Dilema Jadi Kontributor

Konten dari Pengguna
5 Maret 2018 14:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachmadi Rasyad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika waktu telah menunjukkan pukul dua belas siang hari, kendaraan yang kugunakan melaju di antara rintik hujan. Saat itu, hujan sedang turun deras di Kota Bandung. Jalanan menuju ke tempat yang dituju begitu jauh dari tempat mulainya kendaraanku melaju. Jalanan menanjak nan berliku mesti kulalui. Jas hujan yang kugunakan mulai basah kuyup hingga tembus membasahi pakaian yang digunakan. Dingin, dingin, dingin. Kata itu terus berulang dalam kepala dan kuucapkan berulang-ulang di antara hujan yang turun semakin deras.
ADVERTISEMENT
Untung saja, pikirku, jas hujan itu walau tembus masih bisa menahan angin yang berhembus kencang dari atas kendaraan. Saat itu, adalah kali pertamaku meliput berita sebagai kontributor sebuah media. Sebagai penulis lepas yang dibayar dari setiap berita yang naik, pekerjaan kala itu memang terasa berat. Tapi, setiap kali ke luar keluh dari mulut yang ditujukan entah untuk siapa, rasa malu seketika terasa. Toh, masih banyak di antara sekumpulan manusia di bumi ini yang pekerjaannya jauh lebih berat. Jadi, apa guna mengeluh?
Aku membayar sendiri ongkosku untuk meliput berita. Uang yang kubawa untuk meliput minimal harus mencukupi untuk membeli bensin, air mineral, dan rokok. Dan uang itu masih berasal dari kantong orang tuaku. Aku tidak mempunyai uang karena baru bekerja. Pelik memang di usia yang kini menginjak dua puluh tiga masih harus meminta uang pada orang tua. Tapi pikirku, semoga saja bulan depan kalau uang dari hasil kerjaku telah sampai di tangan, orang tuaku jadi lebih ringan bebannya. Dan kalau pekerjaan ini tidak dimulai sekarang, sampai kapan keringat yang menetes di kepala ayahku harus berhenti mengalir? Di usianya yang telah menginjak enam puluh, menurutku, ia sudah seharusnya berdiam diri di rumah untuk beristirahat. Ia tidak selayaknya lagi mengurusi perihal uang jajan anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Sebagai kontributor, selain dibayar per berita yang naik, aku pun tidak mempunyai jaminan kesehatan, tunjangan, dsb. Dengan demikian, kalau terjadi sesuatu di jalan ketika aku meliput berita, media yang jadi tempatku bernaung akan mengangkat tangannya sebagai tanda tidak bertanggung jawab. Lagi-lagi kalau terjadi hal semacam itu, dari kantong orang tuaku juga biaya pengobatan harus ke luar. Selain itu, karena masih baru, aku pun tidak mempunyai ID Card yang menunjukkan bahwa aku adalah wartawan. Betapa berengseknya, bukan? Padahal, kalau ditelusuri, sebagian besar berita yang dimuat di media, berasal dari tangan-tangan lihai para kontributor. Kalau kontributor memutuskan untuk berhenti bekerja sehari saja, aku tidak yakin media itu akan terus berjalan.
Para kontributor adalah wartawan yang terkatung-katung demi naiknya berita. Tanpa memperdulikan siang dan malam, mereka memberikan tenaga dan pikirannya seharian penuh agar berita yang ditulis bisa dibaca oleh masyarakat. Namanya dicantumkan sebagai penulis berita pun itu sudah menjadi kebanggaan baginya walaupun ia tidak dicantumkan dalam jajaran wartawan yang dipublikasikan oleh media yang bersangkutan. Mereka, sesungguhnya, adalah para nabi yang menyampaikan kebenaran sekalipun kebenaran itu benar-benar dipenuhi oleh risiko. Sebagaimana nabi, ia pun mengabdi pada atasannya yang menjanjikan keuntungan. Bedanya, kalau nabi dijanjikan surga abadi oleh Tuhan, kontributor dijanjikan butiran rupiah yang habis sekali makan.
ADVERTISEMENT
Hujan turun semakin deras. Semakin lama, jas hujan yang digunakan semakin basah hingga angin yang menerpanya tak lagi terasa hangat. Aku menepikan kendaraanku sejenak untuk melepas lelah sambil membersihkan kacamata yang basah oleh air hujan. Saat itu, handphone-ku berdering tanda ada pesan masuk. Ketika dibuka pesan itu berisi,"Sudah kadaluarsa. Lama. Percuma, gak bakal naik". Kemudian, aku pun kembali mengarahkan kendaraanku pulang menuju ke rumah.