Refleksi Ekonomi Kerakyatan di Tengah Multiplier Effect Pandemi

Muh Ainul Haq Hakim Tiro Al Makassariy
Founder FDR Indonesia Kadiv KKD Kastrat BEM FEB UB 2020 Economics Student of Brawijaya University
Konten dari Pengguna
23 Juni 2020 9:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Ainul Haq Hakim Tiro Al Makassariy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Amerta.id
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Amerta.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ancaman resesi akibat Pandemi Covid-19 terus membayangi perekonomian nasional. Setidaknya pembatasan sosial sebagai konsekuensi psikologis maupun regulatif membuat aktivitas transaksi secara langsung mengalami reduksi. Sehingga, wajar saja jika secara akumulatif pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 anjlok hingga 2,97% dibandingkan pada kuartal yang sama tahun lalu yang mencapai 5,07%
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai Negara yang mayoritas perekonomiannya ditopang oleh Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) tentu memiliki implikasi multiplier effect yang begitu besar. Dilihat dari sisi produksi, banyak di antara pelaku usaha yang harus melakukan efisiensi faktor produksi akibat menurunnya permintaan dan terhambatnya distribusi barang. Salah satu efisiensi faktor produksi yang banyak dilakukan adalah dengan merumahkan pekerja. Terbukti, dari data yang dirilis Kemenaker sekitar 1,79 juta pekerja terpaksa di PHK.
Pemerintah setidaknya menyadari berbagai problem ekonomi yang ditimbulkan. Ketika proses usaha tidak berjalan normal dan banyak di antara pekerja yang di PHK atau mengalami penurunan penghasilan maka masalah baru muncul, yaitu daya beli masyarakat menurun. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan refocusing anggaran untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang kurang mampu maupun terdampak. Setidaknya sekitar Rp 110 Trilliun disiapkan jaring pengaman sosial.
ADVERTISEMENT
Setidaknya lingkup pemecahan masalah ini dapat dilihat pada dua sisi, yaitu pemerintah sebagai subjek pengambilan kebijakan dan masyarakat sebagai objek dari pengambilan kebijakan. Lancarnya proses pemberian bantuan social tentu sangat ditentukan oleh kredibilitas dan kapasitas pemangku kebijakan dalam meramu strategi. Melihat secara sosio demografi proses pendistribusian sangat sulit. Di samping itu, proses yang tidak efektif akan semakin mengancam resesi secara makro dan juga kesejahteraan secara mikro dari masyarakat.
Status quo di lapangan kiranya menggambarkan strategi dan efek reaktif pemerintah menimbulkan permasalahan pada pedistribusian bantuan sosial. Data menunjukkan setidaknya masih ada jutaan masyarakat yang belum tersalurkan bantuannya. Ditambah, banyak laporan bahwa pada proses distribusi bantuan terdapat data yang dobel sehingga beberapa nama terdaftar sebagai penerima bantuan di dua kategori bantuan yang berbeda. Padahal, didalam ketentuan penerima bansos tidak diperbolehkan mendapatkan dua bantuan yang berbeda dari pemerintah. Dilihat dari komposisi PDB 2019 maka memang konsumsi rumah tangga memegang kendali lebih dari 50%. Ketika penyaluran belum maksimal dan efektif melalui strategi penggunaan data yang lebih terintegritas maka penurunan daya beli tentu akan semakin mendorong Negara ke jurang resesi.
ADVERTISEMENT
Permasalahan data dan juga lambannya penyaluran setidaknya memberi kita gambaran bagaimana carut marutnya birokasi di Indonesia. Ternyata ujian kredibilitas dan kapasitas pemangku kebijakan sebagai pelindung rakyat kecil belum berhasil sepenuhnya dilaksanakan. Bahkan Negara sebagai pelindung ekonomi rakyat nyatanya justru memberikan gimmick yang labil dengan melonggarkan PSBB. Pertanyaannya adalah tidakkah sia-sia proteksi sosial dimana kesehatan belum juga menemukan titik cerah namun di kesampingkan dengan alasan ekonomi? Bukankah urusan ekonomi rakyat urusan pemerintah? Atau ada "ekonomi" lain yang sedang diurus?
Refleksi Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat sendiri adalah kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terutama meliputi sektor primer seperti pertanian, peternakan, perikanan, sektor sekunder seperti pengolahan paska panen, usaha kerajinan, industri makanan, dan sektor tersier yang mencakup berbagai kegiatan jasa dan perdagangan, yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar dan membangun kesejahteraan keluarga tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat banyak (Primahendra, Riza. 2016)
ADVERTISEMENT
Di tengah problematika pandemi setidaknya pemerintah mulai merenung untuk menggeser konstruksi berpikir deveplomentalis menuju ekonomi kerakyatan. Berikut beberapa hal yang dapat dijadikan refleksi atas arah ekonomi yang telah digariskan namun sayangnya saat ini digeser oleh berbagai banyak kepentingan.
Pertama, Masalah data. Salah satu prinsip didalam ekonomi kerakyatan adalah pemberdayaan. Pemberdayaan didasarkan pada gerakan partisipatif kolaboratif pemerintah dan juga masyarakat sampai lingkup terkecil. Jika kita lihat masalah penyaluran bantuan sosial, maka dapat dilihat masalah utamanya ada pada data dan sikap reaktif pemerintah. Proses pendistribusian bantuan yang up to down menjadi persoalan fundamental. Pemerintah terlalu percaya diri secara mandiri melaksanakan proses pendataan dengan tidak mengoptimalkan lingkup terkecil seperti RT. Akhirnya, proses pendistribusian data banyak tidak tepat sasaran. Ekonomi kerakyatan setidaknya secara filosofis telah menjawab persoalan itu. Prinsip dan dasar pemberdayaan mengisyaratkan semangat desentralisasi. Tentu, desentralisasi yamg dimanifestasikan melalui proses transfer informasi yang optimal secara down to up.
ADVERTISEMENT
Kedua, Masalah Konsistensi arah kebijakan. Kebijakan pemerintah yang tendesius untuk melonggarkan PSBB dengan alasan ekonomi setidaknya kurang memahami definisi kesejahteraan. Mengabaikan aspek kesehatan dengan membuat akibat fatal sampai kematian adalah bagian dari mengorbankan kepentingan umum. Bahkan, dalam banyak kajian ekonomi mortality merupakan bagian dari kesejahteraan dan kesejahteraan adalah bagian dari ekonomi. Namun disisi lain banyak di antara sumber daya Negara justru tidak bisa dimaksimalkan masyarakat melalui proses kelembagaan yang efektif. Ditambah, di tengah pandemi pembahasan RUU seperti Minerba dan Ciptaker menambah gejala kronisnya prioritas pemerintah terhadap rakyat kecil. Ekonomi untuk siapa?
Saat ini, refleksi akan ekonomi rakyat sangat perlu dilakukan. Berbagai kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 termasuk soal alasan ekonomi yang mendasari selama ini merupakan hasil dangkal dari pendalaman nilai-nilai ekonomi kerakyatan. Juga, pengaruh besar aliran-aliran developmentasis-neoliberalisme dalam kerangka konstruksi berpikir pejabat Negara. Selain tentunya konflik kepentingan yang besar. Akhirnya, Strategi, respons, arah, dan implementasi menggambarkan prioritas dan kepentingan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kepustakaan
Primahendra, Riza. 2020. Membangun Ekonomi Kerakyatan. Amerta ; Jakarta
Muh Ainul Haq Hakim Tiro Al-Makassariy
Kepala Divisi Kebijakan Kampus dan Daerah BEM FEB UB