Bitcoin Ancam Konglomerasi

Realino Nurza
Team Leader dan Peneliti Lepas Institute of Religion and Sustainable Development (IRSAD.ORG)
Konten dari Pengguna
14 Oktober 2021 13:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Realino Nurza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bitcoin. Foto: Edgar Su/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bitcoin. Foto: Edgar Su/REUTERS
ADVERTISEMENT
Apa yang menarik dari level harga bitcoin diangka US$ 57.000? Hal yang selama ini ada di depan mata kita, akan semakin kelihatan. Sehingga apa yang membuat kita terlalu percaya pada informasi mainstream melalui media mainstream, membuat kita semakin tersesat pada pengaruhnya. Itulah kira kira upaya para konglomerasi dan orang kaya menghabisi investor kecil, dengan membuat takut investor kecil terhadap rumor kehancuran harga Bitcoin. Tren harga jatuh pada mata uang kripto adalah sebuah perilaku yang tidak dapat terhindar.
ADVERTISEMENT
Karena mata uang ini adalah mata uang yang memiliki kekuatan pembatasan dari jumlah, sementara keinginan investor untuk memiliki tinggi. Di antara keinginan dan batasan jumlah, membuat harga akan terus bergejolak. Karena watak pemain pasar, selalu melihat keuntungan dalam gejolak tersebut. Namun konsistensi kenaikan yang hampir 1% per-hari, jika di akumulasi dari total kenaikan hampir 10 tahun terakhir, membuat nilainya melompat nyaris mengalahkan aset kelas investasi lain. Hal ini membuat pelaku pasar menyadari kekuatan intrinsik dari mata uang ini.
Kesadaran yang memberikan dampak pada kekhawatiran tidak kebagian dan keinginan untuk menguasai. Kekhawatiran pada nilai intrinsik ini membuat para konglomerasi menghajar Bitcoin secara verbal, narasi serta aksi untuk menggerus kepercayaan spekulator dan investor kecil. Agar secepatnya melepas aset Bitcoin. Dan para Konglomerasi bisa mengambil keuntungan dari keraguan para spekulator dan investor.
ADVERTISEMENT
Jika kita perhatikan begitu banyak konglomerat menunjukkan rasa gentar terhadap kehadiran Bitcoin. Melalui penghakiman sepihak yang mengarah pada pembunuhan karakter Bitcoin. Sebut saja konglomerat, Dimon, CEO JPMorgan. Belum lama ini menyatakan bahwa Bitcoin tidak bernilai.
Namun secara bersamaan JPMorgan melakukan adopsi dan menyediakan fasilitas pertukaran Bitcoin untuk nasabah JPMorgan (tanya, apa coba?). Tindakan yang bertentangan antara pernyataan dan perilaku ini juga terjadi pada lingkar konglomerasi di perusahaan publik maupun privat yang terkenal dengan jumlah kelola aset mereka. Barang seperti Bitcoin menjadi sesuatu yang ditolak namun dipuja. Mari perhatikan tabel di bawah ini. Urutan perusahaan publik yang menjadikan Bitcoin sebagai aset Investasi dalam pembukuan perusahaan mereka.
Secara pribadi penulis tidak melihat bendera perusahaan asal Indonesia memasuki arena yang sama. Mungkin masih menimbang atau menganalisa situasi. Keterlambatan dalam melakukan adopsi tentu akan berdampak pada harga beli pada masa datang. Kurang aktif perusahaan Indonesia melakukan adopsi Bitcoin bisa jadi karena sulitnya memahami kekuatan intrinsik dari mata uang ini.
ADVERTISEMENT
Dan bisa jadi karena melihat aset lain memiliki nilai lebih. Menurut pandangan penulis, saat ini adalah waktu yang tepat, bagi investor institusi melakukan adopsi terhadap Bitcoin sebagai aset Investasi mereka. Karena jika menunggu nilai psikologis yang berdampak "Fomo" (Fear of Missed Opportunity). Sudah tentu akan mendapatkan harga yang melebihi harga nilai saat ini. Dan momen tersebut akan benar benar mengancam dan menjadi bencana bagi aset yang belum dikonversi. Perubahan cara pandang terhadap mata uang fiat ke Bitcoin adalah ancaman tersendiri dalam jangka panjang, akan menggerus aset dan kekayaan konglomerasi jika bertahan dalam cara berpikir moneter yang telah tertinggal.
Jika anda pemilik bank yang selama ini menguasai ekonomi dengan sistem perbankan model lama, makan sistem moneter yang dibawa oleh Bitcoin akan menutup usaha anda. Karena setiap orang bisa memiliki bank sendiri.
ADVERTISEMENT
Salam Bitcoin