Kesesatan Berpikir Firaun dan Infrastruktur

Realino Nurza
Team Leader dan Peneliti Lepas Institute of Religion and Sustainable Development (IRSAD.ORG)
Konten dari Pengguna
8 Februari 2024 15:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Realino Nurza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber:https://www.pexels.com/id-id/foto/patung-emas-tutankhamun-33571/
zoom-in-whitePerbesar
sumber:https://www.pexels.com/id-id/foto/patung-emas-tutankhamun-33571/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Firaun, sebagai tokoh dalam sejarah Mesir kuno, sering dianggap sebagai simbol kesombongan, keangkuhan, dan kekuasaan absolut. Salah satu aspek penting dari pemerintahan Firaun adalah infrastruktur yang megah dan monumen-monumen yang mengagumkan. Namun, di balik kebesaran infrastruktur tersebut, tersembunyi kesesatan berpikir yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan dan kehancuran.
ADVERTISEMENT
Refleksi atas kesesatan berpikir Firaun dan infrastruktur Mesir kuno menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan infrastruktur di Indonesia serta keterbelakangan sumber daya manusia dalam konteks pembangunan.

Kesesatan Berpikir Firaun

Firaun dianggap sebagai lambang kesombongan dan keangkuhan yang ekstrem. Meskipun mampu membangun infrastruktur megah seperti piramida dan kuil-kuil raksasa, dia seringkali lalai terhadap kebutuhan dasar rakyatnya. Firaun berfokus pada pencapaian kebesaran pribadinya daripada kesejahteraan rakyatnya. Ini mencerminkan kesesatan berpikir yang menempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan kolektif.
Infrastruktur Mesir kuno, sementara megah dan menakjubkan dalam skala dan keindahan arsitektur, sering kali dibangun dengan biaya yang besar bagi rakyat biasa. Rakyat diperlakukan sebagai sumber daya untuk memenuhi ambisi pribadi Firaun, bukan sebagai individu yang memiliki hak-hak sosial dan ekonomi yang layak. Dalam konteks ini, infrastruktur yang megah menjadi semacam tirani yang menekan dan mengeksploitasi rakyat.
ADVERTISEMENT

Refleksi Infrastruktur Indonesia

Indonesia, sebagai negara berkembang dengan sejarah yang kaya, menghadapi tantangan serupa dalam pembangunan infrastruktur. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, pemerintah sering berfokus pada proyek-proyek infrastruktur megah seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Namun, terdapat ketidakseimbangan dalam distribusi manfaat dari infrastruktur ini.
Banyak infrastruktur megah di Indonesia tidak selalu menyentuh langsung kebutuhan dasar rakyat seperti akses air bersih, sanitasi, dan transportasi lokal. Seperti Firaun, pemerintah seringkali terjebak dalam paradigma pembangunan yang mengutamakan keindahan fisik dan prestige, tanpa memperhatikan kebutuhan riil rakyat yang terpinggirkan. Hal ini menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang dapat mengancam stabilitas jangka panjang.
Selain itu, infrastruktur yang dibangun kadang-kadang tidak berkelanjutan secara lingkungan. Proyek-proyek besar sering mengorbankan lingkungan alam dan ekosistem lokal, seperti pembangunan bendungan yang merusak habitat alami atau jalan tol yang memotong jalur migrasi satwa liar. Kurangnya kesadaran akan keberlanjutan lingkungan dalam perencanaan infrastruktur mencerminkan kesesatan berpikir yang serupa dengan Firaun.
ADVERTISEMENT

Keterbelakangan Sumber Daya Manusia

Selain masalah paradigma pembangunan, keterbelakangan sumber daya manusia juga menjadi kendala serius dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Meskipun terdapat kemajuan dalam pendidikan dan pelatihan, masih banyak tenaga kerja yang kurang terampil dan teredukasi dengan baik. Kurangnya keterampilan dan pengetahuan teknis menghambat kemajuan dan pemeliharaan infrastruktur yang dibangun.
Keterbatasan sumber daya manusia juga tercermin dalam kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan infrastruktur. Masyarakat sering kali diabaikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek, sehingga tidak ada rasa memiliki dan tanggung jawab yang kuat terhadap infrastruktur yang dibangun. Hal ini dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk memelihara dan menggunakan infrastruktur secara efisien.

Rekomendasi dan Kesimpulan

Untuk menghindari kesesatan berpikir yang mirip dengan Firaun dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, perlu adanya perubahan paradigma dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Pemerintah harus lebih memperhatikan kebutuhan dasar rakyat dan memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun memiliki dampak positif yang merata bagi semua lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, investasi dalam pengembangan sumber daya manusia menjadi sangat penting. Pendidikan dan pelatihan teknis harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam membangun dan memelihara infrastruktur yang berkelanjutan. Masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait pembangunan infrastruktur untuk memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun benar-benar mencerminkan kebutuhan dan keinginan mereka.
Dengan mengambil pelajaran dari kesesatan berpikir Firaun dan mengakui keterbelakangan sumber daya manusia, Indonesia dapat membangun infrastruktur yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Ini adalah langkah penting menuju pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berkualitas di Indonesia.