kumplus- Opini Chris Wibisana- Persatuan Joki

Persatuan Joki

Chris Wibisana
Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia dan Kontributor Reguler Tirto.ID. Humanis. Sosialis Demokrat.
26 April 2022 12:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang kawan, sebut saja As, adalah mahasiswa yang tidak mencolok. Kalau dia dipandang dari kejauhan, potongannya seperti mahasiswa kota yang sehat dan tidak cacingan. Penampakannya juga tidak istimewa, sampai-sampai di mata dosen, dia hampir tertukar mahasiswa departemen lain yang mirip-mirip. Maklum, dia punya tipikal wajah anak Jakarta yang Cina bukan, Arab tidak. Jawa tidak masuk, Melayu pun jauh. Dia datang dari keluarga biasa. Tidak bergelimang kekayaan, tapi tidak kebagian Bansos Bu Risma juga. Prestasi akademiknya biasa-biasa saja. Pokoknya sangat biasa, datar, dan lempang, seperti borang yang baru difotokopi.
Apa istimewanya As sampai-sampai jadi pembuka kolom ini? Dia punya dua: otak aslinya yang lebih encer dari kecap asin dan kepandaian bisnisnya yang harus saya beri lima jempol (satu lain saya pinjam jempol tetangga). Dan, sesuai judul kolom, As adalah seorang joki tugas—orang-orang terberkati yang menawarkan jasa pengerjaan tugas kuliah dengan tarif tertentu. Ini adalah profesi legendaris yang sebarannya lebih merata daripada subsidi pemerintah. Nyaris di setiap kampus ada. Sering kali dipandang sebelah mata, tetapi kalau deadline sudah tak tertahan, tawaran jasa para joki bisa terdengar lebih mesra daripada rayuan Nyi Iteung kepada Kabayan.
Para pemangku kebijakan kampus yang rambutnya sudah semiran dan setengah botak biasanya memperlakukan profesi mulia ini sebagai persona non grata, dengan ancaman angker bagi pemakai jasanya: nilai 0, tidak lulus di mata kuliah bersangkutan, hingga dianugerahi kesempatan bertatap muka dengan dekan. Tentu bukan untuk mengudap camilan, tapi dipersilakan ambil SP3. Namun, meski seringkali membikin dahi pinisepuh kampus berkerut, kehadiran joki tugas terasa esensial bagi kehidupan mahasiswa. Ibaratnya, kalau Pak Dekan hilang rimbanya satu bulan, paling-paling hanya kucing dan semut merah yang khawatir. Sebaliknya, berapa banyak mahasiswa yang terkaing-kaing kalau joki tugas menghilang 72 jam dari peredaran?
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
check
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
check
Bebas iklan mengganggu
check
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
check
Gratis akses ke event spesial kumparan
check
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten