Manchester United Harus Belajar dari Real Madrid

Raden Muhammad Wisnu Permana
Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana. Akun ini dikelola oleh beberapa admin. Silakan follow akun Twitternya di @wisnu93 dan akun Instagramnya di @Rwisnu93
Konten dari Pengguna
3 Desember 2019 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raden Muhammad Wisnu Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Old Trafford, Manchester
zoom-in-whitePerbesar
Old Trafford, Manchester
ADVERTISEMENT
Saya sudah jadi fans Manchester United sejak lama. Jauh sebelum Chelsea dan Manchester City menguasai Premier League. Saat itu setan merah mencapai puncak kejayaannya di bawah asuhan Sir Alex Ferguson. Namun, zaman keemasan itu seolah berakhir bersamaan dengan pensiunnya Sir Alex Ferguson pada akhir musim 2013.
ADVERTISEMENT
Kemerosotan Setan Merah
Bola memang bulat. Setelah lebih dari dua dekade Setan Merah mendominasi Premier League, yang mana Ferguson mampu mengungguli jumlah torehan gelar terbanyak Premier League yang saat itu dimiliki Liverpool. Saat ini barangkali kita sedang menyaksikan zaman keemasan Liverpool dan Manchester City. Siapa tahu, 5 atau 10 tahun lagi akan menjadi zaman keemasan Chelsea dan Arsenal. Atau tidak menutup kemungkinan, zaman keemasan Manchester United lagi.
Dan tentu saja, banyak fans Manchester United yang bertanya, “Kenapa klub ini bisa berakhir menyedihkan seperti ini?”
Adalah tidak lain dan tidak bukan, Edward Woodward, sang CEO Manchester United. Ia telah dianggap sebagai kambing hitam atas penurunan prestasi klub dalam beberapa tahun terakhir. Namun, tulisan ini tidak akan membahas mengenai Woodward.
ADVERTISEMENT
Banyak klub sepakbola raksasa yang jatuh dan kandas karena finansial dan pihak manajemen klub gagal mengatasi hal tersebut. Sebut saja Parma, Leeds United, hingga Borrousia Dortmund. Dan, tentu saja yang paling parah adalah apa yang terjadi dengan A.C. Milan, yang hingga saat ini mengalami masalah finansial dan minim prestasi.
Sebaliknya, apa yang terjadi pada Setan Merah adalah sebuah anomali. Apa yang membuat tim ini jatuh bukanlah masalah finansial. Manchester United bisa saja merekrut manajer termahal di dunia. Manchester United juga bisa saja memecahkan kembali rekor transfer termahal dunia dengan membeli pemain baru. Semuanya bisa dilakukan dengan kemampuan finansialnya. Dan kepada siapakah Setan Merah harus berterima kasih? Tentu saja kepada Woodward, yang meskipun berhasil menambah uang klub, tapi tidak berbanding lurus dengan prestasi Setan Merah yang kian meredup.
ADVERTISEMENT
Belajar dari Transisi Real Madrid
Saya ingat, pada rentang 2003 hingga 2010, Real Madrid adalah klub bertabur bintang. Ronaldo, Roberto Carlos, David Beckham, Iker Casilas, hingga manajer Real Madrid saat ini yang saat itu masih berstatus sebagai pemain, Zinedine Zidane berada pada satu lapangan yang sama di bawah bendera Real Madrid. Menakjubkan! Saat itu, siapa pun yang memainkan Winning Eleven (generasi terdahulu Pro Evolution Soccer) dengan squad seciamik itu, dan apabila ditambah skill gaming yang di atas rata-rata hampir dipastikan menang!
Sayangnya, dalam rentang waktu 7 musim, Real Madrid hanya memperoleh gelar La Liga sebanyak dua kali dan satu kali gelar Piala Super Spanyol. Sebuah prestasi yang sangat buruk untuk tim sekelas Real Madrid dengan squad yang begitu hebatnya. Dalam rentang waktu 7 musim, Real Madrid pun ditangani oleh 5 manajer yang berbeda. Persamaannya dengan Manchester United adalah, kedua klub ini sama-sama tidak dilanda krisis finansial. Dan sebaiknya, Manchester United belajar dari Real Madrid agar dapat bangkit kembali.
ADVERTISEMENT
Akankah ditiru Setan Merah?
Saya kira, ada dua hal yang menjadi titik balik Real Madrid dari keterpurukan tersebut, yang harus ditiru oleh Manchester United.
Pertama, mengganti presiden klubnya, yang tidak saja mengerti dunia bisnis, namun mengerti dunia sepak bola.
Kedua, memecahkan rekor transfer pemain termahal dunia dengan membeli Cristiano Ronaldo dari Manchester United.
Sebenarnya Setan Merah sudah berupaya meniru titik balik kedua Real Madrid dengan membeli Paul Pogba, yang saat itu memecahkan rekor transfer pemain termahal dunia yang sebelumnya diraih oleh Cristiano Ronaldo. Dan tentu saja, Setan Merah juga membeli Mempis Depay, Romero Lukaku, hingga Alexis Sanchez yang saat itu disambut dan dikenalkan pada publik dengan amat brilian, yang dapat saya katakan, ini S3 Marketing Harvard! Dengan memainkan piano besar bertajuk 'Glory Glory Manchester United' yang saat itu menghebohkan media sosial dunia.
ADVERTISEMENT
Dan kita tentu saja tahu, cara kedua tersebut tidaklah berhasil. Mungkin, Setan Merah harus mencoba cara yang pertama? Untuk dapat memperbaiki tim, jika diibaratkan sebuah pohon, kita harus mencabut akarnya (Gletzer dan Woodward) secara langsung dan menggantinya dengan pohon baru. Alih-alih hanya memotong dan mengganti dahan (manajer dan pemain) yang rapuh saja.
Tentu saja, kalau berani. Fans layar kaca seperti saya bisa apa? Memiliki jersey resmi klub saja tidak punya, bisa apa memang? Warga Manchester saja tidak berhasil melakukan protes keras kepada Glazer dan Woodward, sebaiknya saya cukup tahu diri saja. Biarkanlah klub ini menjadi klub papan tengah untuk selamanya dan terus bersabar setiap kali pertandingan berlangsung.