news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Angkutan Berbasis Daring Pun Harus Taat Pada Amanat UU LLAJ

Konten Media Partner
26 Mei 2018 19:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Angkutan Berbasis Daring Pun Harus Taat Pada Amanat UU LLAJ
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
MATARAM - Perdebatan tentang angkutan umum konvensional dan angkutan umum berbasis daring atau angkutan online, harusnya bisa lebih mudah diselesaikan jika persepsi identifikasinya dipisahkan menjadi angkutan berizin dan yang tidak berizin.
Sebab, sejatinya konvensional atau online hanyalah sebutan untuk pola teknis dan sistem pemesanan jasa angkutan semata. Selebihnya, secara fisik dan operasional kendaraan angkutan harus memenuhi syarat yang diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Contoh mendasar, angkutan umum harus bisa menjamin kenyamanan dan keselamatan penumpang, termasuk menjamin hak-hak asuransi penumpang ketika sebuah kecelakaan terjadi pada angkutan tersebut.
"Jadi sebenarnya, tidak ada istilah angkutan konvensional dan angkutan online. Yang ada hanya angkutan yang berizin dan yang tidak memiliki izin. Istilah konvensional dan online ini yang justru membuat masyarakat salah persepsi," kata Akademisi Universitas Mataram (Unram), Dr H Sudiarto SH MH.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, seiring perkembangan teknologi digital saat ini hampir semua taksi seperti Blue Bird Grup, Ekspress dan lainnya menggunakan fasilitas online dalam hal pemesanan atau order penumpang. Mereka juga sudah menggunakan aplikasi online yang sama dengan "taksi online" yang sebenarnya justru merupakan mobil pribadi.
Bedanya, taksi konvensional seperti Blue Bird dan Ekspress atau lainnya itu merupakan angkutan umum yang berizin dan mentaati UU LLAJ dan aturan-aturan turunannya. Misalnya, mereka bernaung pada sebuah perusahaan angkutan, dan mereka mengikuti ikuti semua aturan yang ada, seperti kewajiban kir dan kewajiban lainnya.
"Kemudian belakangan datang taksi yang baru yang masyarakat sebut taksi online, ini kan persepsi keliru. Yang benar ini taksi tak berizin. Mereka nggak ada perusahaannya, biasanya mobil pribadi, dan nggak mau diatur. Maunya perorangan, sambil nyetir pergi kerja sambil cari penumpang, ini kan nggak benar," katanya.
ADVERTISEMENT
Ia memaparkan, jika semua pihak menempatkan persepsi yang sama untuk mengidentifikasi moda angkutan sebagai angkutan berizin dan tidak berizin, maka wacana revisi terhadap UU LLAJ tidak diperlukan lagi. Sebab, dengan begitu maka semua moda angkutan darat harus tunduk dan melaksanakan amanat UU LLAJ, agar bisa disebut angkutan yang berizin.
Menurut Sudiarto, Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 sudah sangat bagus untuk menertibkan taksi-taksi daring atau non konvensional ini. Terutama untuk menjamin keselamatan dan hak-hak penumpang sebagai pengguna jasa angkutan.
"Penumpang itu sebagai konsumen harus dilindungi. Bagaimana cara melindungi? ya pertama kendaraan harus berikan rasa aman dan nyaman, bagaimana mengukurnya? ya kendaraan itu perlu di kir. Nah selama ini kan yang daring-daring ini nggak mau diatur, padahal ini berkaitan dengan moda angkutan itu sendiri. Yang namanya pengangkut itu kan berbadan hukum, sebab jika terjadi sesuatu dan lain hal terhadap penumpang siapa yang tanggung jawab," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Wakil Direktur Lalulintas (Wadirlantas) Polda NTB, AKBP Dessy Ismail mengatakan, penyelenggaraan usaha angkutan umum memang wajib mematuhi dan menjalankan amanat UULAJ yang antara lain meliputi, mendukung terwujud dan terpeliharanya keamanan keselamatan ketertiban dan kelancaran berlalu lintas (Kamseltibcar Lantas), meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan, membangun budaya tertib berlalu lintas, dan memberikan pelayanan prima di bidang LLAJ.
Benturan antara angkutan umum yang eksisting saat ini dengan yang berbasis online yang selama ini terjadi, bisa dibilang berkaitan dengan empat hal yakni administrasi dan perijinan, ketentuan dasar menyelenggarakan usaha angkutan umum, ketentuan pengoperasionalan angkutan umum, dan masalah asuransi.
Namun, papar Wadirlantas AKBP Dessy Ismail, jika amanat UU LLAJ itu menjadi landasan bagi angkutan konvensional yang eksis saat ini maupun angkutan yang lazim disebut online, maka perdebatan soal ini tak perlu berlarut panjang.
ADVERTISEMENT
"Dalam sistem angkutan umum berbasis online pertanggungjawaban atas terwujudnya amanat UULAJ ini pun semestinya menjadi landasan. Online ini sebenarnya kan hanya istilah untuk cara memanage saja, selebihnya pengoperasionalannya sama. Penumpang yang akan berpindah tempat masih melewati rute dan jalur sama, dan hak-haknya juga sama. Sistem pemesanannya saja yang dilakukan secara online," katanya.
Ia menegaskan, ini sama juga dengan penumpang pesawat terbang yang memesan tiket melalui aplikasi online dan yang memesan tiket offline langsung ke agen.
Mereka juga sama-sama mendapat perlakukan dan hak-hak yang sama sebagai penumpang dari maskapai penerbangan, di mana maskapai tetap mengacu pada aturan-aturan standar penerbangan.
"Tatkala kita memesan tiket pesawat secara online lalu apakah langsung bisa terbang sendiri? Standar-standar operasionalnya kan tetap saja masih sama," katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Wadirlantas AKBP Dessy Ismail, hal ini juga berlaku bagi moda angkutan darat. Oleh sebab itu, pengaturan-pengaturan secara administrasi, operasional, hingga sistem pertanggungjawaban angkutan umum yang sudah ditaati angkutan konvensional saat ini harus menjadi standar yang sama bagi yang belakangan disebut angkutan online.
Sistem Pendataan Agar Tak Disalahgunakan
AKBP Dessy Ismail memaparkan, di samping itu dengan melaksanakan amanat UU LLAJ maka sistem pendataan bagi angkutan umum perlu dan wajib dibangun untuk memanage pengemudi, kendaraan bermotor, penumpang hingga perjalananya. Bahkan, data terperinci bisa diperoleh sampai kepada siapa penumpangnya, di mana memesannya, berapa harganya hingga siapa penerimanya jika yang menggunakan jasa angkutan berupa barang.
"Data-data ini pun dikendalikan atau dimanage dalam back office yang mampu mewujudkan pelayanan-pelayanan yang prima dan mampu mendukung amanat UU LLAJ. Ini penting, sebab bukan tidak mungkin angkutan umum (berbasis) online ini bisa menjadi kurir teroris, kurir bandar narkoba, pelaku kejahatan, dan berbagai hal yang kontraproduktif dan memicu konflik sosial," tegasnya.
ADVERTISEMENT