Peran Mahasiswa Sebagai Gerakan Intelektualitas

Radifan Alwafi
Mahasiswa Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
10 Juni 2021 13:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Radifan Alwafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai kaum yang memiliki kecerdasan dan ketajaman menganalisa suatu persoalan, mahasiswa tentu harus menjadi agen pengawasan (agent of control) dan agen menuju perubahan ke arah yang lebih baik, tidak heran jika mahasiswa sangat diharapkan oleh masyarakat, terlebih lagi jika banyak harapan yang harus dipikul oleh mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Masa depan negeri ini membutuhkan keterlibatan mahasiswa dalam berbagai hal, dengan pemikiran-pemikiran cerdas dan kegiatan-kegiatan intelektual yang dilakukannya, mahasiswa mampu berkontribusi dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Contohnya dalam persoalan politik sebagaimana yang telah kita ketahui tragedi 1998, omnibus law, dan lain-lain.
Mengingat bahwa gerakan mahasiswa bermuara dari kalangan akademis kampus yang cenderung mengedepankan rasionalitas dalam menyikapi persoalan kampus maupun negara. Jadi, kita sebagai mahasiswa harus kritis dalam menyikapi suatu persoalan dan jgn mudah termakan oleh keadaan.
Menjadi mahasiswa tentu sangatlah menyenangkan, selain menambah wawasan, mahasiswa juga menjadi ajang peralihan dari masa remaja kepada pendewasaan. Senior saya pernah berkata "Mahasiswa adalah proses transisi dari masa remaja ke dewasa, jadi kudu dimaksimalkan supaya hidup ente cerah". Senior-senior saya juga selalu mengajarkan bahwa menjadi mahasiswa harus kritis, jangan mudah terprovokasi apalagi menjadi penonton di layar televisi.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu gerakan intelektual (intellectual movement) akan terwujud dalam tiga tradisi, yaitu:
Pertama tradisi diskusi, diskusi akan membawa gerakan mahasiswa menjadi sebuah gerakan yang rasional dan tepercaya. Dari kajian-kajian dalam bentuk diskusi, melahirkan para pakar di bidang masing-masing yang mampu mengeluarkan gagasan dan analisa cemerlang baik secara politik, ekonomi dan sosial budaya.
Diskusi menjadi makanan sehari-hari bagi mahasiswa karna dari diskusilah masalah-masalah akan menemukan solusi, para pendiri bangsa kita pun selalu mengajarkan untuk berdiskusi, seperti yang tertuang dalam ideologi kita "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan".
Diskusi mahasiswa ITB Ahmad Dahlan. Sumber: Instagram IMM FEB ITB Ahmad Dahlan Jakarta.
Kedua tradisi menulis, menulis merupakan salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi gerakan mahasiswa. Para tokoh nasional seperti Pramoedya Ananta Toer, Tan Malaka, Soekarn, dan Moh. Hatta adalah sosok mahasiswa disegani yang banyak melemparkan gagasan/ide-ide cemerlang, kritikan tajam, serta membangun wacana dalam bentuk tulisan.
ADVERTISEMENT
Ada pepatah yang mengatakan "gajah mati meninggalkan gadingnya, manusia mati meninggalkan karyanya". Begitulah para senior saya memberikan motivasinya, jikalau nama kita ingin selalu dikenang maka kita harus meninggalkan karya.
Ketiga tradisi membaca, membaca merupakan kewajiban mahasiswa (kaum intelektual) sebagai modal dalam mempersenjatai diri untuk menegakan prinsip idealisme. Begitu cepat pergeseran berita, opini, publik maupun literatur lainnya yang memaksa mahasiswa untuk senantiasa membaca. Membaca adalah kunci kesuksesan, ayat Al-quran yang diturunkan pertama pun menyuruh kita agar senantiasa membaca, "Iqro" bacalah, karna dari membacalah akan menambah wawasan dan keilmuan kita.
Kesimpulannya adalah, ketika kita sudah menjadi mahasiswa, maka harus memiliki pemikiran yang intelektual, agar hadir nya kita sebagai mahasiswa bisa membawa dampak baik bagi masyarakat, bangsa dan agama.
ADVERTISEMENT