AKU BUKAN MOMSTER

Rangkul Keluarga Kita
Rangkul adalah Relawan Keluarga Kita, sebuah program pemberdayaan keluarga yang diinisasi oleh Keluarga Kita dengan dukungan berbagai kalangan di berbagai daerah. Rangkul mendorong orangtua berdaya untuk orangtua lain dengan terus menjadi sumber belajar yang efektif dan berbagi praktik baik pengasuhan untuk mendukung tumbuh kembang anak. Pada akhirnya, tanggung jawab pengasuhan adalah peran kolektif untuk masyarakat dan negara yang lebih baik, bukan hanya dari dan untuk satu keluarga. Cita-cita kami adalah menyebarkan dan menggerakkan Rangkul ke seluruh wilayah di Indonesia dan memberikan dampak bermakna dalam mencapai tujuan pendidikan. Semoga Program Rangkul dapat menjadi wadah yang positif bagi para orangtua di Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat. Salam, Tim Keluarga Kita
Konten dari Pengguna
13 Desember 2019 18:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangkul Keluarga Kita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Amanda - Rangkul Bandung
Momee, Popee, Kakang & Nengnog: Dok: Foto: Amanda
Namaku Amanda tapi kebanyakan orang memanggil aku dengan sebutan momee. Dan aku bahagia dengan panggilan tersebut karena aku sekarang menyadari menjadi seorang ibu bukanlah bakat alamiah, namun butuh belajar, berjuang, dan jatuh bangun untuk menjalani profesi seumur hidup ini.
ADVERTISEMENT
Ini adalah catatan kecil tentang perjalananku menjadi seorang ibu dengan dua anak, kakang yang sekarang sudah berumur 10 tahun, dan nengnong, 6 tahun.
Dulu, ketika masih salah kaprah, aku meyakini bahwa minimart seperti IN**mart dan AL**mart dan si mart lainnya adalah obat paling manjur. Awalnya adalah saat anak-anak mulai enggak bisa nurut perintah momee. Disuruh beresin kamar susah, disuruh mandi kabur-kaburan, disuruh makan malah ngeyel. Pokoknya selalu terjadi keributan setiap pagi sampai akhirnya keluarlah senjata pamungkasku, "Kalau mandi sekarang, kita nanti bisa mampir dulu ke minimart" atau "Kalau enggak makan artinya nggak ada es krim". Ngaku aja, deh, Bunda, pasti Bunda pernah menggunakan minimart sebagai obat tantrum alih-alih ke dokter. kan?
ADVERTISEMENT
Jadi, apakah dengan ke minimart ini masalah kelar? Saat itu mungkin iya, tapi selanjutnya malah makin parah. Tensi tidak menjadi turun dan ketika malam hari aku harus puluhan kali berteriak dan menyuruh anak-anakku mengerjakan PR-nya. Ditambah lagi dompetku jebol pula, emosi semakin tak terkendali, dan momee berubah jadi momster.
Sampai akhirnya aku menyadari bahwa ini semua harus diubah atau aku akan selamanya jadi monster. Hal yang pertama kali aku lakukan adalah dengan menyadarinya bahwa ada yang salah. Aku mulai merefleksikan apakah aku merespons untuk kepentingan anak atau kepentinganku sendiri lalu cari tahu lagi tentang ilmu disiplin positif yang pernah aku dapatkan saat ikut Kelas Kurikulum Disiplin Positif-nya Keluarga Kita.
Ternyata nggak semudah membalikkan telapak tangan, Bunda. Benar-benar butuh stok sabar berlimpah dan cari sabar sebanyak-banyaknya.
ADVERTISEMENT
Semuanya aku awali dengan bacaan basmalah. Aku mencoba mengutarakan pendapatku kepada keluarga bahwa momee sudah teramat sangat lelah, bosan dengan drama-drama yang kita lakukan setiap hari. Setiap pagi momee harus teriak-teriak seperti pemain sinetron padahal masuk televisi juga kagak.
Aku tanya juga pendapat suamiku yang aku sebut sebagai popee, diikuti kedua anakku yang waktu itu masih berusia 9 tahun dan 5 tahun. Jawaban keduanya sungguh di luar dugaan.
(Bersambung)
Ingin mengetahui kisah lengkapnya? Yuk, segera unduh #CeritaRangkul Volume 01 di Google Playbook (bit.ly/BukuCeritaRangkulVol1)
Momee & si buah hati. Dok:Foto: Amanda