Pemimpin yang Mendengarkan

Redaksi Mustafa
suami dari seorang istri dan ayah dari seorang anak.
Konten dari Pengguna
11 Februari 2017 21:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Redaksi Mustafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dulu ketika informasi belum seterbuka dan sedekat saat ini, kita mungkin tidak terlalu peduli dengan sosok orang yang memimpin kita. Saya ingat jika dulu ada yang tahu nama Gubernur, Bupati atau nama-nama menteri saja di masa sekolah dasar, maka anak itu akan dianggap sebagai anak yang pintar atau setidaknya punya hafalan yang bagus. Tidak banyak orang yang tahu bagaimana keseharian dan bagaimana sang pemimpin menjalankan amanat rakyat karena media informasi yang terbatas dan cuma dinikmati segelintir kalangan. Namun sejak gelombang informasi yang overload di semua sektor, serta tidak lagi terikat ruang dan waktu, sosok pemimpin selalu menjadi sorotan publik yang dipimpinnya.Hal itu tentu hal yang wajar. Aneka bentuk sorotan akan membuat seorang pemimpin mampu menyadari dirinya. Kesadaran diri menjadi satu elemen penting bagi seorang pemimpin untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Semakin hari publik semakin sadar atau disadarkan oleh kondisi yang dialaminya dan mereka semakin memberi penilaian terhadap siapa yang layak memimpin mereka kelak. Oleh karena itu jika tidak memiliki kecakapan mental dan tabiat yang berwibawa di mata publik bersiaplah untuk menjadi sasaran tembak berupa cacian dan makian dari orang-orang yang mungkin tidak dikenal semua oleh sang pemimpin.Di sinilah pentingnya seorang pemimpin untuk mematut diri dan mendengarkan suara-suara sumbang, serta harapan yang diberikan oleh publiknya. Namun terkadang banyak pemimpin yang tidak siap dengan sikap publik yang dipimpinnya, yang muncul kemudian adalah sikap pembelaan diri atas kesalahan dan kelemahan, serta menutupinya dengan sikap pencitraan diri agar tampak santun dan berwibawa, juga tak jarang kita dengar ada yang tak sigap dengan menuntut orang yang mengkritik ke ranah hukum. Oleh karena itu, aneka  sorotan yang dilontarkan atas pemimpin tak jarang menjadi suara-suara yang berlalu begitu saja tanpa ada tanggapan positif dan perubahan konkret yang dapat dilihat serta dirasakan publik.Mendengarkan adalah hal yang amat penting dalam proses komunikasi. Banyak orang yang lalai dan alpa dalam menjalankan tugasnya karena tidak mau mendengar dengan cara yang baik, banyak kesalahpahaman terjadi akibat tidak ada yang mau mendengarkan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication (2005) memaparkan dengan rinci bagaimana mendengar adalah sebuah proses yang rumit. Mendengarkan mirip dengan kebugaran fisik atau memakai sabuk pengaman, setiap orang tahu bahwa hal ini diinginkan tetapi sulit untuk melakukannya terus-menerus secara teratur. Menurut Tubbs dan Moss ada empat unsur yang harus ada dalam proses mendengar yang baik. Pertama, mendengar sebagai proses fisiologis otomatic penerimaan rangsangan pendengaran. Pada tahap inilah gangguan fisik pada alat pendengaran seseorang dapat menimbulkan kesulitan dalam proses mendengarkan. Biasanya gelombang suara diterima oleh telinga dan merangsang impuls-impuls syaraf sampai ke otak. Bagi seorang pemimpin tentu saja syarat ini harus terpenuhi karena dia akan banyak mendengar suara yang lantang hingga suara yang sunyi senyap seperti bisikan-bisikan dari kanan dan kiri, jika tidak memiliki indera pendengaran yang baik maka dikhawatirkan dia tidak akan bisa mendengarkan apa yang menjadi kehendak warga yang dipimpinnya atau kondisi apa yang dilaporkan oleh orang di sekitarnya.Kedua, memberi perhatian. Memperhatikan ransangan di lingkungan sekitar kita berarti memusatkan kesadaran kita pada ransangan khusus tertentu. Indera penerima seperti pendengaran kita sesungguhnya dihujani sekian banyak ransangan sehingga kita tidak mungkin menanggapi semuanya pada saat yang bersamaan. Seorang pemimpin pasti akan mengalami banyak sekali suara yang harus didengarkan. Di sini dia harus cakap untuk mengurai hal yang mana yang harus didengarkan terlebih dahulu dan mana yang bisadilakukan kemudian. Kadang banyak pemimpin yang hanya memusatkan perhatian kepada apa yang dilaporkan bawahan saja tanpa mau mengecek kebenaran dari yang dilaporkan, dan biasanya bawahan selalu melaporkan yang indah-indah sehingga menurut sang pemimpin tidak perlu lagi dievaluasi.  Banyak pemimpin yang abai dengan apa yang dilaporkan warga dan menganggap bahwa hal itu melanggar hukum. Pemusatan perhatian pada apa yang mesti didengarkan menjadi kunci penting yang juga harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, semisal seorang ibu yang tidur di tengah suara yang bising tapi dia akan terbangun begitu mendengar bayinya menangis.Ketiga, memahami apa yang didengar. Memahami biasanya diartikan sebagai proses pemberian makna pada kata yang kita dengar, yang sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh si pengirim pesan. Banyak pemimpin yang tidak memahami apa yang disampaikan rakyatnya. Kondisi ini makin diperparah oleh sikap pemimpin yang menghakimi, menilai atau bahkan menyanggah pesan yang diterimanya, padahal pesan yang diterima belum dijelaskan semua oleh rakyat yang ingin didengarkan itu. Perilaku memahami tentu saja butuh pengetahuan yang juga baik, oleh karena itu kemampuan bahasa pemimpin untuk memahami bahasa rakyat sangat diperlukan, sehingga semua kalangan bisa didengarkan pendapatnya dan dapat dimengerti dengan baik oleh sang pemimpin. Kemampuan memahami juga harus menjadikan pemimpin seorang yang rendah hati karena sangat jarang orang yang tinggi hati bisa memahami suara atau pesan yang disampaikan rakyatnya. Dengan memahami maka masalah yang dihadapi akan dapat diurai dengan baik mulai dari hulu hingga ke hilir sehingga bisa ditunaikan kewajiban apa yang kelak harus dibuat.Keempat, mengingat apa yang pernah didengar. Setelah memberi perhatian dan memahami maka seorang pemimpin yang baik haruslah senantiasa mengingat apa yang pernah didengarnya. Mengingat adalah menyimpan informasi untuk diperoleh kembali saat ia dibutuhkan. Kemampuan mengingat tentu saja kembali membutuhkan ketahanan fisik yang kuat dan terbiasa melakukan hal tersebut. Banyak orang tua yang kemampuan mengingatnya lebih baik ketimbang orang muda karena dia terbiasa mengingat sesuatu yang didengarnya dengan sangat baik, oleh karena itu kemampuan mengingat tidak bisa dipandang dari segi usia semata tetapi latihan untuk terus mengingat dan menyimpan apa yang didengar sangat dibutuhkan oleh semua mahluk termasuk pemimpin. Banyak pemimpin kita yang hebat dalam hal memberi perhatian dan memahami tapi terkadang dia lupa setelah melewati dua proses tersebut sehingga kadang lain yang didengar dan dipahami lain pula yang diingatnya. Pemimpin harus konsisten dengan ingatannya dan jika lupa hendaknya dia punya telinga “cadangan” yang bisa mengingatkannya akan hal-hal yang dulu pernah didengar dan dipahaminya.
ADVERTISEMENT
Mendengarkan dengan Empati
Salah satu jenis mendengarkan yang banyak diharapkan warga adalah pemimpin yang memiliki kepekaan mendengar dengan empati. Dalam mendengar jenis ini, pendengar menunjukan rasa empati kepada pembicara. Jika dia pemimpin maka dia akan menunjukkan empati atas penderitaan yang dirasakan oleh rakyatnya. Empati berasal dari  Einfuhlung yang secara harfiah berarti merasa terlibat. Seorang teman yang mempunyai masalah dengan keluarganya bercerita tentang masalahnya selama satu jam lebih. Kita hanya menjadi pendengar saja dengan reaksi yang nyaris tanpa banyak mengimbangi pembicaraannya. Banyak orang yang kemudian bisa menyelesaikan masalahnya ketika dia merasa sudah menumpahkan segala keluh kesahnya kepada orang yang dia percaya.Hal ini terjadi karena si pembicara merasa kita sudah mempedulikannya dan merasa bahwa kita benar-benar telah mendengarkannya, padahal kita tidak memberikan usulan apapun untuk menjadi solusi bagi masalah yang dihadapinya. Teman kita membutuhkan seseorang untuk diajak berbicara dan kesempatan untuk mengungkapkan masalahnya kepada seorang pendengar yang penuh perhatian, membantunya untuk memperoleh sikap baru atas situasi yang dihadapinya. Mendengarkan dengan empati dapat juga berarti bahwa kita memberi penghargaan dan membesarkan hati si pembicara. Seorang pemimpin yang arif sudah seharusnya menjadi pendengar yang memiliki empati terhadap suara rakyat yang didengarnya. Kadang dari suara-suara itulah pemimpin kemudian menjadi besar dan bisa dianggap sebagai pahlawan.
ADVERTISEMENT
Salah satu ciri pemimpin yang bisa mendengar dengan empati ini adalah pemimpin yang berani turun ke lapangan, dia berdialog dalam ruang publik yang sesungguhnya semisal kereta api, pasar, atau bus kota bukan hanya di forum-forum ilmiah dan diisi sekelompok elit. Kita butuh pemimpin  yang bisa mendengar dengan empati itu. Mereka lebih banyak menjadi pendengar yang baik, dan kemudian diam-diam bekerja. Mereka bicara dalam bahasa yang mudah dipahami serta tidak membuat orang lain pusing. Banyak orang yang suka tatkala mereka bertanya walau kemudian belum tentu memberi jawaban saat itu, namun setidaknya beban yang dialami warga sudah tersampaikan, dan jika itu disampaikan ada kepuasan dan membuka harapan. Kita berharap di bumi Indonesia ini akan muncul pemimpin yang mendengarkan dengan empati, yang kemudian bisa membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyatnya. Semoga!
ADVERTISEMENT