannya,” ujar Ceppy saat berada bersama kami di atap rusunawa.
ADVERTISEMENT
Keseluruhan yang dimaksud oleh Ceppy juga termasuk mata pencaharian. Melihat sekeliling kawasan Marunda yang jauh dari pusat perkotaan, kami pun mempertanyakan dan tertarik untuk mencari tahu apa saja jenis mata pencaharian bagi penghuni rusunawa ini.
Setelah menyusuri lantai dan berbincang dengan warga dari pintu ke pintu, kami memahami bahwa hampir semua dari mereka tidak bisa melanjutkan pekerjaannya lagi setelah direlokasikan. Namun, Suryono Herlambang, seorang ahli tata kota dari Jakarta, menjelaskan bahwa setelah warga direlokasikan ke Marunda, terdapat sebuah konsep yang seharusnya dapat menjamin kesejahteraan warga, yaitu disediakannya bantuan dari pemerintah.
“Dulu konsepnya adalah setelah mereka pindah ke Marunda, kemudian akan dibantu satu pekerjaan kepala keluarganya untuk dititipkan ke BUMN (dan) BUMD yang ada di sana. Kedua, disubsidi lagi, dibantu oleh pemerintah DKI dengan akses publik transport,” jelas Suryono saat diwawancarai oleh tim pada Kamis (17/11/2022) via Google Meet.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, hal tersebut tidak kunjung dirasakan oleh warga rusunawa sehingga kini banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan dan menganggur. Berbagai cara dan usaha pun mereka lakukan untuk tetap dapat bertahan hidup, mulai dari menjadikan unit rusun tempat tinggalnya sebagai warung, menempatkan kompor di depan unit dan menjadikannya dapur untuk berdagang, hingga menyewa tempat di lobby dengan harga yang masih terjangkau.
Tidak hanya usaha itu yang mereka lakukan, dengan lokasi Marunda yang sangat jauh dari pusat perkotaan, sebagian dari mereka rela untuk merantau lagi ke tempat kerja mereka.
Mogoknya penghasilan warga secara langsung mengubah dan memperburuk situasi ekonomi mereka secara signifikan. Namun, masalah kesehatan juga menjadi penentu peluang seseorang untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Dengan kawasan industri yang hanya berjarak kurang lebih 500 meter dari rusunawa dan angin laut yang bertiup kencang, debu batu bara dapat dengan mudah memengaruhi kesehatan warga. Berbagai macam gejala mulai dari sesak napas, batuk-batuk, mata yang gatal dan berair, hingga iritasi kulit dirasakan oleh mereka yang sebagian besar menghabiskan waktunya di rusunawa.
Meskipun terdapat beberapa dari mereka yang mengaku lebih nyaman bertempat tinggal di rusun, kenyamanan itu terusik dengan adanya debu halus batu bara itu.
Berbeda dengan rusun yang terletak di Kelurahan Rorotan, rusun yang berjarak tempuh sekitar 23 menit dari Kelurahan Marunda ini merupakan contoh rusunawa yang cukup ideal. Rusun Rorotan juga merupakan tempat yang digunakan untuk warga relokasi dari Kampung Bayam. Dari pertama kali kami memasuki kawasan rusun itu, terdapat satpam rusun yang cukup tegas dan memberikan kesan keamanan yang terjamin dalam rusun ini.
ADVERTISEMENT
Setelah sedikit melakukan observasi, kami dapat melihat kenyamanan dari sarana dan prasarana yang tersedia di sekitar rusun, yaitu terdapat lift untuk menuju ke unit rusun, taman di tengah rusun yang biasa digunakan untuk warga berkumpul, dan lokasi untuk berdagang. Selain itu, penjualan sembako dengan harga yang terjangkau dari Perumda Dharma Jaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun juga dapat dirasakan oleh warga Rusun Rorotan.
Dengan itu, kami tertarik untuk mengetahui dan memahami kehidupan di Rusun Rorotan secara lebih dalam, tetapi kami tak kunjung mendapatkan balasan dari surat izin yang kami ajukan ke Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) melalui satpam di rusun tersebut.
Dengan segala masalah yang dialami penghuni Rusunawa Marunda, kami pun tertarik untuk mencari tahu apa yang menjadi alasan pemerintah membangun sebuah tempat huni di daerah yang padat dengan kawasan industri ini. Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok, mengatakan pada 2013 bahwa alasannya memusatkan pembangunan di wilayah Marunda adalah karena akan dijadikan tempat industri yang memudahkan warga untuk mencari pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Suryono, lokasi yang dijadikan tempat relokasi warga di Marunda ini memang belum sepenuhnya dikembangkan menjadi tempat huni yang maksimal. Hal ini karena saat gubernur berganti, kebijakan pun juga berganti. Terlebih dari itu, pembangunan juga tidak diteruskan.
Suryono juga mengakui bahwa lokasi Marunda merupakan tempat yang sangat jauh dari pusat kegiatan dan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa alasan di balik warga yang direlokasikan ke daerah tersebut adalah karena pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak memiliki kesediaan lahan yang cukup karena lahan di Jakarta mahal.
Hal yang menjadi permasalahan adalah ketika warga direlokasikan, mereka seolah-olah dilepaskan atau tidak diberikan arah oleh pemerintah. Pada akhirnya, sembari beradaptasi dengan lingkungan baru, warga menjadi bingung bagaimana cara mereka menyesuaikan atau melanjutkan kegiatan yang sebelumnya mereka lakukan. Hal ini karena lingkungan yang berubah drastis dan berbeda jauh dengan lingkungan yang mereka tempati sebelumnya. Akibatnya, sebagian besar warga tidak bisa meneruskan pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
“Ketika ada relokasi, itu tidak hanya merelokasi orangnya saja, tetapi juga men-support transisi atau adaptasi dari keluarga itu ke tempat yang baru,” jelas Suryono.
Warga yang sebelumnya tinggal di Kecamatan Cilincing, Penjaringan, dan Pademangan menyetujui untuk direlokasikan ke Rusunawa Marunda karena adanya janji yang ditawarkan oleh pemerintah. Janji tersebut menyangkut kehidupan warga yang dapat menjadi lebih sejahtera, seperti lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal yang nyaman. Namun, siapa sangka debu batu bara menjadi masalah lainnya yang muncul dan memperburuk kualitas hidup mereka.
Oktober 2022 yang lalu kami menjumpai Bu Detty kembali. Syukurnya kondisi kesehatan paru-parunya sudah membaik setelah ia menjalani operasi pada Juli 2022 meskipun batuk masih sering terjadi beberapa kali ketika ia menceritakan pengalamannya.
ADVERTISEMENT
----------------------------------------------------------
Tulisan ini merupakan hasil liputan Aqeela Ara Fayazza, Rachma Azahra, Keizya Ham, Grace Vilia, Muhammad Daffa Abyan pada Agustus 2022 untuk mata kuliah Indepth and Investigative Reporting, Universitas Multimedia Nusantara.
Penulis: Aqeela Ara Fayazza (Jurnalistik UMN 2021), Rachma Azahra (Jurnalistik UMN 2021), Keizya Ham (Jurnalistik UMN 2021), Grace Vilia (Jurnalistik UMN 2021), Muhammad Daffa Abyan (Jurnalistik UMN 2021)
Foto: Muhammad Daffa Abyan (Jurnalistik UMN 2021)