news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kompetisi Pustakawan Berprestasi Terbaik

Rachmi Yamini
ASN Pemprov. DKI Jakarta - Pustakawan - Pecinta Damai
Konten dari Pengguna
15 Juni 2021 10:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rachmi Yamini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi Kompetisi Pustakawan Berprestasi (Unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi Kompetisi Pustakawan Berprestasi (Unsplash.com)
ADVERTISEMENT
Kompetisi berarti adanya persaingan, ada yang kalah dan ada yang menang. Kompetisi berarti adanya usaha memperlihatkan keunggulan masing-masing yang bertujuan mengalahkan pihak lainnya. Bagi para pustakawan, kompetisi ini mungkin dilakukan dalam Pemilihan Pustakawan Berprestasi Terbaik yang dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari tingkat Provinsi hingga tingkat Nasional. Di ajang ini, para pustakawan menunjukkan prestasi terbaik mereka, berbagai inovasi, dan karya terbaik mereka sebagai pustakawan untuk memperebutkan Juara 1 sampai dengan Juara Harapan 3. Pemenang Juara 1 di tingkat Provinsi akan melanjutkan perjuangannya ke tingkat Nasional. Penyelenggaranya tentu saja pembina pustakawan seluruh Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 8 Juni 2021 adalah hari bersejarah bagi saya, pertama kalinya saya mengikuti Pemilihan Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi DKI Jakarta. Memasuki tahun kedua saya menjabat sebagai Pustakawan, siapa sangka akhirnya saya kedapatan giliran juga tugas untuk mengikuti kompetisi ini.
Saya tahu, cepat atau lambat, imbauan untuk mengikuti kegiatan ini pasti akan mendatangi saya. Tahun lalu, imbauan datang secara lisan bagi seluruh Pustakawan di Jakarta. Kali ini, imbauan datang dalam bentuk Surat Edaran Kepala Dinas yang menyebutkan nama saya secara langsung. Degh. Matilah saya, pikir saya saat menerima Surat Edaran tersebut dari teman panitia. Lalu apa yang harus saya persiapkan? Apa yang harus saya lakukan? Bagaimana ini?
ADVERTISEMENT
Setelah membaca berbagai persyaratan yang harus saya penuhi dan tahapan penilaian yang harus saya jalani untuk mengikuti Pemilihan Pustakawan Berprestasi Terbaik tingkat Provinsi, kekhawatiran saya kembali muncul. Di tengah padatnya gempuran pekerjaan, bagaimana saya bisa mempersiapkan dan menyelesaikan semuanya tepat waktu dengan baik? Bagaimana dengan berkas dan dokumen yang entah di mana itu yang harus saya rapikan? Bagaimana dengan makalah dan paparan yang harus saya siapkan?
Ah, rasanya enggan sekali untuk melakukan semua ini karena saya merasa tidak memiliki prestasi yang membanggakan. Saya merasa belum pantas ada di kompetisi seperti ini. Sayang sekali tidak ada jalan berputar dan tidak ada alasan untuk menghindar. Mau tidak mau saya harus melakukannya. Tetapi saya pun tidak ingin setengah-setengah, saya ingin melakukan yang terbaik yang saya bisa dalam Pemilihan Pustakawan Berprestasi yang pertama kalinya saya ikuti ini. Kemudian terbayang komentar teman yang mengatakan bahwa saya niat sekali dan punya ambisi berkompetisi dalam kegiatan ini. Bukan, bukan karena saya berambisi untuk menang apalagi untuk juara. Bukan juga karena iming-iming hadiah yang akan diperoleh.
ADVERTISEMENT
Saya pernah berada di posisi sebagai panitia penyelenggara kegiatan serupa. Saya paham rasanya mempersiapkan segala sesuatunya supaya kegiatan bisa berjalan dengan baik dan lancar. Saya juga tahu bagaimana sulitnya mencari dan mengajak peserta untuk mengikuti kegiatan ini. Setidaknya saya bisa berpartisipasi sebagai calon peserta yang baik dengan mempersiapkan segala dokumen yang diperlukan tepat waktu dan mengikuti seluruh rangkaian prosesnya dengan patuh. Tentu ini jadi alasan saya “niat” mengikuti kegiatan ini.
Selain itu, tiga orang Dewan Juri yang bertugas kali ini sangat amat saya kenal. Ada dosen pengajar waktu kuliah dulu, ada senior yang seringkali bekerja bersama di beberapa kegiatan kantor, dan ada pula tokoh yang saya kenal dan pernah saya moderatori. Rasanya malu jika saya tidak berusaha melakukan yang terbaik. Rasanya juga akan sangat memalukan jika saya melakukan kebodohan. Dan saya tidak ingin mereka malu mengenal saya yang memalukan ini. Jadi, saya memutuskan untuk berusaha. Saya mengumpulkan berkas dan dokumen yang dibutuhkan tepat waktu. Saya juga berusaha menuliskan makalah dan file paparan saya sebaik mungkin.
ADVERTISEMENT
Setelah mengikuti rangkaian kegiatan mulai dari tes kognitif secara tertulis, presentasi makalah, tanya jawab, dan wawancara dengan Dewan Juri, saya merasa senang. Sungguh ini pengalaman yang sangat melelahkan, mendebarkan, menegangkan, menantang, dan juga menyenangkan. Melalui kegiatan ini, saya dipaksa untuk membaca lagi perkembangan dunia ilmu perpustakaan, berpikir dan menuliskan makalah, mempresentasikan hasil tulisan, berdiskusi, dan mengungkapkan pikiran melalui tanya jawab dan wawancara. Banyak saran dan masukan dari Dewan Juri terhadap paparan maupun terkait pekerjaan saya sebagai pustakawan.
Ternyata Pemilihan Pustakawan Berprestasi Terbaik ini bukan hanya sekadar kompetensi antar pustakawan yang mencari pemenang terbaik. Dengan berani berpartisipasi sebagai peserta dalam kegiatan ini, bagi saya sudah merupakan sebuah kemenangan tersendiri. Kegiatan ini juga merupakan salah satu cara terbaik untuk mengembangkan diri, khususnya bagi saya. Saya merasa dapat belajar banyak melalui keikutsertaan saya kali ini.
ADVERTISEMENT
Saya tahu batas kemampuan saya, jadi saya tentu tidak berharap menang. Saya tidak terlalu suka berada di sorotan, jadi saya berharap tidak terlihat. Saya tidak terbiasa menghadapi pujian, jadi saya berharap keikutsertaan ini sudah lebih dari cukup. Tetapi ternyata meskipun banyak kekurangan, usaha saya untuk melakukan yang terbaik bernilai juara kedua. Melihat foto saya terpampang di layar sebagai peraih Juara Kedua, rasanya aneh. Banyak ucapan menyelamati, ucapan perasaan bangga mereka untuk saya, dan berbagai ucapan positif lainnya.
“Ciye..”
“Keren amat”
“Kamu hebat”
“Bangga deh”
Rasanya tidak nyaman.
Berbagai perasaan rasanya campur aduk di dada dan berbagai pikiran pun hilir mudik di kepala. Ada perasaan senang dan bangga karena Juara Kedua di luar ekspektasi saya. Ada perasaan lega karena akhirnya satu tugas sudah selesai dilaksanakn. Ada perasaan takut dan ragu, bagaimana jika saya tidak sebaik yang mereka pikirkan? Apakah saya pantas mendapatkan semua ini? Atau bagaimana jika mereka memiliki pikiran yang salah tentang saya? Semua orang bisa mendapatkan apa yang saya capai, jadi apa yang spesial tentang semua ini?
ADVERTISEMENT
Rasanya tidak akan ada habisnya jika terus memikirkan apa pikiran orang lain terhadap diri saya sendiri. Rasanya tidak akan ada ujungnya jika harus mengikuti ekspektasi orang lain. Rasanya saya menjadi orang yang paling tidak berterima kasih pada diri sendiri. Rasanya saya menjadi orang yang tidak menghargai usaha diri sendiri. Rasanya jahat sekali diri ini.
Padahal pikiran, ucapan, dan perbuatan orang lain tidak bisa saya kendalikan. Lagipula, siapalah saya berani-beraninya menghakimi pikiran dan perbuatan mereka. Biarlah mereka berpikir dan berbuat sesuka mereka. Sama seperti halnya usaha, pikiran, ucapan, dan perbuatan saya tidak bisa mereka kendalikan. Sayalah yang harusnya mengendalikan apa yang saya lakukan. Kenapa pula saya harus khawatir, berpikiran negatif, dan tidak percaya terhadap diri sendiri?
ADVERTISEMENT
Namun ketika melihat Ibu terus menerus memandangi foto saya berkebaya dengan tulisan “Juara Kedua” di bagian atas foto menyadarkan saya bahwa ternyata saya juga boleh bangga pada diri sendiri. Ketika seorang sahabat berkata “hebat itu kan penilaian orang dan bagi gw sih lo hebat” ternyata saya boleh memiliki harapan untuk mendapatkan hasil yang sebanding setelah melakukan usaha terbaik. Dan saya merasa berterima kasih pada diri saya yang sudah berani mengikuti kegiatan ini dan berusaha dengan baik.