Tiga Menit Terakhir Bersama Michael Jordan

Renalto Setiawan
Akan ada badai...
Konten dari Pengguna
8 Mei 2018 15:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renalto Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tiga Menit Terakhir Bersama Michael Jordan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
[Sumber gambar: si.com]
ADVERTISEMENT
NBA final 1998. Game keenam tinggal tersisa tiga menit. Utah Jazz sementara unggul dari Chicago Bulls, 81-79. Jika Jazz akhirnya menang hari itu, mereka akan menyamakan kedudukan menjadi 3-3, memaksa pertandingan final berlangsung hingga game pamungkas.
Tersisa 2 menit 55 detik, Michael Jordan melakukan tembakan tiga angka. Tembakannya meleset, Jazz mendapatkan rebound dan langsung melancarkan serangan balik. Namun, Jordan berhasil mencuri bola. Tanpa tedeng aling-aling ia kembali melaju ke daerah pertahan Jazz.
Kali ini, Jordan tidak menembak. Bryon Russel, yang mengawalnya secara ketat, memaksanya untuk tidak menembak. Jordan kemudian mengirimkan umpan ke arah Dennis Rodman. Satu langkah. Rodman menembak, gagal, dan Bulls terkena offensive foul -- sebelum menembak Rodman sempat menabrak John Stockton yang pintar memposisikan diri.
ADVERTISEMENT
Apa? Yang benar saja?
Ekspresi Jordan mewakili pertanyaan itu. Ia tidak terima dengan keputusan wasit. Rodman terpaksa menabrak Stockton karena menerima umpan Jordan di udara. Ia harus mendarat. Tidak bisa tidak. Pesawat harus mendarat setelah terbang. Neill Amstrong harus mendarat. Mengapa Rodman dihukum karenanya?
Jordan kesal. Tersisa 2 menit 47 detik. Papan angka belum berubah. Bulls masih berada di ujung tanduk.
Setelah time-out, pertandingan dilanjutkan. Stockton mengatur irama serangan Jazz. Karl Malone melakukan screen untuk mempermudah point guard Jazz itu mengatur permainan. Tanpa disadari pemain-pemain Bulls, ia melakukan pick and roll. Stockton melihatnya. Ia lalu mengumpan ke arah Malone yang berdiri bebas. Sebuah tembakan dan boom! -- masuk. Jazz memperlebar jarak, 83-79.
ADVERTISEMENT
Bulls belum putus asa. Dan salah satu alasannya adalah Michael Jordan. Jika Bugs Bunny dan kawan-kawannya saja bisa bergantung padanya, mengapa pasukan Bulls yang mempunyai akal sehat tidak? Jadi sudah diputuskan: sekali lagi, setelah berkali-kali, Jordan diharapkan kembali menjadi juru selamat.
Di daerah pertahanan Jazz, bola akhirnya sampai ke tangan Jordan. Namun, ia mendapatkan pengawalan ketat, double-team, dari Russel dan Stockton. Ia lalu mengoper bola ke arah Scottie Pippen. Dengan cepat, Pippen kemudian mengembalikan bola ke Jordan. Kali ini, Jordan menyerang. Bryon Russel, yang kakinya sudah terasa berat untuk melangkah, berhasil dilewatinya. Namun, Russel tak mau menyerah. Ia mengejar Jordan dan terpaksa melakukan foul saat Jordan melakukan double-pump. Jordan mendapatkan dua tembakan bebas.
ADVERTISEMENT
Saat bersiap melakukan tembakan bebas keduanya di mana penggemar Jazz mulai mengeluarkan suara bising untuk mengganggu konsentrasi Jordan, pemain-pemain Jazz yang bertugas mengawal Jordan diperlihatkan di dalam layar televisi. Bryon Russel, Shandon Anderson, hingga Jeff Hornacek. Pemain-pemain inilah yang sempat membuat komentator pertandingan khawatir bahwa Jordan tidak akan mampu menyelamatkan Bulls dari kekalahan pada hari itu.
"Bahkan Superman saja bisa kelelahan, bukan?" Kata salah satu komentator di sela-sela 3 menit yang menentukan itu.
Namun, Jordan adalah Jordan. Ia mempunyai segalanya untuk mengusik segala gangguan. Ia tidak lelah, tidak terintimidasi dengan suara bising, dan selalu bisa diandalkan. Tersisa 2 menit 7 detik, dua tembakan bebas Jordan masuk. 83-81.
Beberapa saat setelahnya, kedua tim gagal melakukan serangan. Sementara tembakan John Stockton gagal diselamatkan Bryon Russel, jump shot Jordan juga tidak membuahkan hasil. Tersisa 1 menit 27 detik. Melalui si cerdik, John Stockton, Jazz kembali menyerang.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, tembakan tiga angka John Stockton meleset. Bola kembali dikuasai pemain-pemain Bulls. Itu artinya, Jordan akan kembali menjadi ancaman. Bryon Russel tahu itu. Ia juga tahu bahwa menjaga Jordan adalah sebuah penderitaan yang nyaris tak ada obatnya.
Russel tahu bahwa pengalaman tidak akan bisa menghentikan Jordan. Jordan akan mencabik-cabiknya, menghancurkannya, dan menjadikannya debu. Ia lalu hanya bisa pasrah saat Jordan melakukan crossover untuk menipunya. Namun John Stockton sedikit melegakan Russel. Ia melakukan foul di saat yang tepat, sebelum Jordan mencetak angka penyeimbang.
Setidaknnya, itu bisa sedikit mengulur waktu. Jordan pada akhrinya tetap mencetak angka penyeimbang melalui dua tembakan bebas. Pertandingan tersisa 59,2 detik: 83-83.
Jazz berusaha untuk tetap tenang. John Stockton tahu betul caranya. Ia mengoper ke arah Karl Malone, kemudian melakukan pegerakan cerdik. Malone melihatnya, lalu melakukan kick out. Stockton, yang sudah berdiri bebas, kemudian melakukan tembakan tiga angka. Boom! Penggemar Jazz kembali meledak. Tembakan Stockton mulus. 86-83. Tersisa 41, 9 detik, Bulls kembali meradang.
ADVERTISEMENT
Dengan sisa waktu tersebut, penggemar Jazz tentu saja mengharapkan sebuah keajaiban. Tunggu, penggemar Jazz? Bukannya Bulls yang tertinggal?
Jangan salah sangka. Sekali lagi, Bulls memang tertinggal, tetapi mereka memiliki Michael Jordan. Sebuah Gameshark. Sebuah Codebreaker. Sebuah mantra sihir paling mujarab. Saat penyakit flu saja tak bisa menghentikannya, selain keajaiban, apalagi yang bisa membuatnya tertunduk?
Sayangnya, kejaiban itu sama sekali tidak terjadi. Dalam kurun waktu 41, 9 detik itu, Jordan meledak. Ia mencetak empat angka untuk Bulls, membawa Bulls memang 86-87. Dan proses dua angka terakhirnya pada pertandingan itu bisa menggambarkan kehebatannya -- bahwa ia adalah seorang adibintang.
Pertama, sebelum mencetak dua angka terakhirnya itu, ia mencuri bola dari Karl Malone. Kedua, sebelum mencetak dua angka terakhirnya itu, ia membuat Bryon Russel jatuh kelimpungan, membuat pemain Jazz tersebut seolah ingin berlutut kepadanya. Dan ketiga, itu adalah sebuah tembakan kemenangan. K-E-M-E-N-A-N-G-A-N-!-!-!
ADVERTISEMENT
Tanpa rasa bersalah, komentator yang sebelumnya menghawatirkan kondisi fisik Jordan, di sela-sela tayangan ulang empat angka terakhir Jordan, kemudian mengatakan, "Dia adalah seorang pembunuh."
Ya, Jordan benar-benar "membunuh" mimpi liar Jazz hari itu.
***
Setelah pertandingan itu, perasaan saya campur aduk. Di satu sisi saya senang bukan main, tetapi di sisi lainnya rasa sedih juga menghantui saya.
Selain Bulls berhasil meraih gelar juara NBA karena kemenangan tersebut, saya merasa senang karena pada akhirnya saya mungkin akan terlihat nyambung saat mengobrol dengan teman-teman SD saya.
Begini, kecuali waktu liburan (pertandingan final game keenam itu terjadi pada hari Senin pagi), saya hanya bisa menonton pertandingan NBA pada hari Sabtu pagi. Sehabis pulang sekolah, saya akan langsung berada di depan televisi untuk menyantap tayangan liga basket terbesar di dunia tersebut.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, sebagian besar teman-teman saya tidak mempunyai hobi seperti itu. Mereka lebih suka menyasikan film-film vampire China pada waktu yang nyaris bersamaan. Setiap Senin mereka akan mulai memperagakan gerakan-gerakan vampire yang mereka tonton pada hari Sabtu itu. Atau, mereka akan saling berbagi kekaguman mengenai kesaktian dukun film-film vampire tersebut.
Karena saya tidak mengerti, saya seringkali terlihat seperti orang asing bagi mereka. Sabtu pagi saya mempunyai cerita berbeda. Cerita tentang kehebatan Michael Jordan, rambut warna-warni Dennis Rodman, hingga betapa mengerikannya Shaquille O'neal.
Kadang, saat saya tak mau kalah untuk menceritakan pengalaman Sabtu pagi saya itu, saya justru akan ditertawakan oleh teman-teman saya."Para vampire itu akan dikalahkan Michael Jordan dengan satu kedipan mata," kata saya. Teman-teman saya akan menimpalinya secara kompak, "Dasar bodoh."
ADVERTISEMENT
Saya tahu bahwa pertandingan final itu akan menjadi pertandingan terakhir Michael Jordan sebagai pemain basket. Ia akan pensiun setelah itu(ia sebetulnya tidak benar-benar pensiun karena sempat kembali bermain bersama Washington Wizard). Pensiunnya Jordan kemudian membuat hasrat saya untuk menonton NBA tidak sehebat sebelumnya. Jadi, saya kemudian memutuskan untuk menjadi teman yang baik bagi teman-teman SD saya; menjadi penikmat film vampire setiap Sabtu pagi.
Lalu, mengapa saya juga harus bersedih pada waktu itu?
Saya sadar bahwa mempunyai hobi yang sama dengan teman-teman SD saya memang menyenangkan, tetapi saya juga sadar bahwa hanya ada satu Michael Jordan di muka bumi ini. Jordan tidak perlu "berbohong" untuk membuat anak kecil seperti saya bahagia bukan main. Dia nyata. Dengan bola basket di tangannya, ia akan melakukan segalanya dengan sepenuh hati. Sedangkan film-film vampire China hanya rekayasa. Film-film itu tidak akan pernah membuat saya sepuas saat saya melihat aksi-aksi Jordan.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari belakangan ini, saya sering menonton kembali kehebatan Jordan melalui YouTube untuk bernostalgia (termasuk menonton ulang pertandingan final game keenam antara Utah Jazz melawan Chicago Bulls pada tahun 1998 itu sehingga saya dapat bercerita mengenai jalannya tiga menit terakhir). Lalu, saya tiba-tiba teringat pernyataan Noel Gallagher, mantan gitaris Oasis, band legendaris asal Inggirs. Ia pernah mengatakan bahwa lagu-lagu bagus tak lekang oleh waktu. Kapan pun lagu itu didendangkan, lagu itu akan tetep mempunyai kesan tersendiri dan tidak kelihatan usang. Saya setuju. Dan setelah berulang kali melihat aksi-aksi Jordan dari YouTube, saya semakin yakin bahwa kehebatan Jordan ternyata juga seperti lagu-lagu itu. Seratus persen.
ADVERTISEMENT