Perjalanan Membuat Janji Jiwa ( Kesepakatan Bersama Dari Hati)

Rangkul Keluarga Kita
Rangkul adalah Relawan Keluarga Kita, sebuah program pemberdayaan keluarga yang diinisasi oleh Keluarga Kita dengan dukungan berbagai kalangan di berbagai daerah. Rangkul mendorong orangtua berdaya untuk orangtua lain dengan terus menjadi sumber belajar yang efektif dan berbagi praktik baik pengasuhan untuk mendukung tumbuh kembang anak. Pada akhirnya, tanggung jawab pengasuhan adalah peran kolektif untuk masyarakat dan negara yang lebih baik, bukan hanya dari dan untuk satu keluarga. Cita-cita kami adalah menyebarkan dan menggerakkan Rangkul ke seluruh wilayah di Indonesia dan memberikan dampak bermakna dalam mencapai tujuan pendidikan. Semoga Program Rangkul dapat menjadi wadah yang positif bagi para orangtua di Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat. Salam, Tim Keluarga Kita
Konten dari Pengguna
24 Maret 2020 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangkul Keluarga Kita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh : Zulda Musyarifah - Rangkul Padang
”Fatih, cepat makannya, dong! Kalau nggak makan, nanti Bunda nggak mau masak lagilah buat Fatih,” kataku sambil setengah berteriak ketika si anak hanya mengatupkan makanannya. Eh, si anak tanpa rasa bersalah lari-lari bermain dengan mainan mobilnya.
ADVERTISEMENT
Di lain waktu, “Kia, Fatih, cepat dibereskan mainannya! Kalau nggak juga dibereskan, nanti Bunda buang ke tempat sampah, ya,” ancamku kepada kedua anakku. Akhirnya, siklus berantakan, main dan membereskan mainan ini seperti momok menakutkan bagi diriku. Kenapa? Karena dalam waktu sehari bisa sampai 3-4 kali diriku melihat rumah berantakan dan capek membereskan mainan mereka sendirian. Setelah rasanya terlalu letih ketika anak-anak tak juga menurut dan ketika suami juga telah mengeluhkan sikapku kepada anak-anak, aku pun mulai berefleksi mengenai cara komunikasiku kepada anak-anak.
Ternyata, hampir sebagian besar komunikasi kami berisi ancaman agar mereka menurut dan berperilaku sesuai dengan yang aku inginkan. Seolah-olah aku memberikan mereka pilihan, padahal yang terjadi adalah ancaman yang tidak mungkin aku lakukan terhadap mereka. Aku masih memasakkan makanan untuk mereka, tidak membuang mainan mereka, ataupun tidak meninggalkan mereka. Mereka pun mengerti bahwa itu adalah ancaman-ancaman kosong Bunda agar mereka mau menurut.
ADVERTISEMENT
Kemudian aku kembali belajar dari materi yang diberikan oleh Keluarga Kita tentang bagaimana cara efektif menumbuhkan Disiplin Positif di keluarga; sebuah disiplin yang hadir karena kemauan anak sendiri untuk melakukannya dan bukan dilakukan karena takut adanya hukuman atau ancaman. Salah satu cara paling mudah menumbuhkan Disiplin Positif adalah dengan membuat kesepakatan bersama.
Saat mengikuti sesi pengasuhan bersama Relawan Keluarga Kita atau yang dikenal sebagai Rangkul, seakan saya ditampar bolak-balik terhadap apa yang telah saya lakukan selama ini. Sebuah perasaan menohok saya saat kami ditanya oleh fasilitator apakah kami memiliki peraturan tertulis di rumah? Ataukah peraturan yang ada bisa berubah sesuai mood orangtua? Bingo! Itulah yang terjadi pada sebagian besar peserta saat itu.
ADVERTISEMENT
Apakah setelah kembali dari sesi itu saya membuat kesepakatan bersama anak-anak? Oh, tentu tidak karena ternyata manusia itu kadang tidak sejalan antara pengetahuan dengan sikap dan perilaku yang diambil. Saat itu aku berpikir, untuk bisa memahami dan berbicara baik dengan anak-anak saja masih sulit, apalagi membuat kesepakatan bersama mereka. Aku masih berusaha memperbaiki komunikasi, mempraktikkan Hubungan Reflektif, mengenali sifat bawaan dan tahap perkembangan anak.
Akhirnya, setelah mengikuti beberapa sesi bersama Rangkul, aku dan teman-teman berkesempatan mendaftar sebagai Rangkul serta mengikuti pelatihannya atau yang dulu disebut dengan Kelas Kurikulum Keluarga Kita yang diadakan di Padang. Dalam kelas tersebut, kembali aku tersentak karena banyak sekali kesalahan-kesalahanku kepada anak-anak. Akan tetapi, teman-teman Rangkul yang turut hadir selalu menyemangati kami bahwa pengasuhan dalam keluarga adalah proses maraton jangka panjang dan selalu ada kesempatan untuk memperbaiki. Kesempatan memperbaiki yang tidak pernah sia-sia karena seluruh keluarga berefleksi dan sebagai orangtua, kami banyak belajar dari anak-anak. Setelah mengikuti kelas tersebut, saya mencoba berefleksi dan mengajak anak-anak untuk membuat kesepakatan bersama.
ADVERTISEMENT
Aku melakukan tahap-tahap yang telah dipelajari bersama di kelas tersebut dan memilih waktu yang baik untuk membicarakan kesepakatan bersama ini. Kemudian aku memfokuskan pada hal-hal yang saat itu keluarga kami anggap penting dan hanya membuat tiga poin kesepakatan, yaitu tentang waktu bermain gawai, waktu pulang bermain dari luar rumah, serta kesepakatan tentang membereskan mainan. Aku berusaha memberikan penjelasan yang bisa anak-anak pahami kenapa kami mengambil ketiga hal tersebut dalam kesepakatan. Kenapa harus membatasi waktu dengan paparan gawai karena akan mempengaruhi kesehatan mata, kenapa harus sampai di rumah sebelum waktu maghrib agar dapat bersiap untuk mengikuti rutinitas setelah shalat, atau kenapa harus membereskan mainan agar mudah mencari mainannya saat diperlukan. Untuk membereskan mainan ini, aku juga harus menurunkan standar kerapian diri sendiri dan berusaha berpikir bahwa wajar jika rumah yang berisi anak-anak usia prasekolah tidak terlalu rapi setiap saat, hehehe... Cukuplah rumah rapi saat akan ditinggal tidur. Setelah kami bersepakat mengenai ketiga hal tersebut, kemudian Kia yang berusia 6 tahun membantuku menuliskan kesepakatan itu di atas kertas yang kemudian kami tanda tangan bersama, tapi Fatih melakukan cap jempol karena belum bisa menulis.
ADVERTISEMENT
Keajaiban pun terjadi, tak perlu menunggu lama, anak-anak pun berusaha mematuhi kesepakatan itu. Kia, si kakak, langsung berlari pulang saat kuingatkan sudah waktunya berada di rumah. Fatih, si adik, akan membereskan mainannya sendiri, dengan bantuanku dan kakaknya, sebelum pergi tidur malam. Mereka pun tidak protes serta langsung berhenti dengan sendirinya ketika alarm berbunyi yang menandakan waktu bermain gawai telah selesai.
Ternyata, semudah itu untuk menumbuhkan Disiplin Positif di keluarga kami. Anak-anak jadi disiplin tanpa harus kami ancam dan kami hukum. Tentu saja konsistensi kami sebagai orangtua harus dilakukan karena terkadang anak pun melakukan negosiasi terhadap hal-hal yang sudah disepakati ini. Kami pun harus terus melakukan pembaruan dalam kesepakatan bersama ini agar nilai-nilai Disiplin Positif tumbuh kuat dalam diri anak-anak kami. Terima kasih kepada tim Rangkul di mana pun berada yang selalu memberikan dukungan dan pendampingan kepada para orangtua agar terus berdaya dan belajar bersama.
ADVERTISEMENT