Mata Uang Digital dan Kebebasan Sipil

Realino Nurza
Team Leader dan Peneliti Lepas Institute of Religion and Sustainable Development (IRSAD.ORG)
Konten dari Pengguna
2 Oktober 2021 10:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Realino Nurza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berita mengenai rencana penerbitan mata uang digital pelbagai negara oleh Bank Sentral menjadi perhatian banyak pihak. Dari sisi pengamat ekonomi melihat ini sebagai bentuk perlawanan terhadap mata uang kripto. Tapi sisi kebebasan sipil, terlihat sebagai upaya menggerus kebebasan sipil dalam praktik ekonomi dan transaksi keuangan, dengan tambahan kontroversi upaya spionase pada warga negara. Lalu bagaimana masyarakat sipil melihat kebijakan yang sepertinya mendapat dukungan dari politisi ini?
ADVERTISEMENT
Paragraf ini akan memberikan sedikit analisis mengenai perlawanan yang coba dilakukan oleh Bank Sentral dan pemerintah terhadap mata kemunculan mata uang Kripto. Ekspresi berlebihan ini, Menurut penulis ini lahir dari rasa tidak percaya diri terhadap mata uang fiat, yang merupakan mata uang pemerintah. Dengan model mata uang yang jelas tidak terkendali dan sangat rentan pada inflasi, menjadikan bank sentral dan pemerintah merasa terganggu "Ego-Nya". Dan khawatir kalau warga negaranya tidak lagi dalam kendali. Lalu apa yang berubah dari model mata uang digital versi pemerintah, jika tata kelola moneter dan jumlah uang tanpa batas. Jika kita perhatikan dari data yang tersedia oleh https://fiatmarketcap.com/ seperti di bawah ini. Menunjuk bahwa kesediaan mata uang di setiap negara dalam daftar memiliki jumlah sirkulasi terbanyak ini tidak terbatas dan bisa ditambah sesuai permintaan:
Sumber: https://fiatmarketcap.com/
Sehingga dalam praktiknya, jumlah yang tidak terbatas membuat tragedi ketersediaan mata uang membanjiri ekonomi. Dan tentu ini membuat nilai mata uang akan turun. Hal ini tidak baik bagi pekerja dan buruh dengan penghasilan tetap. Sebagai contoh di Amerika, dengan pertumbuhan Indeks harga konsumen akumulatif sejak Januari 2021 sampai Oktober 2021 10.78% membuat gaji yang diterima oleh pegawai dan buruh akan tergerus sebesar 10.78% secara akumulatif. Serta berkurangnya daya beli dari bulan sebelumnya. Hal ini, seperti terlihat sebagai kenaikan harga barang dan jasa tidak terlihat sebagai tergerus nilai mata uang atau daya beli masyarakat. Fenomena ini lebih terasa secara akumulatif, dan bertahap dalam kehidupan sehari hari.
ADVERTISEMENT
Kalau kita pernah mendengar informasi dari orang tua kita, dahulu tanah per-meter 2000 perak dan sekarang nilainya 200.000 perak. Maka fenomena ini bukan kenaikan harga, sebaliknya jumlah mata uang beredar yang berlebihan. Fenomena ini adalah fenomena yang memiskinkan kaum pekerja. Karena proses penggajian yang bersifat tetap dan tidak mengikut koreksi inflasi. Selain itu, fenomena ini tidak saja mengancam publik tapi juga menciptakan ketidakpastian pada kondisi ekonomi di masa datang. Secara sosial tentu akan meningkatkan rasa tidak aman pada individu. berikut bagan Indeks harga konsumen Indonesia yang diambil dari https://tradingeconomics.com/:
https://tradingeconomics.com/united-states/consumer-price-index-cpi
Kembali pada penerbitan mata uang digital oleh pemerintah. Mekanisme ini hanya sebuah gemik di mana proses dan dasarnya sama. Hanya teknologi yang bertambah ke digital, secara konsep mata uang digital sebatas memindahkan uang kertas (fiat) ke digital. Untuk tujuan melawan mata uang kripto, tentu strategi ini menjadi tidak relevan. Karena dasar berpikir yang berbeda. Serta dasar moneter yang berbeda, terletak jumlah mata uang yang beredar. Sehingga jika kita perhatikan ketika terjadinya proses penambahan alternatif mata uang digital, hanya akan menggerus nilai mata uang dan menambah jumlah mata uang yang beredar di masyarakat. Pada sisi lain, dengan adanya mata uang digital pemerintah akan memiliki kendali yang lebih luas pada detail transaksi warga negaranya. Sehingga lebih mudah mengontrol dari mana uang berasal dan ke mana uang itu mengalir. Serta kendali pada penerapan pajak transaksi yang dilakukan. Dan tentu ini dilihat sebagai upaya spionase warga negaranya. Keributan akan upaya kendali berlebihan oleh negara terhadap isi kantong warga negaranya, membuat posisi dan citra negara sebagai wadah konsensus dalam mencapai tujuan bersama dan kesejahteraan bersama telah menyimpang. Dan hal ini tentu menjadi kegelisahan tersendiri, yang membuat para pihak seperti politisi mesti memikirkan kembali semangat demokrasi dan kebebasan sipil yang diperjuangkan selama ini.
ADVERTISEMENT
Lalu pertanyaannya, apakah kita sebagai masyarakat ini menjadi masalah? Atau kita tidak peduli akan fakta fakta bahwa semakin hari, di belahan dunia, mata uang yang diterbitkan pemerintah telah menjadi salah satu cara memiskinkan warganya?
Sumber bacaan: