Bikin Ngakak! Antek Orba Tuding Jokowi Neo Orba

Rahmat Sahid
Konsultan Media & Komunikasi, Penulis Buku Biografi & Sosial Politik
Konten dari Pengguna
10 Juni 2019 17:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahmat Sahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era pemilu paska reformasi, bisa dikatakan bahwa sosok Presiden Jokowi adalah satu-satunya yang tidak punya irisan, baik sebagai orang yang pro maupun tokoh yang kontra dengan kekuatan orde baru. Sementara yang lainnya, bisa dibelah dua, yakni kalau bukan lawan politik orde baru, tentu diantaranya kroni atau anteknya. Bahkan, dalam pemilu 2019 yang mana pelaksanaannya dilakukan secara serentak antara Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, sangat terang dan tegas bahwa ada putra dan putri penguasa rezim Orde Baru yang menjadi aktor politik mengikuti kompetisi, yakni Tommy dan Titiek Soeharto. Dan mereka menjadi satu barisan dengan mantan menantu Soeharto, yaitu Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Sudah 20 tahun lebih rezim yang dikenal otoriter dan korup itu berlalu, berganti dengan pemimpin-pemimpin yang dihasilkan dari sistem demokrasi, yang tentu lebih demokratis dibandingkan kala itu.
Kini, salah satu yang nyata dari berkembangnya demokratisasi di era refirmasi adalah kebebasan menyampaikan pendapat dan berkembangnya industri pers. Dan Presiden Jokowi, bisa dikatakan adlah salah satu pemimpin yang lahir dari peran kebebasan pers dan kebebasan rakyat dalam menyampaikan pendapat. Singkatnya, Jokowi lahir dari arus bawah yang menginginkan demokrasi benar-benar wujud dari nilai; dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dengan sejarah terpilihnya Jokowi sebagai Presiden Indonesia, sekarang tidak ada lagi asumsi bahwa yang bisa menjadi presiden harus anaknya anu dan didukung anu. Rakyat biasa pun, asalkan mendapatkan dukungan dari partai politik dan rakyat, siapapun itu, bisa menduduki jabatan publik tertinggi di bangsa ini, seperti halnya Jokowi.
ADVERTISEMENT
Namun, keterpilihan Jokowi sebagai Presiden, apalagi hingga untuk yang kedua kalinya, sudah tentu menimbulkan “sirik politik” bagi para keturunan tokoh nasional dan para tokoh yang merasa punya saham dalam menggulirkan reformasi kala itu. Karenanya, tidak mengherankan ketika dalam perjalanannya Presiden Jokowi mendapatkan serangan politik oleh mereka-mereka yang merasa lebih ningrat secara politik namun nasibnya tidak semulus Jokowi dalam kancah politik negeri ini.
Prabowo Subianto sebagai mantan menantu penguasa Orde Baru tentu masih terus dihantui rasa penasaran karena ternyata dalam sekian kali hajat politiknya walaupun dari keluarga ningrat secara politik belum mampu mendapatkan kepercayaan dari mayoritas rakyat Indonesia. Pun demikian para ahli waris Keluarga Cendana yang direpresentasikan oleh Mbak Titiek dan Mas Tommy.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Jokowi dalam perjalanannya juga seperti terus direcoki oleh tokoh yang bisa dikatakan mengidap rasa dengki karena merasa sebagai pelopor reformasi tetapi nyatanya tidak mendapatkan dukungan signifikan dari rakyat untuk kepemimpinan negeri ini. Tokoh itu bahkan sampai berkolaborasi dengan kekuatan yang melekat sebagai representasi Orde Baru, dalam upayanya menumbangkan rezim Jokowi yang semakin haru justru menguat sebagai pemimpin yang sederhana dan merakyat.
Segala cara dilakukan, agar bisa mendongkel posisi Jokowi dari kepemimpinan bangsa ini. Dengan cara-cara konstitusi, mereka menjadi satu barisan di belakang Prabowo-Sandi yang didukung Keluarga Cendana, para eks pembantu Jokowi yang kecewa karena digusur dari posisinya, dan juga beberapa akademisi yang di era Jokowi susah untuk mendapatkan kesempatan mengkomoditaskan keakademisiannya.
ADVERTISEMENT
Setelah gagal dengan cara konstitusional, mereka mencoba membangun narasi bahwa pemilu didesain dengan berbagai kecurangan. Massa kemudian dikerahkan, kericuhan dihadirkan, meskipun akhirnya juga tetap dihadapkan pada kegagalan.
Kini, mereka kembali ke jalur konstitusi, dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan tuntutan agar kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin dibatalkan dan pasangan Prabowo-Sandi ditetapkan sebagai pemenang.
Tidak tanggung-tanggung dalam argumentasinya untuk meyakinkan hakim MK bisa mengabulkan gugatannya. Mereka dalam salah satu poin gugatannya menuding bahwa rezim Jokowi adalah Neo Orde Baru yang otoriter dan korup.
Tentu, tudingan itu menggelitik dan susah untuk tidak menahan tertawa. Betapa tidak, para antek dan kroni Orde Baru menuding Jokowi yang tidak punya dosa masa lalu sebagai Neo Orde Baru. Bukankah itu seperti pepatah “Maling Teriak Maling?”
ADVERTISEMENT