Strategi Ethiopia dalam Mengurangi Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri

Rahel Anastasya Pasaribu
Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Kristen Indonesia.
Konten dari Pengguna
6 Juli 2021 13:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahel Anastasya Pasaribu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendera Etiopia. pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Etiopia. pixabay.com
ADVERTISEMENT
Dalam mengelola bantuan, pemerintah Ethiopia memiliki Aid Management Platform (AMP) untuk melaporkan proses pertumbuhan nasional. Program ini dimulai tahun 2005 ketika Ethiopia mengalami urgensi dalam menerima bantuan terutama untuk kemiskinan. Melalui program ini, Ethiopia dapat merekap bantuan asing dari seluruh pendonor yang masuk dan melihat efektivitas dari bantuan tersebut. Program ini merupakan kerja sama antara Development Gateaway dengan Kementerian Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Ethiopia (Development Gateaway, 2012).
ADVERTISEMENT
Namun, bantuan yang masuk di Ethiopia lebih banyak evaluasi dari negara pendonor ataupun institusi multilateral. Jepang sebagai salah satu pendonor melakukan evaluasi yang dipublikasi oleh kementerian luar negerinya. Pada tahun 2010, Jepang memaparkan lima tujuan strategis dalam memberikan donor ke Ethiopia adalah sektor pertanian, sumber daya air.
Infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Jepang melakukan kombinasi antara bantuan hibah dan bantuan teknis. Evaluasi yang dilakukan Jepang memiliki tiga kriteria. Ketiga kriteria tersebut adalah relevansi kebijakan, efektivitas hasil bantuan, dan kesesuaian proses.
Berdasarkan kriteria pertama, kebijakan dasar Jepang dalam memberikan bantuan adalah keamanan pangan. Hal tersebut dituangkan dalam bantuan berupa proyek penguatan petani di daerah Oromia. Proyek ini membantu petani untuk memproduksi pangan dengan teknologi yang efisien. Proyek tersebut merupakan kolaborasi pemerintah jepang dengan Bank Dunia.
ADVERTISEMENT
Namun, jepang mengevaluasi bahwa hingga tahun 2010 masih ada proyek yang tidak sesuai dengan tujuan dasarnya mengenai kebutuhan pangan.Kriteria kedua membahas tentang efektivitas hasil bantuan. Kebijakan keamanan pangan terbagi atas lima tujuan strategis yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Pada sektor pertanian, jepang fokus pada pembangunan irigasi, penguatan distribusi hasil pertanian, dan transfer teknologi pengelolaan pertanian.
Pada sektor sumber daya air, jepang mendirikan sentra pelatihan bernama Ethiopian Water Technology Center (EWTEC). Dalam pengelolaan sentra ini, terdapat kolaborasi dengan aktor privat dan aktor non pemerintah. Pada sektor pendidikan, jepang lebih banyak memberikan bantuan hibah kepada sekolah hingga di area terpencil. Pada sektor kesehatan, Jepang memberikan bantuan terkait pengentasan penyakit serius dan peningkatan gizi.
ADVERTISEMENT
Proyek pada sektor kesehatan merupakan hasil kolaborasi Jepang dengan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) dan Bank Dunia. Berdasarkan penjelasan upaya menghasilkan bantuan yang efektif, ternyata Ethiopia masih mengalami separuh jalan menuju keamanan pangan. Ethiopia membutuhkan sumber yang tidak hanya berbasiskan pertanian.
Kriteria ketiga adalah tentang kesesuaian pada proses bantuan. Pada bantuan berjenis dana hibah, terdapat kendala implementasi pada pihak Ethiopia. Ada beberapa yang gagal dan tertunda. Jepang juga perlu berpartisipasi kuat pada dialog kebijakan dan pengkajian ulang terkait dampak bantuan yang diberikan jepang ke Ethiopia (The Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2010).
Bantuan di bidang keamanan pangan juga dilakukan oleh Bank Dunia bersama partner lainnya seperti USAID, Irish Aid, Canadian International Development Agency, World Food Program, Swedish International Development Agency, dan lainnya. Mereka berdonasi untuk National Food Security Program (NFSP) di Ethiopia. Selain itu, NGO memiliki peran untuk mendistribusikan program ini ke pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
NGO yang terlibat dalam implementasi bantuan di Ethiopia antara lain CARE Ethiopia, Catholic Relief Services, World Vision, Save the Children, dan organisasi non profit lainnya yang berasal dari Jerman. Salah satu organisasi non pemerintah yang berasal dari Jerman adalah Deutsche Welthungerhilfe atau German Argo Action. Organisasi tersebut telah aktif di Ethiopia untuk memerangi kemiskinan melalui dana yang diberikan selama puluhan tahun di Ethiopia.
Sedangkan organisasi non pemerintah yang menjadi payung besar organisasi masyarakat di Ethiopia adalah Christian Relief and Development Association (CCRDA). CCRDA berperan pada sektor keamanan pangan, kesehatan, lingkungan, pendidikan, air, dan sanitasi, serta sektor lainnya. CCRDA berfungsi memberikan pelayanan dan advokasi kebijakan.
Referensi:
Weinstein, Joshua I. 2009. “The Market in Plato’s Republic.” Classical Philology 104:439-58
ADVERTISEMENT
Bräutigam, D. 2000. Aid Dependence and Governance. California: Almqvist & Wiksell International. 
Clapham, C. 2009. Post-war Ethiopia: The Trajectories of Crisis. Review of African Political Economy, 181-192. 
Deborah Bräutigam & Kwesi Botchwey. 1999. The institutional impact of aid dependenee on recipients in Africa. CMI Working Papers. 
Degol Haliu & Admasu Shiferaw. 2016. Determinants of ‘Exit’ from High Aid Dependence. Journal of African Economies,, Vol. 25, number 5, 670–698. 
Hirschmann, D. 2003. Aid dependence, sustainability and technical assistance Designing a monitoring and evaluation system in Tanzania David Hirschmann. Public Management Review, Vol. 5, Issue 2. 
Aschale Dagnachew Siyoum, Dorothea Hilhorst, Gerrit-Jan Van Uffelen. 2012. Food aid and dependency syndrome in Ethiopia: Local perceptions. The Journal of Humanitarian Assistance. 
ADVERTISEMENT
Paling, W. 2012. Planning a Future for Phnom Penh: Mega Projects, Aid Dependence and Disjointed Governance. Urban Studies Jurnal, Vol. 49, Issue 13.