International Women's Day: Potret Perempuan di Tengah Pandemi

Rahmat Tri Prawira Agara
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
8 Maret 2021 13:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahmat Tri Prawira Agara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
International Women's Day: Potret Perempuan di Tengah Pandemi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 8 bulan maret diperingati sebagai hari international woman day (IWD). Perayaan tahunan ini telah berlangsung sejak tahun 1908 di amerika serikat dan secara formal mulai dikenal secara internasional ketika Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) pertama kali merayakannya pada tahun 1975 dan mengesahkannya sebagai acara tahunan bagi seluruh anggotanya pada tahun 1977. Peringatan IWD ini dirayakan sebagai bentuk penghargaan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.
ADVERTISEMENT
Tiap tahun perayaan IWD mengambil tema dan topik yang berbeda setiap tahunnya. pada tahun 2021 ini, UN Women mengambil tema tentang "Kepemimpinan Perempuan : Mencapai Masa Depan yang Setara di Masa Covid-19".
Perayaan IWD pada tahun ini datang di saat masa-masa yang sulit bagi perempuan. Di tengah situasi pandemi saat ini, perempuan menjadi salah satu pihak yang terkena dampak secara signifikan. Mulai dari dampak secara ekonomi, budaya, dan keluarga. berdasarkan survei yang dirilis oleh Kompas (24/11/2020), angka kekerasan dan tindak pidana terhadap perempuan mengalami peningkatan. Terutama dalam lingkup keluarga dan kerabat terdekat.
Bila dirangkum, setidaknya ada tiga masalah dan problem utama yang menjadi tantangan yang dihadapi oleh perempuan saat masa pandemi yang dalam waktu ke depan perlu untuk dipikirkan solusinya. tantangan tersebut meliputi problem keluarga, ekonomi, dan politik.
ADVERTISEMENT
Dalam tataran keluarga bila dalam konsep konvensional laki-laki memegang peran pencari nafkah dan kepala keluarga serta perempuan sebagai penanggungjawab urusan-urusan domestik rumah tangga. Terjadinya pandemi sedikit banyak mengubah konsep relasi keluarga ini. Dengan semakin banyak perempuan yang masuk ke dalam pasar kerja, perempuan memiliki beban ganda sekaligus, peran publik sebagai pekerja dan peran domestik sebagai istri dan ibu di rumah.
Peran ganda ditemukan karena kita menganggap peran domestik berupa urusan rumah tangga, mengasuh anak, dan sebagainya adalah tugas perempuan semata dan bukan tugas dari laki-laki. Akan tetapi pembagian kerja seperti ini kemudian menyebabkan beban psikis dan fisik yang sangat berat kepada perempuan, ditambah dengan kondisi pandemi yang mengharuskan kedua suami istri untuk tetap berada di rumah. hal ini menyebabkan beban perempuan menjadi semakin berat bila tidak ada partisipasi laki-laki dalam pembagian kerja untuk urusan domestik.
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor inilah kemudian yang menyebabkan di masa pandemi terjadi banyak kasus kekerasan dan pertikaian dalam keluarga, selain masalah ekonomi, masalah relasi domestik ini sedikit banyak juga memengaruhi timbulnya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga ini. Apakah konsep relasi laki-laki dan perempuan secara rigid dalam keluarga di atas masih relevan untuk menghadapi dinamika kehidupan yang semakin dinamis tersebut atau kita perlu memikirkan pola relasi yang lebih fleksibel di mana kedua pasangan suami istri dapat mengambil peran yang berbeda satu sama lain?.
Seiring dengan meningkatnya akses tingkat pendidikan dan lapangan kerja peran perempuan dalam sektor publik akan semakin dibutuhkan. Dalam bidang politik, dengan disahkannya undang-undang yang mewajibkan bahwa struktur parlemen kita baik di tingkat daerah maupun pusat untuk minimal diwakili oleh 30% politisi perempuan. Hal ini bertujuan agar para perempuan memiliki keterwakilan di parlemen dan dapat turut andil dalam menyumbangkan pikiran dalam perumusan kebijakan-kebijakan strategis yang menyangkut hajat banyak orang, lebih khusus bagi perempuan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun dalam praktiknya, di tingkat pusat kuota 30% ini belum dipenuhi secara menyeluruh. Dalam tingkat daerah, tingkat partisipasinya bahkan berada di bawah angka 15%. Rendahnya angka ini disebabkan oleh beberapa hal mulai dari buruknya stigma tentang dunia politik, kurangnya akses perempuan untuk berpartisipasi dalam politik elektoral, dan pandangan masyarakat yang masih menganggap bahwa perempuan tidak cocok untuk menjadi pemimpin dan berkiprah dalam sektor publik. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa semakin tingginya partisipasi perempuan dalam politik tidak selalu berkorelasi dengan dengan meningkatnya kesejahteraan perempuan secara keseluruhan. Tantangan kita berikutnya ada dua, yaitu bagaimana meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik tidak hanya secara kuantitatif semata, namun juga memiliki kualitas yang mumpuni dalam merumuskan kebijakan dan berpartisipasi dalam upaya mensejahterakan sosial di indonesia, terkhusus bagi perempuan.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah bagaimana cara merancang struktur ekonomi kita agar lebih bersifat inklusif bagi perempuan karier. Secara demografi, jumlah tenaga kerja perempuan kita jauh lebih banyak yang berada dalam sektor informal lebih banyak daripada sektor formal. Seperti yang kita ketahui bersama, sektor informal seringkali lebih rentan secara perlindungan dan pengupahan dibanding dengan sektor formal. Berdasarkan catatan tahunan dari Komnas perempuan, tingkat kekerasan dan diskriminasi dalam sektor publik berada pada peringkat ke-2 di bawah tingkat kekerasan dalam rumah tangga. Dalam aspek pengupahan, International Labour Organization (ILO) pada tahun 2019 melaporkan bahwa secara persentase pendapatan perempuan 40% lebih rendah dibanding laki-laki. Angka perbedaan ini bahkan jauh lebih tinggi di bidang-bidang lapangan kerja yang berbasis Sains, Matematika, dan Teknologi.
ADVERTISEMENT
Secara tingkat upah, tenaga kerja perempuan hanya memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi dari laki-laki di bidang-bidang seperti industri fashion dan kecantikan. Di luar bidang itu, tingkat pendapatan perempuan jauh lebih rendah daripada laki-laki. Aspek lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah bahwa seringkali pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya domestik berupa pengasuhan, penitipan, dan urusan rumah tangga lain sebagai pekerjaan yang tidak layak mendapat pengupahan karena menganggapnya pekerjaan sepele dan tidak memerlukan keahlian khusus seperti pekerjaan lain, selain hanya perlu memiliki rasa sayang dan empati yang tinggi, dan umumnya sifat itu dianggap lekat dengan diri perempuan. Padahal banyak tenaga kerja imigran perempuan yang mencari nafkah dalam sektor ini dan memiliki tingkat kesejahteraan yang jauh di bawah batas layak.
ADVERTISEMENT
Peningkatan layanan Childcare seperti ini merupakan salah satu aspek penting yang perlu ditingkatkan, karena selain berperan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup, layanan childcare yang mumpuni juga mampu mengurangi beban perempuan dalam mengurus urusan domestik dan secara keseluruhan mampu membuat anggota keluarga lain bisa fokus kepada urusan-urusan lain. Seringkali orang-orang melupakan bahwa mereka dapat fokus mengurusi hal lain karena ada orang lain yang bersedia untuk mengurusi hal-hal domestik tersebut. Kalau tidak ada perempuan, rasanya orang-orang tidak akan bisa fokus mengerjakan hal lain di luar itu.
Poin terakhir yang menjadi catatan adalah bagaimana cara melindungi dan menjamin keseluruhan hak-hak dari beberapa poin penting yang telah dijelaskan di atas agar menciptakan keamanan dan akses yang mudah bagi seluruh perempuan. Bagaimana menciptakan ruang publik yang aman, inklusif, dan ramah gender. di sinilah peran penting dari adanya regulasi dan kebijakan yang memastikan bahwa hak-hak ekonomi, politik, dan pendidikan dari perempuan bisa terjamin sesuai dengan tema yang diangkat UN woman pada tahun ini.
ADVERTISEMENT
Dan tugas ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja. perlu sinergi antara pemerintah sebagai regulator, LSM dan NGO sebagai mediator, serta masyarakat sebagai partisipator. Karena perjuangan untuk keadilan perempuan adalah milik semua, bukan segelintir orang saja.
Selamat hari perempuan internasional.