Informasi "Sesat" dalam Sejarah "Minangkabau"

Realino Nurza
Team Leader dan Peneliti Lepas Institute of Religion and Sustainable Development (IRSAD.ORG)
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2021 14:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Realino Nurza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber:Pixabay.com Oleh Ihsan Aditya
zoom-in-whitePerbesar
Sumber:Pixabay.com Oleh Ihsan Aditya
Judul opini ini adalah bagian dari cara penulis menyampaikan begitu pentingnya kita mengetahui kebenaran dan garis sejarah. Bukan saja menerima apa adanya dari apa yang tertulis dan diperkenalkan ketika kita lahir. Sebagai seorang perantau, penulis sadar betul bahwa sejarah dari keturunan, suku, kaum dan gala adalah hal hal penting dari seseorang. Karena, pada label-label seperti itulah kita menjadi memiliki rasa pada tanah dan leluhur serta kebangsaan kita. Kembali kepada sejarah yang telah ditulis bagi anak yang lahir dirantau namun memiliki rasa tidak puas terhadap sejarah yang dituliskan di mana seakan-akan apa yang ada dalam sejarah Minangkabau saat ini hanya terbentuk dari akar dan bentuk yang sebenarnya. Di mana paling sering dirasakan adalah rasa berseberangan dalam pilihan-pilihan kepemimpinan dan cara berpikir yang sering diekspresikan dalam bentuk-bentuk yang tidak sehat. Budaya dan tradisi berdialektika, di mana fakta dan data menjadi ujung tombak, nalar dan pengakuan pada keterbaruan adalah sebuah puncak pencapaian.
ADVERTISEMENT
Siapa yang bisa menentang "Aditiyawarman" adalah leluhur masyarakat Minangkabau. Di mana identitasnya adalah penerus dari Sriwijaya dan Majapahit. Di mana secara biologis dia adalah orang yang menjadi orang yang menjadi pucuk dari masyarakat Jawa. Lalu siapa yang bisa menolak bahwa antara Minangkabau dan Jawa selalu diletakkan dalam posisi yang berlawanan. Karena telah lahirnya konsep dan narasi "Adu Kerbau". Di mana tafsir dari Adu Kerbau dalam masyarakat kebanyakan adalah persoalan penundukkan.
Lemahnya tradisi meneliti dan menelusuri secara ilmiah, dan akademis telah membuat kita sebagai orang kebanyakan tersesat dalam sejarah yang hampir semuanya merugikan kita sendiri, karena tidak menemukan kebenaran di dalamnya. Karena hanya dengan kebenaranlah kita bisa memperbaiki diri dan sejarah serta menjadi orang yang beradab. Seperti dalam tulisan dan artikel seorang Arkeolog Nasional, Bapak Alfa Noranda, dalam blog pribadinya pada artikel "Atlas Catalan 1375 Masehi: Tarpobana dan Raja di Sumatera", menunjukkan bahwa keberadaan kekaisaran di nusantara terletak di Minangkabau, Sumatera Tengah secara geografis, memanjang sampai ke Aceh.
ADVERTISEMENT
Mungkin ini waktunya bagi kita sebagai orang kebanyakan, memanggil diri sendiri, agar kita paham dengan apa dan siapa kita serta di mana kita berjuang. Karena ada kekhawatiran penulis dalam tulisan ini terhadap kelalaian kita pada memahami identitas dan sejarah akan menyesatkan kita dalam "Hoaks" kata orang zaman sekarang, serta klaim yang tidak benar.
Bahkan upaya menegaskan bahwa Minangkabau adalah identitas yang secara kolektif kita miliki, tersesat karena terbatasnya informasi pada sumber sumber otentik sehingga kita hanya dapat gimik, seperti tertulis pada "Wikipedia". Dan dilanggengkan oleh situs resmi pemerintah kita.
Lalu seberapa penting sejarah "Minangcabo" bagi identitas kita? Jika memang berita yang tidak benar selalu kita ulang, sehingga anak keturunan kita mempercayainya. Seberapa enggan kita menelusuri, bukti bukti manuskrip seperti Oendang Oendang Adat Limbago, bahkan ketika kita bilang kita punya uang untuk mengambilnya di negeri antah berantah itu.
ADVERTISEMENT
Dan seberapa percaya kita bahwa struktur adat istiadat yang sekarang adalah struktur yang berpihak pada VOC serta kita langgengkan selama bertahun tahun, karena tidak benar benar adanya upaya kita mencari sumber sumber otentik?