Konten dari Pengguna

Pembelajaran Berdiferensiasi

Radifa Primayoga
Mahasiswa PPG Prajabatan 2022 Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi Universitas Sebelas Maret
2 Maret 2023 19:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Radifa Primayoga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pembelajaran Berdiferensiasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sebagai individu. Atau bisa dikatakan juga bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik yang berbeda - beda.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan peserta didik. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
1. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang” peserta didik untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap peserta didik di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga peserta didiknya.
3. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan peserta didik mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, peserta didik mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
ADVERTISEMENT
4. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar peserta didiknya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
5. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Nah, lantas apa sajakah ciri-ciri dari pembelajaran berdiferensiasi ini? Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran Berdiferensiasi memiliki empat ciri, yaitu :
1. Pembelajaran berfokus pada konsep dan prinsip pokok. Harus berfokus pada kompetensi dasar pembelajaran.
2. Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar peserta didik diakomodasi ke dalam kurikulum; Di sini perlu adanya pemetaan kebutuhan peserta didik kemudian dimasukan kedalam strategi pembelajaran.
ADVERTISEMENT
3. Pengelompokan peserta didik dilakukan secara fleksibel; misalnya, bisa secara mandiri, berkelompok berdasarkan tingkat kecerdasan, berkelompok berdasarkan modalitas belajar, dll.
4. Siswa secara aktif bereksplorasi dibawah bimbingan dan arahan guru. Pembelajaran berdiferensiasi ini berpusat kepada siswa.
TEORI YANG MELATARBELAKANGI PERLUNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
Disini akan dipaparkan 4 teori yang melatar belakangi perlunya pembelajaran berdiferensiasi, yaitu : Teori Sistem Ekologi, Teori Multiple Intelligence, Teori Zone of Proximal Development (ZPD), dan Teori Learning Modalities.
Teori Sistem Ekologi
Urie Bronfenbrenner merupakan ahli yang mengemukakan teori sistem mengenai ekologi yang menjelaskan perkembangan individu dalam interaksinya dengan lingkungan di luar dirinya yang terus-menerus mempengaruhi segala aspek perkembangan (Hayes dkk, 2017).
Sumber : https://id.scribd.com/document/508949858/TEORI-EKOLOGI-BRONFENBRENNER
Teori Sistem Ekologi merupakan pandangan sosiokultural Bronfenbrenner tentang perkembangan yang terdiri dari lima sistem lingkungan. Mulai dari pengaruh interaksi langsung pada individu hingga pengaruh kebudayaan yang berbasis luas. Kelima sistem ekologi tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem.
ADVERTISEMENT
Berikut penjelasan mengenai urutan sistem tersebut :
1. Mikrosistem adalah kondisi yang melatarbelakangi anak hidup dan berinteraksi dengan orang lain dan institusi yang paling dekat dengan kehidupannya, seperti orang tua, teman sebaya, tetangga, dan teman sekolah.
2. Mesosistem adalah hubungan antara dalam mikrosistem. Sebagai contoh, orang tua dan guru berinteraksi dalam sistem sekolah, anggota keluarga dan kerabat menjadi relasinya di dalam institusi keagamaan, pelayanan kesehatan berinteraksi dengan keluarga anak dan sekolahnya.
3. Ekosistem adalah sistem yang berisi sejumlah kondisi yang mempengaruhi perkembangan anak di lingkungan rumah namun anak disini tidak terlibat dalam satu peran langsung. sebagai contoh, karena adanya kondisi kemiskinan dalam keluarga, anak terpaksa harus bekerja untuk mencari uang dan tidak melanjutkan sekolah.
ADVERTISEMENT
4. Makrosistem adalah sistem yang mengelilingi mikro, meso dan ekosistem dan merepresentasikan nilai-nilai ideologi, hukum masyarakat dan budaya politik. Sebagai contoh anak Indonesia tidak sama-sama dengan anak Amerika.
5. Kronosistem adalah dimensi waktu yang menuntun perjalanan setiap level sistem dari mikro dan makro. Sistem ini juga mencakup berbagai peristiwa hidup yang penting pada individu dan kondisi sosio-kultural.
Pada penjelasan teori Bronfenbrenner tersebut, dijelaskan bahwa anak mempunyai lingkungan yang berbeda-beda antara satu individu dengan yang lainnya. Berikut contoh keragaman didalam kelas berbadasarkan teori Bronfenbrenner :
JORIN
(Mikrosistem). Jorin adalah seorang siswi SMP Negeri kelas 2. Ia terlahir dari keluarga berada dan berpendidikan. Ayahnya adalah keturunan Belanda sementara Ibunya adalah keturunan Indonesia asli. Ia adalah anak sulung dari 3 bersaudara.
ADVERTISEMENT
(Mesosistem). Jika Jorin berada di rumah, Ia mempunyai tanggung jawab untuk mengasuh kedua adiknya, yaitu kelas 2 SD dan kelas 4 SD. Setiap ke sekolah Ia di antar jemput oleh ayah/ibunya atau kadang pulang sendiri dengan menggunakan kend araan aplikasi, dan ia merasa senang akan itu. Ia terbiasa bertemu dengan banyak orang, misalnya rekan bisnis ayah/ibunya, bertemu dengan teman dan guru les musiknya, sering pulang pergi Indonesia-Belanda untuk mengunjungi keluarga dari Ayahnya, dan masih banyak lagi yang memungkinkan Jorin berinteraksi dengan banyak orang.
(Ekosistem). Walaupun berkecukupan, namun Ayah/Ibunya mengajarkan kemandirian sejak dini, sehingga ia terbiasa mandiri, misalnya saja ia terbiasa dengan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring setelah makan, menyapu, dan mengepel kamarnya, sehingga Jorin terbiasa dengan hidup bersih dan mandiri.
ADVERTISEMENT
(Makrosistem dan Kronositem). Sampai usia 17 tahun, Jorin memiliki dwi kewarganegaraan yaitu Indonesia dan Belanda, dan setelah itu karena Ibu Jorin keturunan Indonesia, maka Jorin harus memilih kewarganegaraan, apakah Belanda atau Indonesia. Tentunya Jorin memiliki pandangan terhadap budaya dan sosial yang berbeda, belum lagi ditambah dengan ideologi yang dianutnya dan juga hukum masyarakat, dan juga budaya politik yang berbeda pula. Itu terbentuk sejak ia lahir sampai seusianya.
JATI
(Mikrosistem). Jati adalah seorang siswa kelas 2 SMP Negeri yang sekelas dengan Jorin. Ia tergolong dari keluarga biasa saja. Ia adalah anak semata wayang. Ayah dan Ibunya keduanya berkebangsaan Indonesia bersuku madura dan jawa. Ada 2 sepupu yang ikut tinggal di rumahnya.
ADVERTISEMENT
(Mesosistem) Sepulang sekolah Jati membantu Ayah dan Ibunya yang bekerja mengelola sebuah toko sayur di pasar tradisional. Jati banyak bertemu dengan banyak orang, seperti pembeli sayur langganannya, kuli panggul pasar, mitra ayah ibunya di pasar. Ayah dan ibu Jati sibuk sekali dengan jualannya di pasar, apalagi jika menjelang Idul Fitri dan tahun baru, mereka sesekali mengantarkan sayuran untuk bapak dan ibu guru ke sekolah.
(Ekosistem). Sepulang sekolah jati terbiasa membantu ayah dan ibunya berjualan sayur di pasar. Keberadaannya di rumah hanya ada saat malam hari, yaitu sepulang dari lapak miliknya dan itupun terkadang ayah dan ibunya masih berada di lapak, ayah ibunya pulang ke rumah saat siang hari saja. Kondisi rumah yang kadang berantakan membuat ia lelah untuk meneruskan belajar. Dan baginya berantakan atau tidak sama saja, karena ia terbiasa melihat kehidupan pasar.
ADVERTISEMENT
(Makrosistem dan Kronosistem). Pada rentang waktu yang cukup lama, kehidupan Jati dan keluarganya, tentunya mempunyai pandangan tersendiri terhadap lingkungan, kehidupan sosial dan budaya dan sekitarnya. Sehingga membentuk pribadi diri Jati.
Pada kedua ilustrasi tersebut dapat kita lihat kedua individu tersebut berbeda, baik dari lingkungan keluarga, strata ekonomi, pandangan tentang makna kebersihan, lingkungan orang-orang yang biasa berinteraksi dengan individu tersebut.
Teori Multiple Intelligences
Multiple Intelligences atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut sebagai kecerdasan majemuk. Teori ini dicetuskan dan dikembangkan oleh Howard Gardner (1993), seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa intelegensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang yang tertutup dan hanya konsentrasi pada soal itu tanpa ada gangguan dari lingkungan luar. Akan tetapi inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam. Dapat dikatakan juga bahwa setiap orang memiliki delapan jenis kecerdasan dalam tingkat yang berbeda-beda. Pada teori multiple intelligences ini disebutkan ada delapan bentuk kecerdasan. Delapan jenis kecerdasan itu memiliki komponen inti dan ciri-ciri yang berbeda juga. Kehadiran ciri-ciri pada individu menentukan kadar profil kecerdasannya. Dalam kehidupan nyata, kecerdasan-kecerdasan itu hadir dan muncul bersama-sama atau berurutan dalam suatu atau lebih aktivitas. Kedelapan kecerdasan tersebut, yaitu :
Sumber:https://ilovemypsychologist.wixsite.com/ilmp/post/multiple-intelligence-kecerdasan-majemuk
1. Kecerdasan verbal-linguistik Kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan berbahasa misalnya saja melalui membaca, menulis, berbicara, memahami urutan dan makna dari kata-kata, serta menggunakan bahasa dengan benar.
ADVERTISEMENT
2. Kecerdasan logis-matematis Ini merupakan kecerdasan dalam mengolah angka, matematika, dan logika untuk menemukan dan memahami berbagai pola, seperti pola pikir, pola visual, pola jumlah, atau pola warna.
3. Kecerdasan spasial-visual Kecerdasan ini merupakan kemampuan pada bidang ruang dan gambar. Individu memiliki kekuatan dalam imajinasi dan senang dengan bentuk, gambar, pola, desain, serta tekstur.
4. Kecerdasan kinestetik-jasmani Kemampuan dalam koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Siswa yang memiliki kecerdasan ini senang melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti naik sepeda, menari, atau olahraga. Ia juga mungkin merasa sulit duduk diam dalam waktu lama dan mudah bosan.
5. Kecerdasan musical Tidak hanya dapat memainkan alat musik atau mendengarkan lagu. Mereka yang memiliki kecerdasan ini juga mampu memahami dan membuat melodi, irama, nada, vibrasi, suara, dan ketukan menjadi sebuah musik.
ADVERTISEMENT
6. Kecerdasan intrapersonal Ini merupakan kecerdasan introspektif di mana peserta didik mampu memahami diri sendiri, mengetahui kekuatan, kelemahan, dan motivasi diri. Jika kecerdasan ini menonjol pada diri peserta didik, biasanya dia akan bisa berbuat bijaksana dan bisa mengendalikan keinginan serta perilakunya, juga mampu membuat rencana dan keputusan. Kecerdasan ini dimiliki oleh penulis, ilmuwan, dan filsuf.
7. Kecerdasan interpersonal Kecakapan ini merupakan kemampuan untuk bermasyarakat serta memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka yang mempunyai kecerdasan ini mampu bekerja, berinteraksi, dan berhubungan dengan orang lain, suka bekerja sebagai tim, memiliki banyak teman, menunjukkan empati kepada orang lain, sensitif terhadap perasaan dan ide-ide orang lain, memediasi konflik, dan mengemukakan kompromi.
8. Kecerdasan naturalis Ini adalah kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan, dan benda-benda lain di alam, serta tertarik mempelajari spesies makhluk hidup. Mereka yang unggul dalam kecerdasan ini biasanya suka dengan alam, misalnya saja suka dengan bercocok tanam, suka dengan hewan peliharaan, dan aktivitas sejenisnya yang berkaitan dengan alam.
ADVERTISEMENT
Berikut contoh keragaman didalam kelas menurut Teori Multiple Intelligences :
Dzaki adalah seorang siswa SD kelas 6. Jika ada tugas Bahasa Indonesia diminta untuk membuat karangan, maka ia dengan semangat mengerjakannya. Ia mengikuti kegiatan ekstrakurikuler musik di sekolahnya. Jika ada temannya yang kesulitan ia sering membantu dan juga sering menjadi ketua kelompok jika ada tugas kelompok, maka tak heran jika ia mempunyai banyak teman dan sahabat. Hanya saja dia paling tidak suka dengan pelajaran berhitung, tak heran jika pelajaran matematika memiliki nilainya kurang bagus. Sementara Lina adalah teman sekelas Dzaki. Ia senang sekali dengan pelajaran matematika, dan sering sekali memenangkan lomba olimpiade matematika tingkat nasional. Setiap olimpiade matematika ia mengikutinya, hampir tak pernah absen. Di rumahnya, ia mempunyai hewan peliharaan dan sangat sayang dengan hewan peliharaannya. Ia merawatnya dengan senang hati dengan membantu ibunya membersihkan kendang piaraannya. Selain itu dia adalah anak baik yang selalu membantu ibunya menyiram tanaman dan ikut membereskan tanaman.
ADVERTISEMENT
Teori Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah zona antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa. Ketika masuk dalam ZPD, maka anak sebenarnya dapat melakukan aktifitas/tugas yang diberikan, akan tetapi lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping yang lebih tahu, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual tersebut. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki ZPD yang berbeda-beda, maka dari itu bimbingan dan instruksi dengan kadar yang sesuai sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan potensi masing-masing siswa (Suprayogi et, al., 2022). Pada teori ini terdapat dua level untuk ukuran kemampuan dan potensi peserta didik, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual peserta didik adalah ketika dia bekerja untuk menyelesaikan tugas atau soal tanpa bantuan orang lain. Sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah tingkat dari kompetensi peserta didik yang dapat tercapai ketika dia dibantu oleh orang lain. Perbedaan diantara kedua tingkat kemampuan tersebut termasuk dalam ZPD. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ZPD terletak diantara hal-hal yang dapat dilakukan oleh peserta didik dan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh peserta didik tanpa pendampingan.
ADVERTISEMENT
Berikut contoh keragaman didalam kelas menurut Teori Zone of Proximal Development :
Bu Muniroh mengajar di kelas 1 SD. Ia mempunyai 30 murid. Dua diantaranya jika belajar tidak mudah cepat untuk menangkap pelajaran, yaitu Siti dan Bambang. Siti lebih suka menyendiri dan tidak mudah untuk bergaul. Sementara Bambang, senang bergerak dan aktivitas fisik, sehingga terkesan mengganggu. Tibalah saatnya belajar Matematika. Pada saat belajar, Siti merasa minder karena merasa tidak bisa mengerjakan, sementara Bambang keliling kelas sehingga tidak konsentrasi ketika Bu Muniroh menjelaskan, sesekali dipanggil namanya supaya Bambang sadar bahwa ia sedang belajar di kelas, sehingga Bambang susah untuk menangkap pelajaran secara klasikal. Oleh karena itu keduanya memerlukan bimbingan tersendiri dari Bu Muniroh untuk mengerjakan soal. Pada saat murid-murid yang lain mengerjakan tugas, Bu Muniroh berkeliling kelas untuk memantau. Kemudian Bu Muniroh akan lebih lama di dekat Siti dan Bambang untuk membimbing mereka belajar sesuai dengan kemampuan mereka berdua.
ADVERTISEMENT
Teori Learning Modalities
Perbedaan peserta didik dalam pembelajaran juga dapat dilihat dari segi yang lain, yaitu learning modalities atau modalitas dalam belajar yang kerap salah diinterpretasikan sebagai gaya belajar. Learning modalities ini biasa dikenal sebagai VAK atau Visual, Auditory, dan Kinestetik. Nah, sampai disini mungkin Anda sudah familiar bukan dengan istilah ini apa itu VAK atau learning modalities. Anda mungkin telah mengikuti tes yang mengkategorikan modalitas belajar Anda atau diberi tahu bahwa Anda adalah tipe pembelajar tertentu.
1. Visual Modalitas belajar visual adalah menerima informasi lebih mudah melalui gambar. Otak kita memproses informasi visual dengan sangat efisien. Jauh lebih mudah untuk mengingat gambar yang jelas seperti foto daripada mengingat apa yang dikatakan atau ditulis seseorang.
ADVERTISEMENT
2. Auditori Modalitas belajar auditori adalah menerima informasi lebih mudah melalui mendengar. Siswa dengan mode ini biasanya sering mengajukan pertanyaan, dan menggunakan diskusi untuk mengklarifikasi atau menyerap materi. Ketika Anda berada dalam mode auditori, Anda mungkin berbicara dan membaca lebih lambat untuk menyerap semuanya .
3. Kinestetik Modalitas kinestetik melakukan sesuatu dengan fisik, atau paling tepat digambarkan sebagai belajar sambil melakukan (learning by doing), baik sebagai aktivitas langsung atau melalui pengalaman, atau dengan bergerak sambil berpikir atau belajar. Ketiga modalitas belajar di atas, tidak secara baku bahwa siswa hanya menggunakan satu modalitas belajar saja. Intinya: jangan terjebak dalam stereotip tipe pelajar seperti apa peserta didik tersebut. Bisa saja peserta didik itu termasuk kedalam pembelajar multimodal, artinya peserta didik dapat menggunakan salah satu dari mode ini, tergantung pada situasinya
ADVERTISEMENT