news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sirra Prayuna : Black Campaign Menunjukan Kemunduran Demokrasi

Konten Media Partner
21 Januari 2018 22:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sirra Prayuna : Black Campaign Menunjukan Kemunduran Demokrasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Momentum Pilkada serentak tahun 2018 akan berlangsung di 171 daerah di17 propinsi, 19 kota dan 115 kabupaten dengan total 573 pasangan calon. Usai Pilkada serentak ini, tahun 2019 akan dilanjutkan dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.
ADVERTISEMENT
"Aura pemilu legislatif dan pilpres terasa kuat dalam pilkada ini. Suasana dinamika dan tarikan politik nasional dan daerah bergeliat secara dinamis dan kohesif dalam perspektif sosial dan budaya," kata Sirra Prayuna SH, praktisi hukum terkemuka yang juga politisi PDIP, melalui siaran pers, Minggu (21/1).
Sirra Prayuna mengatakan, secara normatif esensi pilkada adalah sebagai perwujudan demokrasi dari, oleh, dan untuk rakyat, di mana saatnya rakyat untuk memilih calon pemimpin terbaik yang mampu mengantarkan daerahnya maju adil makmur dan sejahtera.
"Di sinilah pentingnya partisipasi politik aktif rakyat yang secara sadar dan cerdas menentukan pilihan calon Pemimpin Daerah di bilik suara nantinya," kata Sirra.
Sebagai pemilik kedaulatan, lanjut Sirra, rakyat akan begitu antusias dalam mengekspresikan hak konstitusionalnya. Rakyat dituntut arif dan bijaksana dalam mengarikulasikan hak politiknya secara baik dan taat aturan.
ADVERTISEMENT
Ia memaparkan, belakangan ini publik dibuat tercengang dan miris melihat kecenderungan respon publik dalam memformula dukungan kontestasinya.
"Antusiasme kontestasi electoral belum dapat diartikulasikan secara bijaksana yang kaya gagasan, namun yang muncul justru gambaran banyaknya bertebaran ujaran kebencian, fitnah, hoax, rasis, politik premordial dan politik identitas," tukasnya.
Pengacara dari Badan Bantuan Hukum dan Advokasi DPP PDI Perjuangan ini menambahkan, bahwa ekspresi dukungan para simpatisan di ruang publik artikuasi diskursusnya kerap ditemukan bermuatan negatif.
"Tanpa disadari, pola black campaign atau kampanye hitam sesungguhnya telah menuntun ke arah kemunduran berdemokrasi. Bahkan lebih jauh ikut berkontrubusi meruntuhkan demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Nalar sehat demokrasi electoral sepertinya lumpuh terkena pengaruh virus "zaman now" yang kaya akan teknologi digital.
"Kita tahu era digital memang tak mengenal batas ruang dan waktu dalam berekspresi. Satu kali pencet ribuan viral menebar ke seantero bak virus melumpuhkan bahkan mematikan," katanya.
Ia mengemukakan, "dokter moral" ternyata belum ampuh dalam mematikan virus ini. Demikian juga regulasi UU IT belum membuat para penebar takut atas ancaman hukuman pidananya yg relatif tinggi.
"Penyelenggara Pemilu KPU, bawaslu dan Gagumdu aparat penegak hukum akan disibukan menagani kasus pidana "hate speach" oleh tangan tangan jahil penebar virus zaman now," tambahnya.
Menurutnya, tak ada jalan lain untuk melumpuhkan virus zaman now ini dalam rangka memulihkan kembali psikologi sosial masyarakat dan kontestan, yaitu dengan cara menindak tegas pelaku berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Sirra Prayuna berharap agar konstituen menggunakan nalar yang sehat dalam kontestasi pilkada ini.
"Sehingga apa yg di yakini dapat diperjuangkan dengan benar dan bermartabat," ujarnya.
SOURCE : KATAKNEWS