Pengaruh Burnout terhadap Motivasi Kerja

Raisa Shabira
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan 2021
Konten dari Pengguna
20 November 2021 19:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raisa Shabira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi burnout. Foto: Pexels/Anna Tarazevich
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi burnout. Foto: Pexels/Anna Tarazevich
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah burnout, baik di media sosial maupun di kehidupan langsung. Burnout dapat timbul pada seseorang jika mengalami kejenuhan atau kelelahan akibat beban kerja yang berlebih hingga ligkungan kerja yang tidak mendukung. Jika dibiarkan, burnout dapat berubah menjadi penyakit fisik, mental, dan emosional yang memiliki dampak cukup serius.
ADVERTISEMENT
Walaupun kita sangat menyukai pekerjaan yang sedang kita jalani, hal tersebut merupakan hal yang wajar untuk mengalami burnout dari waktu ke waktu. Semakin lama stres yang kita rasakan, semakin mudah kita kehilangan minat dalam bekerja dan merasa sulit untuk mendapatkan motivasi kembali. Apa cara terbaik untuk mengembalikan motivasi kita yang hilang? Bagaimana kita tahu jika apa yang kita rasakan hanyalah burnout biasa atau sesuatu yang lain seperti depresi?
Apa sih yang terjadi dalam otak kita ketika mengalami burnout?
Sebuah studi mencoba meneliti 40 orang yang mengalami gejala burnout, mereka memasukannya ke dalam mesin MRI untuk melihat ke dalam isi otak mereka. Ditemukan bahwa orang-orang tersebut cenderung memiliki korteks prefrontal yang lebih kecil dibandingkan dengan sekelompok orang yang tidak mengalami burnout (Savic, 2015). Bisa dikatakan bahwa otak kita secara fisik berubah setelah mengalami burnout dan beroperasi dengan cara yang berberda.
ADVERTISEMENT
Jika hal ini benar bahwa burnout dapat mengecilkan korteks prefrontal seseorang maka hal ini dapat mempengaruhi kemampuan kita untuk berkonsentrasi. Kita sering melihat seseorang yang mengalami burnout terkadang sulit untuk fokus dan mengingat hal-hal tertentu dalam melakukan pekerjaannya. Ketika korteks prefrontal kita tidak bekerja degan baik, kemampuan untuk mengambil sebuah keputusan juga tidak akan bekerja secara maksimal.
Burnout tidak bisa dikatakan sesuatu hal yang lumrah atau biasa, karena ketika tidak ditangani dengan baik, burnout dapat mengakibatkan seseorang memiliki kondisi psikologis yang cukup serius. Mengapa? Karena hal tersebut diawali dari stres kronis yang berkepanjangan, kemudain muncul karena ada tekanan baru yang memunculkan burnout dan bisa mengarah ke depresi, emosi yang tidak stabil, halusinasi, dan agresif.
ADVERTISEMENT
Inilah Penyebab Motivasi Kita Hilang dalam Bekerja
1. Dinamika di tempat kerja buruk
Saat menjalani pekerjaan, tentu setiap harinya kita akan bertemu dengan rekan kerja, atasan, dan relasi-relasi bisnis. Tidak semua orang yang kita temui di kantor akan cocok dan sesuai dengan ekspektasi kita, tentunya hal tersebut dapat membuat suasana kantor kurang adaptif dan kurang nyaman.
2. Tidak ada dukungan sosial
Aktivitas pekerjaan tentunya tidak selalu berjalan dengan baik, ada kalanya kita sedang merasa di bawah atau terpuruk. Ketika sedang terpuruk, menjalani pekerjaan dengan kondisi tidak ada dukungan dari orang sekitar dan orang terdekat bisa memperparah tekanan yang kita hadapi.
3. Kinerja untuk melakukan pekerjaan sudah mulai menurun
Ketika fisik dan psikis kita sudah terganggu, tentu hal ini dapat mengakibatkan hilangnya motivasi dalam bekerja. Menurunnya psikis dan fisik dapat disebabkan oleh kurangnya jam tidur, pola makan tidak teratur, nutrisi tidak terpenuhi, dan kurangnya dukungan 0rang-orang sekitar.
ADVERTISEMENT
4. Adanya ketidakseimbangan
Saat pekerjaan mulai terasa kacau, kemampuan untuk tetap fokus juga dapat menguras tingkat energi kita. Faktanya, kebosanan di tempat kerja telah terbukti mengakibatkan pemutusan hubungan kerja, penurunan produktivitas, dan stres yang lebih tinggi.
Tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak juga dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kehidupan kerja. Waktu kita di kantor menghambat koneksi pribadi kita dan menuai malapetaka pada kesehatan diri sendiri.
Referensi
Savic, Ivanka. “Structural Changes of the Brain in Relation to Occupational Stress.” Cerebral Cortex 25, no. 6 (June 2015): 1554–1564. https://academic.oup.com/cercor/article-lookup/doi/10.1093/cercor/bht348.